19 Februari 2024
20:16 WIB
JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pemerintah mengkaji, maraknya fenomena ibadah umrah, yang berangkat secara mandiri atau backpacker. Bamsoet mengatakan pengkajian itu dapat dilakukan Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU).
"Tentu adanya beberapa kemungkinan, di antaranya tingginya biaya umrah lewat penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU)," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (19/2).
Ia mengingatkan, Pasal 86 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menyatakan, perjalanan umrah harus melalui PPIU. "Diketahui belum ada regulasi yang secara khusus mengatur soal itu," ujarnya.
Bamsoet juga mendorong Ditjen PHU Kemenag untuk segera menyusun peraturan pemerintah (PP), yang akan menjadi dasar pelarangan ibadah umrah secara mandiri. Pemerintah juga nantinya harus menjelaskan pentingnya aturan itu, antara lain jika melaksanakan umrah secara mandiri, tidak ada jaminan keselamatan bagi jemaah di Tanah Suci, khususnya bagi jemaah yang belum pernah ada pengalaman ke Arab Saudi.
Selain itu, Bamsoet juga meminta Kemenag untuk mengusut siapa yang memberikan perizinan umrah secara mandiri atau backpacker. Hal itu penting, agar tidak menjadi pelanggaran prosedur yang sudah ditetapkan Pemerintah Arab Saudi.
"Kami mendorong pemerintah untuk mengimbau seluruh pihak, utamanya bagi jemaah, bahwasanya kebijakan visa Arab Saudi yang membolehkan visa turis untuk umrah, cenderung bertentangan dengan regulasi di Indonesia," tuturnya.
Dia berharap, kesadaran masyarakat tentang kepastian perjalanan, yakni proses umrah wajib diberangkatkan oleh PPIU. Hal ini untuk menghindari kerugian yang lebih besar, dan adanya korban-korban lain yang terabaikan, karena tergiur dengan harga murah dan tidak terjamin keamanannya.
Penawaran Di Medsos
Sebelumnya, Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Daerah Istimewa Yogyakarta mengaku sudah mencegah aktivitas penawaran umrah non-prosedural, seperti umrah mandiri atau umrah backpacker di media sosial. Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kanwil Kemenag DIY Aidy Johansyah di Yogyakarta beberapa waktu lalu mengatakan, penyisiran melalui platform media sosial rencananya akan dilakukan bersama Polda DIY.
"Kami akan sisir karena khawatir merugikan masyarakat. Karena biasanya di media sosial, kami mungkin akan kerja sama dengan Polda DIY untuk (pengawasan) siber-nya," kata dia.
Umrah non prosedural tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) resmi seperti umrah mandiri atau umrah backpacker, lanjutnya, memiliki risiko serta merugikan masyarakat yang hendak beribadah di Tanah Suci.
Selain tidak ada perlindungan, masyarakat yang berangkat dengan cara backpacker berisiko telantar saat tiba di Arab Saudi karena seluruhnya dilakukan secara mandiri. "Misalnya dia sakit di sana bagaimana, atau ketika dia berangkat di sana ditelantarkan, banyak masalah sebenarnya umrah backpacker, itu yang tidak kami harapkan terjadi," kata dia.
Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, kata Aidy, juga telah melarang setiap orang yang tanpa hak sebagai PPIU, mengumpulkan dan atau memberangkatkan jamaah umrah.
"Kalau umrah backpacker itu dikoordinir oleh penyelenggara yang tidak punya izin maka bisa dikenakan pasal pidana," tuturnya.
Meski demikian, Aidy mengklaim hingga saat ini belum ada laporan jamaah umrah asal DIY yang berangkat ke tanah suci dengan cara backpacker. Sepanjang 2022, dia memastikan tidak kurang 20 ribu jamaah umrah asal DIY berangkat ke Tanah Suci seluruhnya melalui PPIU resmi.
Selain mencegah penawaran atau promosi umrah backpacker, Kanwil Kemenag DIY juga masih mengintensifkan pengawasan terhadap biro perjalanan umrah dan haji khusus ilegal yang kemungkinan masih ada di provinsi itu.
Sinkronisasi Aturan
Kementerian Agama (Kemenag) sendiri, sejatinya sudah berencana mensinkronkan aturan dengan regulasi di Arab Saudi, soal umrah mandiri atau backpacker yang belakangan menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk pergi ke Tanah Suci.
"Kita akan sinkronkan peraturan yang ada di kita dan yang ada di Kerajaan Saudi Arabia, karena gak bisa sepihak. Peraturan kita belum tentu compatible dengan peraturan yang ada di Kerajaan Arab Saudi," ujar Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.
Yaqut mengatakan, selama ini tidak ada larangan bagi masyarakat yang ingin menunaikan umrah secara mandiri tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Tetapi yang patut dipertimbangkan saat akan umrah backpacker yakni tak ada jaminan kesehatan dan keselamatan. Masyarakat harus menanggung sendiri apabila mengalami kendala saat perjalanan.
Di sisi lain, kata dia, Pemerintah Arab Saudi juga saat ini tengah gencar mempromosikan wisata demi mewujudkan visi Saudi 2030, sehingga mereka membuka siapa saja untuk berkunjung ke Saudi.
"Bahwa intinya Pemerintah Saudi Arabia ingin semua orang yang masuk ke negerinya, baik itu kepentingan haji dan umrah, bisnis, wisata, dan kepentingan lain itu terjamin keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan," kata Yaqut.
Yaqut bercerita umrah backpacker ini juga ternyata dilakukan oleh seorang temannya. Namun temannya tersebut sudah mengetahui prosesi ibadah, akomodasi, dan transportasi. Sehingga, hal tersebut tak menjadi soal.
Berbeda dengan masyarakat lain yang belum pernah pergi ke Arab Saudi. Mereka kemungkinan akan kebingungan baik dari sisi prosesi ibadah, transportasi, dan akomodasi. Karena itu, Yaqut tetap mengimbau masyarakat yang akan pergi umrah untuk menggunakan jasa Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), utamanya yang telah terdaftar di Kemenag.
"Sehingga kalau ada apa-apa pemerintah bisa ikut memberikan perlindungan secara cepat," ucapnya.