Nelayan tradisional sebagian besar masih memakai kapal tradisional yang tidak memiliki peneduh sehingga rawan terkena heat stroke di tengah cuaca terik di laut.
Ocean Pulse Smart Vest. Dok. Unair
JAKARTA - Panasnya suhu laut pada siang hari dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh secara drastis sehingga memunculkan risiko terjadinya heat stroke, yang bisa berujung pada pingsan, kejang, bahkan sampai mengalami pendarahan.
Hal ini sering kali masih menjadi ancaman bagi nelayan tradisional yang ada di Indonesia. Pasalnya, nelayan tradisional sebagian besar masih memakai kapal tradisional yang tidak memiliki peneduh. Akibatnya, rawan terkena heat stroke di tengah cuaca terik di laut.
Masih banyaknya kasus heat stroke yang terjadi pada nelayan tradisional yang melaut pada siang hari tersebut, membuat empat mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya berinisiatif membuat sebuah produk inovasi yang dinamakan Ocean Pulse Smart Vest.
Produk ini merupakan sebuah rompi pelampung pintar yang dapat memberikan sensasi dingin bagi pemakainya. Pas digunakan oleh nelayan untuk meminimalkan risiko heat stroke saat melaut pada siang hari.
Rompi pintar yang dikembangkan oleh Ririn Dwi Antari, Istighfar Rohmah, Fidella Rachmadiana Azra, dan Daniswara Zahra Anindita ini memiliki cara kerja otomatis dengan mengandalkan sensor pendingin termoelektrik, peltier. Oleh sebab itu, saat dikenakan, sensor yang tertanam pada rompi akan bisa mendeteksi jika ada kenaikan suhu di sekitar. Apabila suhu mencapai 38°C, sensor akan secara otomatis mengaktifkan peltier untuk melepaskan sensasi dingin.
Menariknya lagi, peltier pada Ocean Pulse Smart Vest didesain dengan kemampuan menggunakan energi matahari melalui panel surya. Dengan demikian, dapat digunakan secara berkelanjutan tanpa perlu mengganti peltier secara berkala.
Meski demikian, Istighfar Rohmah menjelaskan, memang masih ada sedikit kekurangan pada rompi pintar buatan mereka ini, yakni bahwa peltier yang digunakan masih kerap menyebabkan adanya efek kejut listrik saat mengeluarkan sensasi dingin, akibat adanya perbedaan arus listrik.
Karena itulah, mahasiswa yang akrab disapa Fafa itu mengaku bahwa ia dan timnya masih akan berusaha mengurangi efek kejut listrik ini pada rompi pintarnya supaya dapat nelayan pakai dengan nyaman. Serta menambahkan lapisan tahan air agar tetap bisa digunakan sebagai pelampung.
Selain itu, masalah juga ada pada biaya pembuatan Ocean Pulse Smart Vest yang masih relatif mahal. Sehingga masih relatif sulit juga untuk dipasarkan secara luas ke nelayan tradisional.
"Meskipun memang sasarannya nelayan, kami masih belum bisa menjual pada nelayan karena biaya pembuatannya yang cukup besar. Untuk dapat menekan harga, kami masih mencari sponsor dan stakeholder untuk dapat bekerja sam. Sehingga dapat menurunkan harga jual dan dapat dibeli oleh nelayan tradisional," kata Fafa.
Di luar memang masih ada kekurangan, inovasi Ocean Pulse Smart Vest dari mahasiswa Unair ini sudah mendapatkan pengakuan internasional, seiring keberhasilannya menyabet medali perak dalam kategori teknologi di ajang Second International Youth Summit di Kuala Lumpur, Malaysia pada Minggu (10/11) lalu.