04 Desember 2024
12:52 WIB
Pakan Rumput Laut Mampu Turunkan Emisi Gas Metana Dari Peternakan Sapi
Mengubah apa yang dimakan sapi-sapi ternak ternyata juga dapat mengubah apa yang keluar dari perut mereka.
Editor: Rendi Widodo
Petugas menyuntikkan vaksin ke sapi ternak. Antara Foto/Sulthony Hasanuddin
JAKARTA - Sendawa sapi ternak dan perut kembung mereka adalah ancaman lingkungan yang nyata. Gas yang dilepaskan oleh sapi menghasilkan gas rumah kaca (metana) yang lebih kuat 28% dari karbon dioksida dalam memerangkap panas di atmosfer.
Namun, mengubah apa yang dimakan sapi-sapi ternak ini ternyata dapat mengubah apa yang keluar dari perut mereka.
Dikutip dari Popsci, menurut sebuah studi baru, memberi ternak sapi dengan makanan suplemen rumput laut dalam bentuk pelet mengurangi emisi metana mereka hingga 40% tanpa memengaruhi kesehatan atau berat badannya. Temuan ini dirinci dalam sebuah penelitian yang diterbitkan 2 Desember di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).
Memberi makan dan memelihara ternak menyumbang sekitar 14,5% dari emisi gas rumah kaca global. Baik kentut sapi dan sendawa menghasilkan metana. Namun, 97% dari semua gas metana dari seekor sapi sebenarnya dilepaskan dengan bersendawa.
Pada bulan Juni, Denmark menjadi negara pertama yang menerapkan pajak pertanian atas perut kembung sapi sebesar US$43 (Rp680 ribu) per ton metana atas emisi dari ternak termasuk babi dan sapi.
Diet tinggi serat dari biji-bijian dapat membuat perut sapi ternak benar-benar dipenuhi gas. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa memberi rumput laut pada sapi ternak mengurangi emisi metana sebesar 82% dan memberikannya kepada sapi perah menguranginya lebih dari 50%. Di Amerika Serikat saja, ada 9 juta sapi perah dan lebih dari 64 juta sapi ternak potong.
"Sapi potong hanya menghabiskan sekitar tiga bulan di tempat penggemukan dan menghabiskan sebagian besar hidup mereka merumput di padang rumput dan memproduksi metana," kata Ermias Kebreab, ahli biologi di University of California.
Menurut Kebreab, pemberian makan harian sapi yang dipelihara di padang rumput biasanya lebih sulit daripada sapi yang di kandang feedlot atau sapi perah karena mereka merumput jauh dari peternakan untuk jangka waktu yang lebih lama.
Dalam studi baru, para peneliti menggunakan campuran ras sapi potong Angus dan Wagyu. Tim membagi 24 sapi jantan muda yang dikebiri menjadi dua kelompok.
Satu kelompok menerima suplemen rumput laut sementara yang lain tidak. Mereka melakukan percobaan 10 minggu di sebuah peternakan. Meskipun ternak sedang merumput, mereka tetap memakan suplemen rumput laut secara sukarela. Pola makan sukarela sapi ini saja sudah menurunkan emisi metana hampir 40%.
"Metode ini membuka jalan untuk membuat suplemen rumput laut mudah tersedia untuk hewan gembala," kata Kebreab.
Pertanian peternakan dengan sistem penggembalaan besar, sering kali ada di daerah yang rentan terhadap perubahan iklim. Para peneliti menyarankan bahwa menggunakan suplemen rumput laut seperti yang ada dalam penelitian ini bisa menjadi salah satu cara untuk membuat penggembalaan sapi lebih baik bagi lingkungan.
Secara biaya, memberi makan rumput laut pada sapi ternak mungkin terasa lebih mahal dan membawanya ke skala besar masih membutuhkan waktu. Namun, pilihan pakan ini sangat menjanjikan bagi penurunan dampak lingkungan dari peternakan sapi.