c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

03 Agustus 2023

09:02 WIB

Oppenheimer Belum Tayang Di Jepang; Soal Distribusi Atau Sensitivitas?

Sudah hampir dua pekan Oppenheimer tayang global, tapi belum juga dirilis di Jepang. Apakah film ini akan membuka luka lama masyarakat Jepang, atau sebatas strategi distribusi?

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Satrio Wicaksono

Oppenheimer Belum Tayang Di Jepang; Soal Distribusi Atau Sensitivitas?
Oppenheimer Belum Tayang Di Jepang; Soal Distribusi Atau Sensitivitas?
Cillian Murphy berakting dalam film Oppenheimer (2023). Sumber: Universal Pictures

JAKARTA - Film Oppenheimer telah meraih minat penonton di seluruh dunia. Memasuki pekan kedua penayangannya secara global, epik sejarah dari sutradara Christopher Nolan ini mendominasi box office di berbagai negara.

Namun, Oppenheimer belum dirilis di Jepang. Toho-Towa, distributor film Hollywood terbesar di Jepang, hingga kini belum mengumumkan tanggal rilis untuk film tersebut.

Tak diketahui pasti alasan belum dirilisnya Oppenheimer di negeri Sakura. Namun berbagai narasi berkembang liar belakangan, mengaitkan isi film dengan trauma sejarah masyarakat Jepang.

Seperti diketahui, J. Robert Oppenheimer, sosok yang digambarkan dalam film Nolan, adalah pemimpin Proyek Manhattan, proyek pengembangan bom nuklir yang kelak meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945, menewaskan ratusan ribu penduduk.

Asumsi itu tak bisa sepenuhnya dipertanggungjawabkan. Jika melihat sejarah industri bioskop Jepang selama ini, minim akan sensor atas film-film barat, khususnya sensor yang bermuatan politik. Bahkan beberapa film yang memuat peristiwa perang dunia II, seperti Letters from Iwo Jima dan Flags of Our Fathers, diterima dengan hangat di negara tersebut.

Jika terjadi pelarangan penayangan, biasanya lebih karena alasan lain, semisal pelarangan adegan yang vulgar, serta cerita yang dianggap tidak sejalan dengan budaya warga Jepang.

Selain itu, industri film dan anime dalam negeri itu sendiri juga tak pernah alergi dengan cerita tentang nuklir ataupun perang dunia kedua. Ada banyak film dan anime yang telah mengangkat dua hal tersebut ke layar lebar sepanjang sejarah industri film Jepang.

Fakta penting lainnya, keterbukaan Jepang akan film-film blockbuster Amerika telah menjadikan negara itu sebagai pasar terbesar ketiga untuk Hollywood, setelah China dan Amerika Utara.

Barbie, fitur pesaing utama Oppenheimer di box office global, telah mendapatkan tanggal tayang pada 11 Agustus 2023 di negara tersebut, sebagaimana diberitakan BBC, dilansir Rabu (2/8).

Fitur besar lainnya, Mission: Impossible - Dead Reckoning Part One, telah tayang sejak beberapa lama di Jepang dan kini memuncaki box office negara tersebut.

Dengan kata lain, narasi yang menyebutkan Oppenheimer berpotensi membuka luka lama masyarakat Jepang, perlu dicerna kembali. Atau, apa yang membuat luka lama itu bisa terbuka kembali?

Masalah Lain: ‘Barbenheimer’

Baru-baru ini, Warner Bros selaku distributor Barbie meminta maaf secara publik atas berkembangnya meme ‘Barbenheimer’. Meme ini merupakan perayaan dari penggemar, menyambut perilisan dua film besar di tanggal yang bersamaan, 21 Juli 2023, yaitu Barbie dan Oppenheimer. 

Media sosial resmi film Barbie ikut berpartisipasi dalam keriuhan meme tersebut.

Beberapa meme tampak menampilkan Margot Robbie dengan gaya rambut awan jamur--gambaran awan letusan bom nuklir. Gambar lainya yang banyak disorot netizen Jepang, termasuk meme yang menampilkan pemeran Robert Oppenheimer, Cillian Murphy, menggendong Margot Robbie, dengan latar belakang kota yang terbakar--gambaran kerusakan akibat bom.

Kritik dilontarkan secara resmi oleh kantor Warner Bros Jepang untuk kantor pusat di AS, menyesalkan bahwa akun resmi kantor pusat ikut bereaksi terhadap posting media sosial penggemar 'Barbenheimer'."

Warner Bros As mengatakan kepada BBC bahwa pihaknya meminta maaf atas keterlibatan tersebut.

“Warner Bros menyesali keterlibatan media sosialnya yang tidak sensitif baru-baru ini. Studio menawarkan permintaan maaf yang tulus,” bunyi keterangan mereka.

Yang jadi masalah dalam konteks ini adalah kehadiran meme itu bisa dimaknai sebagai tindakan tak simpatik bagi sejarah Jepang. Menyatukan gambaran dunia komedi fantasi Barbie dengan imajinasi tentang sejarah penuh luka yang membayang lewat Oppenheimer, dianggap menyepelekan luka sejarah tersebut.

Strategi Distribusi

Kasus ‘Barbinheimer’ bisa memberi gambaran tentang apa yang dianggap masalah dan apa yang tidak di Jepang. Alih-alih mempermasalahkan Oppenheimer, publik di sana justru lebih bermasalah atas kurangnya sensitivitas dunia dalam perayaan Barbie.

Sudut pandang lain untuk membicarakan nasib Oppenheimer di Jepang yaitu dari sudut bisnis, dalam hal ini strategi promosi dan distribusi yang dijalankan di negara tersebut.

Sebagaimana diuraikan di atas, Jepang relatif terbuka dengan beragam isi cerita dalam film, tak terkecuali yang menyinggung sejarah di negara tersebut. Namun, Jepang juga terkenal memiliki cara yang mencolok dalam pengaturan kalender perilisan di wilayah tersebut.

Lazim terjadi di Jepang, film-film besar Hollywood dirilis lama setelah perilisan global. John Wick 4, misalnya, dirilis setengah tahun sejak pertama kali film itu dirilis di Amerika Utara tahun lalu.

Seturut laporan The Japan Times, perhatian saat momen libur musim panas di Jepang cenderung tertuju pada film-film yang ramah bagi semua kalangan usia. Termasuk yang menjadi hit populer saat ini yaitu animasi The Boy and the Heron yang dirilis pada 14 Juli lalu.

Sementara untuk film-film ‘serius’ termasuk yang semacam Oppenheimer, seringkali diproyeksikan untuk tayang di musim gugur. Distributor Jepang cenderung menunggu hingga musim gugur dan musim dingin untuk merilis film serius.

Pertimbangan lainnya bagi distributor di negara tersebut juga berkaitan dengan potensi penghargaan film. Film dari sutradara terkenal dengan potensi penghargaan besar, termasuk yang didengungkan untuk Academy Awards, kadang tayang seturut momentum penghargaan yang mengitari suatu film.

Film Korea, Parasite, misalnya yang tayang perdana di Festival Film Cannes pada Mei 2019, ditayangkan di Jepang pada 10 Januari 2020, sebulan sebelum film tersebut diumumkan memenangkan empat Oscar.

Strategi distribusi yang khas itu, bisa jadi juga direncanakan untuk Oppenheimer. Tapi bisa jadi pula tidak jika memperhatikan momentum nasional Jepang saat ini.

Awal Agustus ini, tepatnya tanggal 6 dan 9, Jepang dalam momentum memperingati bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Momentum itu tentu diperingati dengan hikmat oleh publik di sana, terutama mereka yang tumbuh dari keluarga penyintas.

Nah, apa jadinya jika distributor menayangkan film tentang proyek bom atom yang digunakan untuk menimbulkan peristiwa yang kini diperingati. Bukan soal menguak luka lama, tapi dalam hal ini, secara bisnis, selera distributor akan dipertanyakan.

Jadi, nasib Oppenheimer di Jepang, tergantung bisnis atau isu sensitivitas sejarah?


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar