c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

02 Oktober 2024

17:14 WIB

Penggunaan ‘Malam Panas’ Kunci Identitas Batik

Jadi, mohon maaf, tanpa memakai malam panas atau lilin panas, secarik kain tidak bisa disebut batik. Mungkin bisa disebut sebagai tekstil atau kain yang bermotif batik

<p>Penggunaan &lsquo;Malam Panas&rsquo; Kunci Identitas Batik</p>
<p>Penggunaan &lsquo;Malam Panas&rsquo; Kunci Identitas Batik</p>

Pemerhati sekaligus Motivator Batik Indra Tjahjani saat memberi keterangan kepada jurnalis di Jakarta, Rabu (2/10/2024). Antara/ Putri Hanifa

JAKARTA - Pemerhati sekaligus Motivator Batik Indra Tjahjani menyebutkan, sentuhan malam atau lilin panas, menjadi ciri khas dari sebuah batik. Setelah itu baru secarik kain digambar menggunakan canting maupun cap tembaga, hingga akhirnya dicelupkan ke dalam cairan pewarna.

Tanpa malam panas atau lilin panas, tidak bisa secarik kain disebut batik. 

"Jadi, kalau prosesnya membuat malam panas, kemudian menggunakan canting atau cap tembaga, dan kemudian dicelup, itu yang disebut batik. Jadi, mohon maaf, kalau tidak memakai malam panas, tidak disebut batik, mungkin tekstil atau kain yang bermotif batik," kata Indra saat konferensi pers Hari Batik Nasional yang diselenggarakan Tokopedia di Jakarta, Rabu (2/10).

Lebih lanjut, penggunaan malam panas adalah kunci dalam identitas batik, seperti yang diakui oleh UNESCO pada 30 September 2009, ketika batik resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Pengakuan tersebut diberikan, karena batik tidak hanya kaya akan keindahan visual, tetapi juga memiliki makna simbolis yang erat kaitannya dengan status sosial dan siklus kehidupan masyarakat Indonesia.

Dahulu, motif batik tertentu menunjukkan asal-usul seseorang, apakah ia berasal dari keluarga keraton, saudagar, petani, atau nelayan. Bahkan, motif batik juga digunakan dalam berbagai upacara adat, mulai dari kelahiran hingga kematian. Misalnya, motif Sido Asih dan Sido Mukti sering dipakai dalam pernikahan, dengan harapan agar pengantin hidup sejahtera dan penuh kasih sayang.

Selain itu, batik juga mencerminkan kearifan lokal dan identitas nasional. Namun, di era modern, batik sudah mulai menjadi bagian dari gaya hidup, dipakai sehari-hari sebagai simbol kebanggaan akan warisan budaya.

"Tetapi mungkin saat ini berubah, batik adalah gaya hidup, dan harus menjadi gaya hidup kita. Nanti setiap hari pakai batik, berbatik ria," ungkapnya.

Indra menyebut, peringatan Hari Batik Nasional setiap 2 Oktober menjadi momentum penting untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya melestarikan budaya. Dengan perkembangan teknologi, produk batik kini lebih mudah ditemukan melalui platform digital, pasalnya para perajin batik telah memanfaatkan e-commerce untuk menjual produk mereka.

Bagi generasi muda, batik juga tidak lagi dianggap kuno. Bahkan komunitas-komunitas pencinta kain tradisional mulai tumbuh di berbagai daerah untuk mengajak anak muda berkain dan menjadikan batik sebagai bagian dari keseharian. Hal tersebut menunjukkan bahwa batik bukan hanya merupakan warisan budaya, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai tren mode modern yang penuh makna.

Meski begitu, edukasi tetap diperlukan. Setidaknya, agar masyarakat memahami perbedaan antara batik tulis, batik cap, dan batik motif yang hanya dicetak secara digital.


Pengunjung melihat pameran imersif Bangga Berbatik di Jakarta, Rabu (2/10/2024). Pameran tersebut da lam rangka memperingati Hari Batik Nasional 2024. Sumber: Antara Foto/Rivan Awal Lingga 


Memahami Nilai Batik
Pada perayaan Hari Batik Nasional Rabu (2/10) ini, Museum Batik Indonesia mengajak para siswa memahami nilai-nilai batik yang berkelanjutan dengan memanfaatkan sekaligus menjaga kelestarian bahan-bahan batik yang ada di alam.

“Batik sebagai budaya berkelanjutan sejalan dengan pilar-pilar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), salah satunya pilar kebudayaan, dimana kita ingin melestarikan dan mengembangkan budaya batik secara inklusif serta berkelanjutan melalui edukasi kepada para siswa,” kata Direktur Utama TMII Intan Ayu Kartika di Museum Batik Indonesia, Jakarta, Rabu.

Ia mengungkapkan, salah satu tantangan utama dalam pelestarian batik yakni regenerasi pembatik muda. Sehingga, TMII melalui Museum Batik Indonesia terus berkolaborasi dengan sekolah-sekolah melalui berbagai program, termasuk berbagai aktivitas membatik sebagai upaya melestarikan warisan budaya tak benda.

“Misalnya ada program ke sekolah, kami juga memasukkan aktivitas-aktivitas di museum dan ada juga perayaan-perayaan atau event yang tujuannya untuk membantu meneruskan dan mengedukasi bahwa kita punya program-program, contohnya membatik tulis untuk siswa, yang sangat penting sebagai warisan budaya tak benda,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Bagian Umum Museum dan Cagar Budaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Brahmantara menyampaikan, pentingnya edukasi tentang batik kepada generasi Z sebagai garda depan pelestarian warisan budaya tersebut.

“Generasi Z saat ini yang akan berada di garda depan pelestarian tentu menjadi sasaran yang cukup penting dalam rangka melestarikan batik, maka melalui beberapa program edukasi yang menyenangkan, kami harapkan dapat memberikan minat kepada mereka,” ujar dia.

Sedangkan Penanggung Jawab Unit Museum Batik Indonesia Archangela Y. Aprianingrum mengemukakan, batik mempunyai relasi yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga rasa memiliki yang ada dalam diri masing-masing tentu sangat besar.

“Batik itu mempunyai relasi dengan kehidupan masyarakat, pasti semua di rumah minimal punya satu baju atau kain batik, kan? Jadi, ketika ada relasi bahwa mereka mempunyai rasa memiliki, pasti ada keinginan jangan sampai ini hilang dong, seperti itu sudah menjadi salah satu bentuk pelestarian,” kata Arum.

Ia menjelaskan, Museum Batik Indonesia terus membangun komunikasi dan mengedukasi masyarakat untuk ikut melestarikan batik sesuai dengan perannya masing-masing.

“Tidak harus jadi pembatik, seperti tadi yang ditampilkan dalam teater siswa yang memberi penjelasan perbedaan batik tulis dan batik printing. Peran apa saja, sesuai dengan kemampuannya, yang penting turut mendukung pelestarian batik di Indonesia,” tuturnya.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar