c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

29 Oktober 2025

21:00 WIB

Pakaian Berbahan Polyster Dan Bahaya Mikroplastik

Industri fesyen menjadi salah satu penyumbang polusi terbesar di dunia, termasuk cemaran mikroplastik dari bahan polyster. 

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Pakaian Berbahan Polyster Dan Bahaya Mikroplastik</p>
<p>Pakaian Berbahan Polyster Dan Bahaya Mikroplastik</p>

 Limbah Kain. Sumber foto: Antara foto.

JAKARTA - Di tengah maraknya isu pencemaran dan bahaya mikroplastik, ternyata limbah atau sampah pakaian juga turut menjadi penyumbang. Karenanya, diharapkan masyarakat semakin bijak dalam memilih berbusana.

Pendiri dan Direktur Kreatif Sejauh Mata Memandang, Chitra Subyakto mengatakan, sampah pakaian menjadi salah satu penyumbang polusi terbesar di dunia. Dikatakan, salah satu bahan pakaian yang mengandung mikroplastik, yakni polyester. 

Dijelaskan, bahan itu banyak dijadikan sebagai pakaian olahraga atau piyama, karena memiliki sifat tidak mudah lecak dan awet untuk digunakan.

"Banyak sekali efek atau dampak dari pakaian polyester ini dan kita sebagai masyarakat harus peduli dan paham akan dampak dari benda-benda yang kita konsumsi dan kita pakai," katanya, seperti dikutip dari Antara, Rabu (29/10).

Maka dari itu, ia mengajak masyarakat agar lebih peduli terhadap bahan pakaian atau kain yang digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Salah satu caranya yakni dengan membaca dan mencari informasi lebih lanjut terkait dengan jenis kain yang akan dipakai.

Selain itu, diimbau juga agar tidak terburu-buru dalam membuang pakaian. Ia menilai, akan jauh lebih baik jika barang-barang itu dirawat dengan baik atau diolah menjadi produk yang menarik untuk dipakai kembali, misalnya dijadikan tas ataupun sarung bantal.

Meski demikian, tandasnya, saat ini industri fesyen tengah berfokus pada keberlanjutan lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari proses pengolahan limbah pakaian yang melalui proses cukup panjang.

Dikatakan, Sejauh Mata Memandang telah menjalin kerja sama dengan Ecotouch di Bandung, Jawa Barat, untuk melakukan proses pemotongan kain, pencopotan kancing, ritsleting sampai dengan menjadikan sampah itu sebagai benang yang siap pakai.

"Kita berusaha bagaimana prosesnya panjang, bukan daur ulang, bukan proses yang terbaik, tapi harus dilakukan karena sampah pakaian itu terlalu banyak menumpuk di TPA, TPS, sungai, dan laut," katanya.

Chitra mengingatkan, masalah mikroplastik dapat memengaruhi kehidupan 8 miliar manusia yang hidup di Bumi. Dengan demikian, setiap pihak diminta agar tidak abai dan mulai meningkatkan kepedulian pada lingkungan sekitar.

Sebelumnya, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova menyampaikan, penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di Jakarta.

"Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka. Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain," ia menjelaskan.

Peneliti menemukan rata-rata 15 partikel mikroplastik per meter persegi area per hari pada sampel air hujan di kawasan pesisir Jakarta.

Menurut Reza, hal ini terjadi karena siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer. Mikroplastik yang terbawa angin turun kembali bersama air hujan. Guna menekan polusi mikroplastik dan risiko paparannya, penggunaan produk plastik harus diminimalkan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar