c

Selamat

Senin, 17 November 2025

KULTURA

06 September 2024

08:22 WIB

Pelestarian Mangrove Lewat Ekowisata Di Bali

Di Kabupaten Jembrana, Bali. Desa Budeng yang memiliki sejarah panjang dan memegang kuat tradisi lokal ini memiliki kawasan mangrove puluhan hektar sebagai upaya pelestarian lewat ekowisata.

Penulis: Gemma Fitri Purbaya

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Pelestarian Mangrove Lewat Ekowisata Di Bali</p>
<p>Pelestarian Mangrove Lewat Ekowisata Di Bali</p>

Kawasan Mangrove di Desa Budeng. Foto: Pesisir Lestari

JAKARTA - Sebagai ekosistem penyimpan karbon, mangrove atau bakau memainkan peran strategis sebagai solusi berbasis alam untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Mangrove bahkan menyimpan hingga dua sampai 10 kali lebih banyak karbon dibanding hutan.

Mangrove juga menawarkan berbagai manfaat langsung dan tidak langsung, seperti penyediaan makanan, perlindungan pantai, habitat pembibitan, siklus nutrisi, hingga ekowisata. Melihat potensi berlimpah tersebut, sebuah desa di Bali pun melestarikan mangrove melalui kegiatan ekowisata.

Desa Budeng namanya, terletak di Kabupaten Jembrana, Bali. Desa yang memiliki sejarah panjang dan memegang kuat tradisi lokal ini memiliki kawasan mangrove seluas 89,39 Ha. Dari keseluruhan luasan tersebut, 25 Ha dikelola dan dikembangkan oleh Kelompok Tani Hutan Wana Mertha.

Penanaman mangrove sendiri sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2007. Namun baru pada 2011 pengelolaannya dimulai oleh KTH Wana Mertha.

"KTH Wana Mertha mengelola kawasan mangrove di desa Budeng dengan tiga fokus utama, yaitu ekowisata, hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan silvofishery sebagai bentuk pelestarian mangrove," kata Ketua KTH Wana Mertha Desa Budeng I Putu Madiasa dalam keterangannya.

Salah satu bentuk pemanfaatan kawasan mangrove sebagai lokasi ekowisata yang berbasis kuliner, mereka mendirikan Warung Mangrove di 2021. Warung Mangrove menawarkan suasana makan yang unik dengan pemandangan hutan mangrove dan menyajikan beragam menu yang berasal dari hasil tangkapan masyarakat yang dimasak oleh kelompok perempuan desa Budeng.

Di Warung Mangrove, KTH memasarkan produk-produk HHBK miliknya, seperti Teh Donju, Keripik Mangrove, dan Pil Mangrove. Ketiga produk tersebut masih berskala rumah tangga dan diproduksi bersama masyarakat sekitar dengan memanfaatkan daun dan buah mangrove. Kehadiran warung ini memiliki perang penting bagi keberlanjutan pelestarian mangrove di desa Budeng.

Kawasan mangrove di Budeng juga kaya akan biota seperti ikan, udang, kepiting bakau, kerang, dan masih banyak lagi. Warga desa Budeng dan sekitarnya datang menangkap dan mengumpulkannya untuk dijual dan dikonsumsi. Hasil tangkapan tersebut juga memenuhi kebutuhan Warung Mangrove dalam melengkapi menu-menu yang mereka tawarkan.

"Dengan adanya hutan mangrove saat ini, kami merasa terlindungi. Kami dapat kembali merasakan hasil tangkapan biota seperti udang, kepiting, dan lainnya secara ekonomi," Sekretaris KTH Wana Mertha Desa Budeng I Kadek Sudiarsa menimpali.

Dari sisi legalitas, NGO lokal Pesisir Lestari melakukan advokasi dan peningkatan kapasitas bagi KTH untuk dapat mengajukan status hutan mangrove di desa Budeng menjadi Hutan Desa di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Dengan diperolehnya status Hutan Desa, masyarakat akan memiliki hak pemanfaatan atas hutan miliknya dan melanjutkan pengelolaannya berdasarkan nilai-nilai ekologi dan tradisi yang sudah diturunkan dari pendahulunya. Diharapkan pelestarian hutan mangrove di desa Budeng bisa tetap terjaga.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar