11 Desember 2024
09:03 WIB
Pengakuan UNESCO Pas Dengan Urgensi Pelestarian Reog Ponorogo
Pertunjukan reog waktu ke waktu semakin berkurang jumlahnya karena semakin banyaknya pilihan untuk pertunjukan musik modern yang dianggap lebih praktis dan murah.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Rendi Widodo
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon berpose di atas Dadak Merak reog Ponorogo. Dok. Menteri Kebudayaan
JAKARTA - Reog Ponorogo resmi diakui sebagai warisan budaya takbenda dunia dari Indonesia oleh UNESCO. Lewat sidang komite UNESCO di Paraguay pada 3 Desember lalu, reog menjadi elemen warisan budaya Indonesia ke-14 yang diinkripsi ke dalam daftar WBTb UNESCO.
Pengakuan UNESCO tentunya membawa kebanggan bagi Indonesia, sebagai salah satu negara dengan potensi budaya terbesar di dunia. Namun pengakuan itu juga bermakna dorongan pelestarian warisan kesenian rakyat Ponorogo tersebut.
Perlu diketahui, reog diinkripsi dalam kategori Urgent Safeguarding List of the Intangible Cultural Heritage. Dengan kata lain, elemen budaya satu ini diinkripsi UNESCO sebagai warisan yang memerlukan pelestarian perlindungan mendesak. Mengapa begitu?
UNESCO menyoroti soal pelestarian ekosistem seni pertunjukan reog yang telah hidup di masyarakat sejak berabad-abad lalu, namun kini menghadapi ancaman keberlanjutan. Meski di permukaan, reog tampak masih populer, namun ada banyak sisi di dalam ekosistem keseniannya yang memerlukan perhatian dan tindak pelestarian.
Dalam catatan UNESCO, pertunjukan reog waktu ke waktu semakin berkurang jumlahnya karena semakin banyaknya pilihan untuk pertunjukan musik modern yang dianggap lebih praktis dan murah. Meski masyarakat dan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga kesenian ini, termasuk dengan mewariskannya melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal.
“Namun, proses pelestarian ini belum berjalan sesuai harapan karena semakin sulitnya menemukan maestro Reog. Selain itu, generasi muda menganggap tari ini kurang menarik dan lebih memilih mempelajari seni kontemporer,” tulis komite di laman resmi UNESCO, dikutip Sabtu (7/12).
Situasi begitu membuat pewarisan pengetahuan dan keterampilan terkait kesenian reog Ponorogo pun relatif kurang. UNESCO dalam hal ini menyoroti adanya situasi yang membahayakan kesenian reog Ponorogo dan kriya terkait.
Sebagaimana diketahui, Indonesia tahun ini mencatatkan tiga elemen warisan budaya di UNESCO. Reog Ponorogo menjadi satu-satunya elemen yang diinkripsi dalam kategori Urgent Safeguarding List. Sementara dua lainya, yaitu kebaya dan kolintang, masing-masing diinkripsi dalam kategori Representative List dan Extension Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Komitmen Pelestarian
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, dalam pesan virtual yang disampaikan di hadapan anggota komite dan delegasi UNESCO di Paraguay, menyatakan bahwa inskripsi Reog Ponorogo menjadi momen penting bagi Indonesia dalam upaya pelestarian. Reog adalah seni budaya tradisional yang berakar kuat pada nilai-nilai lokal dan semangat gotong royong.
"Masuknya Reog Ponorogo sebagai sebuah representasi kekayaan warisan budaya Indonesia, yang memadukan keberanian, solidaritas, dan keindahan tradisi lokal ke dalam daftar WBTb UNESCO merupakan kebanggaan sekaligus pengingat tanggung jawab kolektif kita untuk menjaga dan mewariskannya kepada generasi mendatang," ujar Fadli.
Fadli pun menyebut adanya tantangan pelestarian seni tradisional ini di era modern. Dia menegaskan bahwa inskripsi ini merupakan pengakuan internasional atas kekayaan budaya Indonesia sekaligus seruan untuk melestarikannya di tengah tantangan globalisasi dan modernisasi.
Menurut menteri, saat ini pemerintah bersama komunitas lokal telah melakukan berbagai upaya melestarikan Reog Ponorogo, mulai dari mendokumentasikan, mempromosikan, hingga mengintegrasikannya ke dalam pendidikan formal, informal, dan nonformal.
“Reog Ponorogo adalah kebanggaan kita, dan tugas kita adalah memastikan seni ini terus hidup dan menginspirasi generasi mendatang," tutup Menteri Kebudayaan.