18 Agustus 2025
11:06 WIB
Paternal Postpartum Depression, Saat Ayah Juga Alami Baby Blues
Gejala baby blues pada ayah tak selalu muncul dalam bentuk kesedihan atau tangisan yang kerap terlihat pada ibu, tapi sering kali tampak melalui kemarahan, mudah tersinggung, atau perilaku agresif.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Andesta Herli Wijaya
Ilustrasi seorang ayah dengan bayi. Sumber foto: Freepik.
JAKARTA - Selama ini, pembicaraan tentang baby blues dan depresi pasca melahirkan hampir selalu identik dengan ibu. Hal itu memang wajar, mengingat tubuh ibu mengalami perubahan besar selama kehamilan hingga persalinan yang kemudian berlanjut pada penyesuaian hormon dan tuntutan merawat bayi.
Namun, di balik sorotan besar terhadap ibu, ada sisi lain yang jarang dibicarakan yakni ayah juga bisa mengalami hal serupa. Fenomena ini dikenal dengan istilah paternal postpartum depression (PPD) atau depresi pasca melahirkan pada ayah.
Melansir laman Cleveland Clinic, kondisi ini bukanlah hal yang langka. Penelitian yang dimuat dalam Journal of the American Medical Association bahkan menyebutkan, sekitar 10% ayah mengalami depresi sebelum atau sesudah kelahiran anaknya.
Yang membuatnya sulit dikenali adalah gejala pada pria tidak selalu muncul dalam bentuk kesedihan atau tangisan sebagaimana kerap terlihat pada ibu. Depresi pada pria sering kali tampak melalui kemarahan, mudah tersinggung, atau perilaku agresif.
Tak jarang kondisi tersebut disalahartikan sebagai perubahan karakter menjadi lebih pemarah setelah seorang pria menjadi ayah. Padahal, di balik itu bisa tersimpan perasaan frustrasi, putus asa, kehilangan minat pada pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari, hingga kecenderungan menarik diri dari keluarga dan teman.
Dalam kasus yang lebih berat, ayah bisa merasa sangat kewalahan, kehabisan energi, bahkan muncul pikiran untuk menyakiti diri sendiri.
Menurut Psikolog Adam Borland, pentingnya pemahaman bahwa depresi pasca melahirkan pada ayah tidak ada kaitannya dengan rasa cinta terhadap bayi, pasangan, atau kehidupan barunya. Kondisi ini lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan fisik dan mental di masa transisi menjadi orang tua.
"Kadar testosteron pria bisa menurun setelah kelahiran anak. Diduga, hal ini merupakan mekanisme alami untuk membantu ayah lebih mudah terikat dengan bayinya. Namun, penurunan hormon tersebut juga dapat memunculkan gejala yang mirip dengan depresi," ujar Borland.
Di luar faktor biologis, terdapat pula pemicu lain yang memperbesar risiko seorang ayah mengalami PPD. Sebagian merasa tersisih karena ikatan antara ibu dan bayi biasanya terbentuk lebih cepat, sementara mereka membutuhkan waktu lebih lama.
Tanggung jawab sebagai pencari nafkah juga menambah beban, apalagi dengan kebutuhan finansial yang meningkat setelah kehadiran anak. Ditambah lagi, ada ekspektasi sosial yang menuntut seorang ayah baru untuk selalu tampak bahagia.
Saat perasaan itu tak muncul, sebagian ayah justru merasa bersalah atau menganggap dirinya gagal. Kurang tidur akibat begadang merawat bayi pun memperburuk kondisi mental.
Baca juga: Banyak Yang Belum Tahu, Ini Ragam Manfaat Yoga untuk Pria
Pria dengan riwayat depresi atau yang pasangannya juga mengalami depresi pasca melahirkan, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami hal serupa. Meski demikian, kabar baiknya adalah kondisi ini bisa diatasi.
Salah satu cara sederhana adalah menjaga gaya hidup tetap sehat. Dengan begitu, pikiran lebih terjaga, stres berkurang, dan hati pun terasa lebih tenang.
"Sama pentingnya dengan ibu, ayah perlu berani membuka diri, berbicara dengan pasangan, keluarga, atau teman dekat yang bisa mendengar tanpa menghakimi," tegas Borland.
Apabila gejala berlangsung lebih dari dua hingga tiga minggu, langkah terbaik adalah segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Dengan mendapatkan pendampingan medis maupun psikologis, seorang ayah dapat pulih dan menjalani peran barunya dengan lebih tenang.