c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

12 Maret 2025

17:52 WIB

Para Penyanyi Ajukan Uji Materi 5 Pasal UU Hak Cipta ke MK

Pengajuan uji materi UU Hak Cipta oleh penyanyi yang tergabung dalam gerakan VISI merespons dinamika pelaksanaan hukum hak cipta belakangan ini.

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Rendi Widodo

<p>Para Penyanyi Ajukan Uji Materi 5 Pasal UU Hak Cipta ke MK</p>
<p>Para Penyanyi Ajukan Uji Materi 5 Pasal UU Hak Cipta ke MK</p>

Ilustrasi notasi musik. Unsplash

JAKARTA - Sebanyak 29 penyanyi yang tergabung dalam gerakan Vibrasi  Suara Indonesia atau VISI resmi mengajukan pengujian materiil Undang Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Mereka menyoroti lima pasal spesifik terkait lisensi, izin penggunaan lagu hingga definisi pengguna lagu dalam UU tersebut.

Para penyanyi yang maju sebagai pemohon termasuk Armand Maulana, Ariel NOAH, Judika, Vina Panduwinata, Bunga Citra Lestari hingga generasi baru seperti Nadin Amizah dan Bernadya. Permohonan uji materi oleh para penyanyi terdaftar ke MK per tanggal 7 Maret 2025, dengan nomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.

Pengajuan uji materi UU Hak Cipta oleh penyanyi yang tergabung dalam gerakan VISI merespons dinamika pelaksanaan hukum hak cipta belakangan ini yang berkembang menjadi polemik bahkan sengketa hukum.

Terutama, kasus kasus Agnez Mo dengan pencipta lagu Ari Bias yang berujung sengketa di pengadilan, dengan hasil Agnez Mo didenda Rp1,5 miliar atas penggunaan lagu ciptaan Ari Bias.

Ditambah lagi gerakan sebagian pencipta lagu dalam Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia atau AKSI yang belakangan kerap menyuarakan berbagai gagasan tak populer terkait hukum hak cipta, termasuk ihwal penggunaan lagu atas izin pencipta serta penarikan royalti secara langsung.

VISI, wadah yang menjadi corong gerakan bersama para penyanyi, melalui akun Instagram, mengumumkan bahwa pengajuan uji materi merupakan upaya lanjutan dari manifesto para penyanyi sebelumnya yang merespon situasi polemik lisensi dan royalti akhir-akhir ini. Para penyanyi meminta peran negara untuk memberikan kepastian hukum, agar tak lagi muncul sengketa antara sesama pelaku industri terkait hak cipta.

“Secara garis besar, hal-hal yang ingin kami pastikan adalah sebagai berikut: apakah untuk performing rights harus izin langsung dari pencipta lagu?” tulis VISI, dikutip Rabu (12/3).

Secara garis besar, melalui permohonan uji materi ke MK, para penyanyi ingin memastikan empat hal, yaitu terkait izin penggunaan lagu, definisi pengguna lagu, status keabsahan sistem lisensi langsung di wilayah performing rights, hingga kejelasan soal kategori wanprestasi pembayaran royalti apakah termasuk pidana atau perdata.

Dalam dokumen permohonan para penyanyi ke MK, mereka menyoroti lima pasal yang lazim menjadi area perdebatan di antara berbagai pelaku industri musik akhir-akhir ini. Mulai dari Pasal 9 ayat (3) yang memuat larangan penggunaan lagu tanpa izin pencipta, yang selama ini kerap dijadikan dasar argumen bagi pencipta menyatakan larangan penggunaan atas lagu-lagu mereka.

Para penyanyi meminta MK untuk menegaskan Pasal 9 ayat (3) memerhatikan pengecualian untuk penggunaan dalam pertunjukan sebagaimana dinyatakan Pasal 23 ayat (5). Dua pasal tersebut dianggap tak bisa dimaknai terpisah dalam memeriksa praktik pemanfaatan lagu di ranah pertunjukan atau di wilayah performing rights.

Poin lainnya dalam Petitum para penyanyi menyoroti praktik lisensi langsung yang belakangan nyaring disuarakan dan juga telah banyak dipraktikkan oleh para pencipta. Pencipta dalam prinsip ini dianggap berhak melarang atau mengizinkan penggunaan lagu untuk suatu pertunjukan tanpa melalui LMK, dengan dasar hukum bertolak pada Pasal 81 UU Hak Cipta.

Pada poin ini, para penyanyi meminta MK menegaskan keterkaitan Pasal 81 dengan keseluruhan ayat pada Pasal 87 yang menjelaskan tentang mekanisme lisensi dan royalti di wilayah pertunjukan musik melalui LMK.

Pasal kelima yang disoroti para penyanyi yaitu Pasal 113 ayat (2) yang merujuk pada sebagian poin dalam Pasal 9. Petitum itu meminta MK menyatakan ketentuan huruf f dalam Pasal 113 ayat (2)—yang merujuk ketentuan huruf f pasal 9 ayat (1) tentang pertunjukan Ciptaan—sebagai tidak sah atau inkonstitusional.

Pasal 113 adalah pasal tentang hukuman atas pelanggaran hak cipta. Pasal ini menyatakan pelanggaran bisa dikenakan pidana penjara paling lama 3 tahun, atau denda paling banyak Rp500 juta. Dengan kata lain, penyanyi meminta MK untuk membatalkan ketentuan huruf f yang dirujuk pasal tersebut, karena menilai pertunjukan berada di wilayah performing rights yang sudah memiliki mekanisme lisensi melalui LMK.

Melalui uji materi terhadap lima pasal sorotan tersebut, para penyanyi berharap muncul kepastian hukum terkait penggunaan lagu ciptaan, khususnya di wilayah pertunjukan musik.

“Langkah ini kami harap dapat menjadi penengah untuk membuat situasi lebih terang benderang,” tulis VISI.

“Sejatinya yang kami tuju adalah kesejahteraan bersama, tanpa adanya satu pihak pun yang dikesampingkan. Semoga dengan satu visi kita dapat bergerak bersama menuju masa depan yang lebih baik,” lanjut para penyanyi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar