21 Agustus 2023
13:16 WIB
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA - Djakarta Internasional Theater Platform (DITP) 2023 ditutup dengan penampilan teater “New Illusion”. Sebuah persembahan unik dari unit teater asal Jepang, Chelfitsch, pimpinan sutradara Toshiki Okada.
Ditampilkan dalam sesi preview di ruang teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Sabtu (19/8), “New Illusion” tampak memikat. Pertunjukan ini menyuguhkan apa yang belum pernah ditampilkan dalam teater selama ini, yaitu teater yang sepenuhnya dipresentasikan dalam format gambar bergerak.
Dua buah layar dipasang di tengah-tengah panggung yang minim pencahayaan. Lalu dua aktor, seorang pria dan seorang wanita, muncul di layar tersebut dan segera menjejalkan cerita kepada penonton.
Tanpa adegan-adegan yang mencolok, keduanya mulai bercerita. Dari situ, penonton segera tahu bahwa dua orang tersebut adalah sepasang aktor yang baru saja menyelesaikan sebuah penampilan teater.
Keduanya saling berbicara, tentang hari-hari mereka saat berada dalam sebuah drama yang dipentaskan sehari sebelumnya. Kehidupan fiktif itu diceritakan dengan begitu emosional, seolah-olah kehidupan nyata mereka.
Si wanita bercerita tentang sofa, set dalam drama yang telah usai dimainkan, yang menjadi tempat kesukaannya. Juga tentang jendela, tempat ia waktu sore suka memandang ke arah luar yang lapang. Sementara si laki-laki bercerita tentang kursi kayu tempat ia biasa duduk sambil bersantai ataupun membaca buku-buku revolusioner.
Selebihnya, kedua aktor bertutur tentang banyak hal: tentang hidup, kehendak bebas, hingga perubahan dunia. Monolog-monolog yang dibawakan terasa begitu mengalir, membicarakan hal sehari-hari, tapi dengan perspektif yang begitu mendasar dan mengundang refleksi.
Sesekali mereka merenung, tentang betapa idealnya kehidupan dalam fiksi itu, yang mereka sukai melebihi dunia di kehidupan nyata mereka.
Lewat cerita atau tuturan dua aktor penonton diajak untuk membayangkan set ruang tempat mereka hidup, dalam drama yang telah dipentaskan. Dari sini, penonton segera menangkap citra yang aneh atau absurd dari pertunjukan tersebut.
Alih-alih membawakan kisah secara langsung lewat penampilan di layar, “New Illusion” malah mengajak penonton untuk menghidupkan imajinasi tentang cerita atau drama tersebut. Dua aktor yang hadir, dalam konteks ini tak menjadi subjek cerita, namun mengambil posisi layaknya narator, meski dengan sudut pandang orang pertama.
Pada titik ini, penonton menyadari paling tidak dua hal mencolok yang menandai karakter pertunjukan Chelfitsch di atas panggung. Pertama, teater dihadirkan dalam layar, format gambar bergerak, tanpa kehadiran aktor secara langsung. Dan yang kedua yaitu kisah dihadirkan secara tak langsung, melainkan dengan pola ‘cerita dalam cerita’.
Agaknya itulah yang dimaksud ‘New Illusion’ yang dijadikan judul pertunjukan ini. Lapis-lapis ilusi yang disajikan, membuat penonton sulit mengidentifikasi mana yang nyata, mana yang fiksi. Garis antara realitas dan ilusi dikaburkan dalam pertunjukan ini.
Lapisan ilusi itu bertambah tebal ketika kedua aktor justru menunjukkan kesadaran akan ruang dan waktu pertunjukan. Keduanya menyadari bahwa dunia drama yang diceritakan, telah usai dan set telah dibongkar tak bersisa. Namun, dalam menyadari itu, keduanya juga sadar bahwa saat ini pun, keduanya sedang berakting di panggung.
Lapis-lapis ilusi itu akhirnya mengacaukan bangunan kesadaran penonton akan realitas pertunjukan. Kini semakin tak jelas konteks realitas panggung, mana yang nyata, mana yang palsu?
Dengan begitu, pertunjukan yang sedang diproyeksikan lewat layar di satu sisi adalah realitas panggung. Tapi ada realitas lainnya yang juga muncul bersamaan, realitas dalam kisah yang dituturkan kedua aktor, realitas masa lalu yang justru terasa lebih ‘berdenyut’ daripada realitas masa kini yang sedang dipanggungkan.
Jadi, apa yang hendak ditunjukkan di pentas “New Illusion” kali ini? Agaknya penonton yang berhak untuk menjawab.
Teater Citra: EIZO Theater
Sebagai sebuah karya, “New Illusion” adalah bagian dari penjelajahan kreatif yang belum selesai dari Chelfitsch dan sutradara Toshiki Okada. Pertunjukan ini adalah proyek pertama dari Toshiki Okada yang mengedepankan konsep pertunjukan dalam gambar bergerak, teater yang memanfaatkan ‘citra’ untuk menggantikan kehadiran nyata.
Proyek eksplorasi kreatif ini dinamakan oleh Toshiki Ikada sebagai “EIZO-Theater” atau teater dengan visual gambar bergerak. Ia menggandeng videografer Shimpei Yamada untuk membuat pertunjukan ini.
EIZO-Theater, menurut Toshiki, adalah sebuah upaya menghadirkan ‘ilusi baru’. Ruang fiksi yang diproyeksikan ke layar dan ruang nyata teater saling hadir bersamaan dan pada akhirnya saling ‘mengganggu’, sehingga penonton tak lagi menyadari batas antara realitas dan fiksi. Masa kini dan masa lalu, serta keberadaan dan ketidakhadiran tumpang-tindih di atas panggung.
Penjelajahan Toshiki, sejatinya berangkat dari pertanyaan paling mendasar tentang apa itu teater. Dan sebagaimana yang mungkin dipahami oleh banyak pelaku teater, esensinya teater itu adalah fiksi. Nilai fiksi inilah yang dipertahankan Toshiki.
Selebihnya, segala konvensi yang melekat pada teater modern, ditanggalkan begitu saja. Termasuk soal kehadiran fisik pelaku yang selama ini kadung dianggap sebagai unsur kunci dalam sebuah peristiwa teater.
“Itu dasar dalam kita berkarya. Menurut saya ini masih konsep yang dalam tahap yang sangat dini sekali. Saya tidak menganggap konsep ini sebagai konsep yang sempurna dan masih banyak yang harus diperbaiki kedepan,” terang Toshiki tentang proyek kreatifnya, dalam sesi diskusi daring yang digelar DKJ beberapa waktu lalu.
Produser Megumi Mizuno, ditemui usai sesi media preview di Salihara, Sabtu lalu mengatakan bahwa dalam konteks teater hari ini, EIZO-Theater adalah sebuah bentuk eksperimentasi yang khas, bahkan pionir untuk bentuk seperti yang ditampilkan tersebut.
Di samping menanggalkan konvensi teater yang ada, EIZO-Theater juga sebuah proyek yang menunjukkan karakter khas seni kontemporer: mengeliminir batas-batas disiplin seni. Tak ada lagi kotak-kotak antara sinema, seni rupa hingga teater.
“New Illusion” ditampilkan untuk publik pada Minggu (20/8) di ruang pertunjukan Salihara, Pasar Minggu Jakarta Selatan. Menilik unggahan informasi di media sosial Dewan Kesenian Jakarta, pertunjukan ini tampaknya sukses menjaring minat publik dengan tiket terjual habis sebelum waktu pertunjukan.