c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

20 November 2024

11:04 WIB

Overclaim Rusak Kepercayaan Konsumen Terhadap Kosmetik Lokal

Overclaim bisa didefinisikan sebagai klaim produk tanpa dasar ilmiah, seperti misalnya “memutihkan kulit dalam tiga hari”.

Penulis: Arief Tirtana

<p><em>Overclaim&nbsp;</em>Rusak Kepercayaan Konsumen Terhadap Kosmetik Lokal</p>
<p><em>Overclaim&nbsp;</em>Rusak Kepercayaan Konsumen Terhadap Kosmetik Lokal</p>

Ilustrasi palet make up. Pixabay

JAKARTA - Dalam beberapa tahun ke belakang ini, banyak muncul merek kosmetik lokal yang bisa bersaing dengan merek kosmetik impor yang bahkan sudah punya nama besar sejak lama.

Meski demikian, masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi oleh sejumlah kosmetik lokal yang mulai bisa mengambil tempat di mata konsumen, salah satu yang paling signifikan misalnya hadir dari fenomena overclaim.

Overclaim bisa didefinisikan sebagai klaim produk tanpa dasar ilmiah, seperti misalnya “memutihkan kulit dalam tiga hari” atau “mengencangkan kulit dalam satu kali pemakaian”.

Saat klaim seperti itu dikeluarkan oleh sejumlah merek kosmetik lokal, maka akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap produk kosmetik lokal. Bahkan ke merek kosmetik lokal yang tidak mengeluarkan klaim seperti itu sekalipun.

Deputi 2 Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Mohamad Kashuri, mengakui adanya dampak signifikan dari overclaim tersebut terhadap kepercayaan masyarakat ke merek atau produk kosmetik lokal secara luas. Dan itu secara langsung justru akan menghadirkan keuntungan ke produk kosmetik impor.

Namun ia juga menjelaskan bahwa masih terdapat salah kaprah terhadap pengertian overclaim itu sendiri. Di mana menurut penjelasannya, overclaim dalam hal ini bukanlah tentang ketidaksesuaian kadar bahan atau kandungan sebuah produk kosmetik, dengan komposisi yang didaftarkan ke BPOM.

"Jika kadarnya tidak sesuai dengan yang dicantumkan, maka bukan termasuk dalam kategori overclaim. Namun termasuk produk yang tidak sesuai dengan komposisi yang didaftarkan," terang Mohamad Kashuri.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa di BPOM sendiri sebenarnya sudah ada regulasi terkait klaim kosmetik, diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 22 Tahun 2022. dalam aturan itu, semua klaim produk harus didukung oleh data ilmiah dan uji klinis yang valid sebelum mendapatkan izin edar. BPOM juga menegaskan pentingnya pengawasan pasca-pasar untuk memastikan produk yang telah beredar tetap memenuhi standar.
 
"Maka dari itu, dibutuhkan kolaborasi mulai dari industri atau pelaku usaha, masyarakat, hingga akademisi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh akademisi adalah membantu mencerdaskan masyarakat Indonesia," kata Kashuri.

Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Farmasi Unpad Prof. Dr. apt. Ajeng Diantini, M.Si., juga menegaskan bahwa di tengah perkembangan industri kosmetik yang semakin pesat, penting untuk memastikan kosmetik yang digunakan sudah aman dan sesuai dengan klaim khasiatnya.

Sebab menurutnya, dalam sebuah lingkungan industri yang semakin maju, pasti ada saja pelaku usaha yang berbuat kecurangan untuk menarik konsumen. Karena itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memilih produk kosmetik yang aman dan sesuai dengan klaim yang teruji secara ilmiah, juga harus terus dilakukan.

Situasi tersebut lah yang akhirnya mendorong Fakultas Farmasi Unpad untuk terus berupaya dalam memfasilitasi dan berkontribusi dalam kemajuan industri kosmetik saat ini, baik melalui program pendidikan maupun program masyarakat.

Ajeng meyakinkan bahwa pihaknya akan terus berkomitmen untuk mendukung pengawasan dan pengembangan industri kosmetik di Indonesia melalui edukasi, riset, dan kolaborasi antara akademisi, industri, dan masyarakat. Termasuk terus melakukan berbagai aktivitas pemeriksaan terhadap kosmetik yang beredar di pasaran, yang biasa dilakukan oleh industri. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar