07 November 2024
19:44 WIB
Peneliti Temukan Kandungan Mikroplastik Pada Sapi Di Wilayah TPA
Jenis polimer terbanyak ditemukan dari sampel adalah Polietilena tereftalat (PET), Polivinil klorida (PVC), Ethylene vinyl acetate (EVA) serta polipropilena (PP) di sampel jeroan dan darah dan daging
Ilustrasi sapi pemakan sampah di Desa Bayu, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Senin (4/11/2019). Antara Aceh/Ampelsa
JAKARTA- Peneliti dari Gita Pertiwi menemukan konsentrasi mikroplastik di bagian tubuh sapi yang digembalakan di wilayah tempat pembuangan akhir (TPA). Oleh karena itu, penggembalaan sapi di wilayah sekitar TPA demi mengurangi sampah organik, perlu dihentikan.
Itsnainingrum Sekar Wijaya, Project Development Office Gita Pertiwi dalam diskusi daring dipantau dari Jakarta, Kamis (7/11) mengatakan hal tersebut. Ia menyatakan, pihaknya bersama Nexus3 Foundation serta beberapa universitas mengadakan riset pada dua sapi dari TPA Jatibarang dan TPA Putri Cempo di Jawa Tengah terkait dampak sapi digembalakan di TPA pada 2023.
"Mikroplastik yang ada pada sapi ditemukan dan lebih banyak pada darah dan jeroan di dua sapi di dua TPA tersebut. Konsentrasinya lebih banyak di TPA Jatibarang daripada TPA Putri Cempo," katanya.
Mereka menemukan jenis polimer terbanyak ditemukan dari kedua sampel tersebut adalah Polietilena tereftalat (PET). Sedangkan untuk jenis Polivinil klorida (PVC) dan nilon cukup mendominasi di bagian darah dan daging sampel sapi TPA Jatibarang. Sementara untuk sapi TPA Putri Cempo, selain PET terdapat juga jenis ethylene vinyl acetate (EVA) serta polipropilena (PP) di sampel jeroan dan darah.
Indikasi itu menunjukkan, penggembalaan hewan ternak seperti sapi di wilayah TPA menimbulkan isu baru, karena satwa itu dapat terkontaminasi kandungan berbahaya seperti mikroplastik. Praktik penggembalaan itu juga tidak memberikan keuntungan secara ekonomi, karena sapi tersebut memiliki nilai jual yang lebih rendah.
Dalam diskusi yang sama, Analytical and Environmental Chemist Nexus3 Foundation Bonusa Huda mengatakan, selain mikroplastik, juga ditemukan polutan organik persisten (POPs) dalam sampel sapi-sapi tersebut melebihi ambang batas. POPs adalah polutan berbahaya yang dapat bertahan lama di lingkungan, dihasilkan salah satunya dari pembakaran tidak sempurna dari sampah plastik.
"Penggembalaan ternak akan lebih baik memang tidak di dalam TPA karena ketika penggembalaan sapi di dalam TPA akan memiliki risiko kontaminasi POPs pada sapi itu sendiri," ujarnya.
Hanya Imbauan
Isu sapi pemakan sampah, sejatinya sudah lama beredar di masyarakat, namun belum banyak ada tindakan dari pemerintah. Beberapa waktu lalu, Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dispangtan) Kota Surakarta pun hanya mengimbau masyarakat agar mewaspadai sapi pemakan sampah yang diperjualbelikan menjelang Idul Adha 2024.
"Sejauh ini sifatnya masih imbauan, kami tidak bisa melarang karena belum ada aturannya," kata Kepala Dispangtan Kota Surakarta Eko Nugroho Isbandijarso di sela pemeriksaan hewan di Surakarta, Jawa Tengah, jelang Idul Adha 2024 silam.
Ia mengakui sejauh ini masih ada peternak yang menjual sapi pemakan sampah. Meskipun demikian, tidak dapat terdeteksi seberapa banyak sapi pemakan sampah yang dijual oleh peternak.
"Kita ketahui sapi sampah tidak begitu sehat dibandingkan sapi umum yang diberikan makan sapi konvensional, ada beberapa yang sudah melakukan penelitian, memang sapi sampah itu mengandung timbal relatif di atas ambang batas," tuturnya.
Ia mengatakan, sesuai dengan aturan maka kandungan timbal tidak boleh lebih dari 1 ppm. "Kalau pengaruhnya usai mengkonsumsi itu tidak secara langsung. Baru akumulasi beberapa tahun," ujarnya.
Sementara itu, kata dia, secara fisik sapi pemakan sampah dengan sapi yang mengkonsumsi makanan konvensional tidak dapat dibedakan. Meskipun demikian, perbedaannya dapat diketahui dari kotoran yang dihasilkan oleh sapi tersebut.
"Kotorannya berbeda, kalau sapi rumput warnanya kehijauan dan teksturnya kakas (kering), kalau sapi yang makan sampah warnanya kehitaman dan teksturnya encer," jelasnya.