05 November 2025
13:41 WIB
Mewaspadai Aritmia Pemicu Kematian Mendadak Pada Usia Muda
Gangguan irama jantung atau aritmia termasuk salah satu penyebab kematian mendadak di usia muda di seluruh dunia.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Ilustrasi jantung. Shutterstock/Komsan Loonprom
JAKARTA- Kasus kematian mendadak di usia muda kerap dikaitkan dengan serangan jantung dengan faktor risiko kolesterol hingga darah tinggi. Padahal, banyak di antara kasus itu secara spesifik merupakan efek langsung dari gangguan irama jantung atau aritmia.
Menurut pakar, aritmia menjadi salah satu pemicu umum kematian mendadak di usia muda. Sekitar 1 dari 100 orang di dunia terkena aritmia, menurut data yang diungkap Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Kardiologi Intervensi di RS Premier Bintaro dr. Beny Hartono, Sp.JP, Subsp.KI(K), FIHA, FAPSC.
"Kasus kematian mendadak pada usia muda sering kali disebabkan oleh gangguan irama jantung, bukan serangan jantung. Insidennya mencapai 50–100 kasus per 100.000 populasi," ungkap dr. Beny Hartono dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Selasa (4/11), dikutip dari Antara.
Aritmia terjadi ketika detak jantung bekerja tidak normal; bisa terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan sehingga mengganggu pasokan darah ke organ vital. Jika tidak ditangani segera, kondisi itu dapat memicu henti jantung mendadak.
Beny menjelaskan ada tiga jenis utama aritmia, yaitu bradikardia, takikardia dan fibrilasi atrium. Bradikardia ditandai dengan detak jantung kurang dari 60 kali per menit dan umumnya ditangani dengan alat pacu jantung untuk menstimulasi aktivitas listrik. Sementara takikardia terjadi saat jantung berdetak lebih dari 100–150 kali per menit sehingga jantung hanya bergetar tanpa memompa darah dan membutuhkan tindakan defibrilasi atau kejutan listrik.
Jenis lainnya, fibrilasi atrium, merupakan bentuk aritmia yang paling sering dan berbahaya karena menyebabkan detak jantung tidak teratur dan darah menggumpal di ruang jantung.
"Fibrilasi atrium ini yang paling kita takutkan karena bisa menyebabkan stroke berat atau kematian," ujar Beny.
Baca juga: Mengenal Gejala Aritmia Sejak Dini Sebelum Terlambat
Penanganan aritmia dapat dilakukan dengan kateter ablasi, yakni memasukkan kateter kecil ke dalam jantung untuk menghancurkan sumber gangguan listrik, atau penutupan kuping jantung guna mencegah terbentuknya bekuan darah.
Sementara itu, Spesialis Neurologi RS Premier Bintaro dr. Meidianie Camellia, Sp.N dalam kesempatan sama membicarakan stroke sebagai salah satu penyakit yang bisa timbul karena gangguan jantung. Otak membutuhkan sekitar 20 persen aliran darah tubuh untuk bekerja optimal, sehingga gangguan sedikit saja dapat menyebabkan kerusakan permanen.
"Sekitar 90 persen faktor risiko stroke bersumber dari gaya hidup, seperti merokok, pola makan tinggi garam dan lemak, stres, kurang tidur, dan minim aktivitas fisik," kata dia.
Kedua dokter tersebut mengingatkan pentingnya pola hidup sehat, pemeriksaan rutin, dan pelatihan CPR sebagai langkah pencegahan dini terhadap risiko jantung dan stroke atau strok.