c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

03 Agustus 2021

19:01 WIB

Pengamen Ondel-ondel Dan Eksploitasi Ikon Budaya Betawi

Jangan sekedar ditertibkan, ada baiknya dilakukan pemberdayaan agar para pengamen bisa lebih memaknai budaya-budaya Betawi

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Satrio Wicaksono

Pengamen Ondel-ondel Dan Eksploitasi Ikon Budaya Betawi
Pengamen Ondel-ondel Dan Eksploitasi Ikon Budaya Betawi
Ondel-ondel. Antara foto/dok

JAKARTA – Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2017 memasukkan Ondel-Ondel sebagai satu dari delapan Ikon Budaya Betawi. Peraturan ini mengangkat status item kebudayaan tersebut menjadi sesuatu yang harus dilindungi dan dilestarikan.

Namun, sejak masuk sebagai ikon budaya itu pula, Ondel-ondel mulai marak dijadikan sebagai media mengamen di berbagai sudut Kota Jakarta. Fenomena ini umum terjadi di mana-mana, dan terus menjadi sorotan berbagai kalangan hingga hari ini.

Ada pro-kontra tentang pengamen Ondel-ondel. Sebagian kalangan menilai hal itu positif sebagai bagian dari pengenalan budaya Betawi. Namun, sebagian lagi berpendapat bahwa kehadiran pengamen Ondel-ondel di jalanan justru mereduksi makna kebudayaan itu sendiri, serta mengganggu ketertiban umum.

Sejauh ini, Pemerintah DKI Jakarta berada pada posisi kontra terhadap kehadiran pengamen Ondel-ondel di jalan-jalan Ibu Kota.

Pengamat budaya Betawi sekaligus Pamong Budaya DKI Jakarta, Syaiful Amri menilai, kehadiran Ondel-ondel di jalan-jalan raya sekadar mengeksploitasi ikon budaya. Ia mengkritik kehadiran para pengamen yang mengeksploitasi Ondel-ondel sedemikian rupa, tapi melupakan makna dan pakem ikon budaya tersebut.

“Saya awalnya menganggap itu melestarikan budaya. Namun lama-kelamaan, saya melihat kehadiran pengamen Ondel-ondel ini jadi ngawur,” ungkap Syaiful kepada Validnews, Selasa (3/8).

Pakem yang dilanggar para pengamen Ondel-ondel misalnya, dari penggunaan musik. Dalam pakem, jelas Syaiful, Ondel-ondel harus diiringi musik, bisa berupa rebana, tanjidor, boleh pakai gambang kromong.

“Tapi ternyata Ondel-ondel yang ngamen itu tidak sama sekali memakai pakem itu, mereka pakai musiknya itu dari kaset,” jelas pria yang akrab disapa Bang Ipul ini.

Pakem lain termasuk kelengkapan busana pada Ondel-ondel, yang seharusnya memakai alas kaki atau sepatu, namun seringkali hanya pengamen jalanan hanya nyeker di jalanan. Selain itu, Ondel-ondel juga memiliki pakem harus ditampilkan berpasangan, yaitu pria dan wanita. Hal ini kerap kali diabaikan oleh para pengamen di jalanan.

Syaiful mengaku sudah melakukan pendataan bersama para pegiat di Lembaga Kebudayaan Betawi tentang para pengamen Ondel-ondel di Ibu Kota. Dari situ didapatkan fakta bahwa rata-rata pengamen Ondel-ondel tersebut bukanlah seniman. Mereka murni kelompok yang memanfaatkan ikon budaya sebagai alat mengamen.

Menurut Syaiful, pola penyebaran para pengamen Ondel-ondel di jalanan Ibu Kota banyak yang digerakkan oleh juragan pemilik Ondel-ondel. Juragan inilah yang menyebarkan orang-orang untuk membawakan Ondel-ondelnya untuk mengamen ke jalan, dengan motif yang sepenuhnya terkait ekonomi.

“Ini memanfaatkan. Kebetulan menjadi sebuah ikon, dimanfaatkan orang-orang tidak bertanggung jawab. Ini saya lihat buat minta-minta saja, bukan untuk berkesenian,” kata dosen Prodi Seni Teater Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini.

Maka itu, Syaiful berharap ada solusi yang spesifik untuk persoalan keberadaan pengamen Ondel-ondel di jalan. Menurutnya, apa yang dilakukan pengamen Ondel-ondel tidak terkait dengan pelestarian budaya Betawi. Namun, keberadaan mereka juga tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena para pengamen tersebut hanya berusaha mencari penghidupan.

Ia memandang perlunya pemberdayaan kepada para pengamen Ondel-ondel, tak hanya sekadar penertiban atau razia jalanan. Pemberdayaan dan fasilitasi, itu diperlukan agar para pengamen ini bisa mendapatkan tempat, sekaligus bisa belajar mengenai pakem dan filosofi ikon budaya yang dikenakan tersebut.

Ondel-ondel sendiri melambangkan filosofi yang luhur, yaitu kekuatan yang memelihara ketertiban dan keamanan, tegar, berani, jujur, tegas dan anti manipulasi. Nilai-nilai luhur itu seharusnya dipahami para seniman, masyarakat Betawi, termasuk pengamen Ondel-ondel di jalanan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar