03 Desember 2024
13:48 WIB
Pengajuan Warisan Budaya Refleksikan Semangat Pelestarian Dan Diplomasi
Tiga warisan budaya takbenda Indonesia yang diajukan ke UNESCO, Reog Ponorogo, Kebaya dan Kolintang, sebagai refleksi semangat pelestarian sekaligus penguatan diplomasi budaya Indonesia.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon memberikan sambutan secara virtual dalam Sidang Komite ke-19 UNESCO yang berlangsung di Paraguay, Selasa (3/12). Sumber foto: Kementerian Kebudayaan.
JAKARTA – Indonesia resmi mengajukan tiga warisan budaya takbenda ke UNESCO tahun ini. Tiga warisan tersebut akan disidangkan di forum pertemuan UNESCO, Sidang ke-19 Komite untuk Perlindungan Takbenda yang berlangsung tiga hari pada 3-5 Desember di Paraguay.
Tiga warisan budaya takbenda Indonesia yang diajukan ke UNESCO yakni Reog Ponorogo yang didaftarkan untuk kategori Urgent Safeguarding List, Kebaya di kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity, serta Kolintang di kategori Extension Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon mengatakan, pengajuan tiga warisan budaya takbenda ini merefleksikan semangat pelestarian sekaligus penguatan diplomasi budaya Indonesia di pergaulan antarbangsa. Fadli pun menegaskan komitmen Indonesia dalam perlindungan warisan budaya takbenda sebagai bagian dari upaya memperkuat dialog, perdamaian, dan kerja sama global.
"Atas nama Republik Indonesia, kami menyampaikan rasa terima kasih kepada UNESCO dan Paraguay atas penyelenggaraan pertemuan penting ini. Meskipun jarak memisahkan kita, apresiasi bersama terhadap budaya dan warisan menyatukan kita sebagai sarana kerja sama, dialog, dan promosi nilai-nilai universal perdamaian,” ungkap Menteri Kebudayaan, Fadli Zon melalui pidato virtual untuk Sidang UNESCO.
Di forum dunia tersebut, Fadli mengurai tentang kualitas keberagaman Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau, 2.400 kelompok etnis, dan 720 bahasa daerah. Lanskap itu menurutnya, merupakan contoh nyata dari keragaman budaya yang hidup. Melalui prinsip Bhinneka Tunggal Ika, katanya, Indonesia terus mendorong pelestarian budaya yang memperkuat persatuan di tengah perbedaan.
Tak hanya berkenaan dengan ekspresi budaya, Fadli mengetengahkan gagasan tentang warisan budaya sebagai bagian dari solusi atas berbagai tantangan era mutakhir. Warisan masa lalu yang penuh dengan kearifan, termasuk di dalamnya gagasan ideal tentang relasi manusia dengan alam, menurut dia bisa menjadi instrumen kehidupan masa kini untuk menjawab berbagai tantangan nyata, termasuk di antaranya tantangan krisis iklim.
"Warisan budaya takbenda bukan hanya peninggalan masa lalu, melainkan bukti ketangguhan dan persatuan manusia yang relevan dengan tantangan dunia modern, termasuk perubahan iklim, konflik, urbanisasi, dan kemajuan teknologi," tambah Fadli.
Indonesia hingga kini telah mendaftarkan lebih dari 2.000 elemen dalam Inventarisasi Nasional Warisan Budaya Takbenda dan 13 elemen dalam daftar UNESCO, dengan tambahan tiga elemen baru yang akan disahkan dalam sidang ini. Dalam sambutannya di Sidang UNESCO, Fadli juga menyatakan komitmen pemerintah Indonesia untuk berpartisipasi dalam pencalonan anggota Komite Antar Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda di UNESCO untuk periode 2026–2030.
Fadli menyatakan harapannya agar forum UNESCO menjadi momentum untuk memprioritaskan pelindungan warisan budaya takbenda dalam agenda nasional dan internasional. Dia berharap, melalui upaya diplomasi budaya Indonesia, dapat terwujud kerja sama global dalam menjaga keberlanjutan budaya bagi generasi mendatang sehingga dapat menciptakan dunia yang lebih inklusif dan berkelanjutan.