c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

19 Januari 2024

14:45 WIB

Penyair Sufi Abdul Hadi WM Meninggal Di Usia 78 Tahun

Abdul Hadi WM dikenal sebagai penyair yang dekat dengan tradisi sufistik. Tercermin dari karya-karyanya puisinya seperti Cermin (1975), Meditasi (1976), hingga Tuhan Kita Begitu Dekat (2012).

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Rendi Widodo

Penyair Sufi Abdul Hadi WM Meninggal Di Usia 78 Tahun
Penyair Sufi Abdul Hadi WM Meninggal Di Usia 78 Tahun
Arsip foto. Penyair Prof. Dr. Abdul Hadi WM saat acara bedah buku novel berjudul Tarian Kabut di Balai Budaya, Jakarta. Antara Foto/Dodo Karundeng

JAKARTA - Abdul Hadi WM, penyair sekaligus budayawan senior meninggal dunia pada Jumat (19/1) dini hari. Pemikir dan tokoh sastra sufistik Indonesia itu pergi di usia 78 tahun.
 
Kabar meninggalnya Abdul Hadi dibagikan akun media sosial resmi Universitas Paramadina, almamater tempat Abdul Hadi berkiprah sebagai pengajar. Dalam unggahan duka cita, disebutkan sang penyair meninggal dikarenakan sakit.
 
“Telah berpulang ke rahmatullah, Prof. Dr. Abdul Hadi WM (78 tahun), Guru Besar Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina pada hari Jumat, 19 Januari 2024 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto dikarenakan sakit. Semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT dan mendapat tempat terbaik disisi-Nya. Aamin,” bunyi postingan Universitas Paramadina.
 
Kabar itu mengundang duka bagi banyak orang. Perginya guru besar di bidang filsafat dan seorang tokoh sastra sufistik yang bernas, menandai kehilangan besar bagi sastra dan budaya Indonesia.
 
Abdul Hadi WM, dalam peta kesusastraan Indonesia modern, termasuk tokoh pencerah, menyumbang banyak pemikiran penting tentang sastra, selain A. Teeuw dan Subagio Sastrowardoyo. Ia menulis banyak karya amatan sastra, di antaranya yang paling terkenal Kembali ke Akar, Kembali ke Sumber: Esai-Esai Sastra Profetik dan Sufistik (1999).
 
Abdul Hadi WM dikenal sebagai penyair yang dekat dengan tradisi sufistik. Tercermin dari karya-karyanya puisinya seperti Cermin (1975), Meditasi (1976), hingga Tuhan Kita Begitu Dekat (2012). Di samping itu, ia merupakan pengkaji sastra yang serius, terutama menyumbangkan sejumlah kajian penting tentang karya sastra sufi Indonesia dan tokoh utamanya Hamzah Fansuri.
 
Abdul Hadi WM terlahir di Sumenep, madura, 24 Juni 1946, tumbuh dari keluarga terdidik dengan ayah guru dan ibu seorang perempuan keturunan Mangkunegaran. Sejak kecil, Abdul Hadi telah mencolok sebagai seorang pembelajar yang tekun, dan memiliki ketertarikan besar pada sastra dan seni.
 
Setelah merampungkan masa pendidikan hingga mencapai tingkat sarjana di Universitas Gadjah Mada lalu berlanjut ke Universitas Padjajaran, kemudian mendalami filsafat di Jerman tahun 1970’an silam, Abdul Hadi mulai mengajar di Universitas Paramadina. Di tempat ini, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Falsafah dan Agama pada 2008.
 
Selama masa pendidikan, Abdul Hadi terlibat dalam banyak kegiatan seni dan budaya di luar lingkungan akademik. Ia tercatat pernah mengasuh Gema Mahasiswa, majalah Budaya Jaya, hingga menjadi redaktur Balai Pustaka.
 
Abdul Hadi sudah melahirkan sejumlah puisi sufistik di tahun 1970’an itu. Puisi-puisinya yang banyak bertema kesepian, kematian dan waktu, membuat karya-karyanya dilabeli sastra sufistik, dekat dengan tradisi tasawuf Islam. Secara kekaryaan, Abdul Hadi seringkali disandingkan dengan Taufik Ismail yang juga dikenal banyak mengolah tema-tema religi dalam puisi-puisinya.
 
Namun Abdul Hadi memiliki karakteristiknya yang berbeda, tersendiri dari penyair lain di generasinya. Ia dianggap pelopor, yang membuat munculnya banyak penyair generasi sesudahnya yang juga mengeksplorasi tema-tema sufistik.
 
Pengakuan kekaryaan Abdul Hadi termasuk penghargaan Majalah Horison, hadiah buku puisi terbaik Dewan Kesenian Jakarta, hingga Hadiah Seni dari pemerintah. Ia juga menerima Hadiah sastra ASEAN dari Putra Mahkota Thailand di Bangkok, atas salah satu buku puisinya, Tergantung Pada Angin (1983).
 
Di tahun 1980-an, nama Abdul Hadi sudah mentereng di skena sastra dan kebudayaan nasional berkat sejumlah karya-karya bernasnya, puisi hingga esai-esai sastra yang diakui. Ia sempat menjabat Ketua Dewan Kesenian Jakarta, menjadi anggota Lembaga Sensor Film, serta anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
 
Tak bisa diabaikan pula, Abdul Hadi termasuk salah satu yang ikut merintis lahirnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tahun 1960’an, bersama-sama dengan Amien Rais.
 
Abdul Hadi menggerakkan banyak hal di skena sastra Indonesia selama masa aktifnya berkiprah. Di antaranya menginisiasi Sastrawan Masuk Sekolah bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar serta Leon Agusta, di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar