05 Desember 2022
14:25 WIB
Penulis: Arief Tirtana
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Jumlah Generasi Z atau Gen Z dalam sebuah perusahaan saat ini mungkin belum terlalu banyak. Namun seiring waktu, jumlah mereka pasti akan semakin banyak dan semakin berperan penting dalam sebuah perusahaan.
Sayangnya, Gen Z diyakini masih memiliki sejumlah masalah yang harus bisa diantisipasi para pemimpin perusahaan. Sebab sebagai generasi yang dilahirkan dan dibesarkan di tengah gempuran media sosial dan pesatnya teknologi, mereka kerap dibekap perasaan terisolasi.
Apa lagi diperparah dengan situasi pandemi, serta badai PHK beberapa tahun belakangan dan ancaman resesi tahun depan, membuat mereka semakin kesepian dan membutuhkan dukungan perusahaan sepenuhnya agar dapat berkontribusi secara optimal.
Director of Graduate Program Universitas Prasetiya Mulya, Achmad Setyo Hadi misalnya mengatakan, bahwa sebagai generasi digital yang mahir dan gandrung akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer, Gen Z cenderung memilih platform yang lebih bersifat privasi dan tak permanen.
Generasi yang lahir di lahir pada periode 1996-2009 itu dikenal lebih mandiri serta menempatkan uang dan pekerjaan dalam daftar prioritas.
Lebih lanjut, Setyo menilai Gen Z cenderung kurang suka berkomunikasi secara verbal, egosentris, dan individualis. Mereka juga tertarik memegang beberapa posisi sekaligus dalam perusahaan, jika itu bisa mempercepat kenaikan karier.
"Jadi tantangannya sekarang, bagaimana Gen X dan Gen Y harus (melakukan) rekonstruksi sosialnya untuk memahami Gen Z. Demikian juga, kelak Gen Z harus mau merekonstruksi untuk menghadapi generasi Alpha, Beta, dan seterusnya," terang Setyo dalam acara HR Talk 2022 dengan tema "A Framework for Leveraging the Uniqueness of the Generation Z di Jakarta akhir pekan lalu.
Gen Z Mencari Keseimbangan
Dalam kesempatan yang sama, HR Manager PT Global Urban Esensial & HR Operations Manager, Dexa Medica (Member Dexa Group) Friska Finalia Sitohang mengungkapkan bahwa ada perbedaan mendasar antara Gen X, Gen Y, dan Gen Z yang bekerja di perusahaannya dari sisi karakteristik.
Menurut penilaiannya, Gen X biasanya lebih mencari keseimbangan antara kehidupan dan nilai dari organisasi atau work life balance, Gen Y atau kalangan milenial mencari kebebasan dan fleksibilitas (freedom and flexibility) dalam pekerjaan, sementara Gen Z justru mencari rasa aman, khususnya terkait sisi finansial. Sehingga banyak karyawan Gen Z yang tidak menolak jika mereka diberi tugas yang sangat banyak, asalkan ada imbal hasil yang setimpal yang bisa didapatnya.
"Beberapa Gen Z di tempat kami willing untuk bekerja lebih, as long as security and stability benar-benar dijaga," terang Friska.
Selain itu Friska juga menilai bahwa Gen Z bisa saja menjadi karyawan permanen di satu perusahaan, namun mereka juga menginginkan kebebasan untuk bisa juga sambil bekerja paruh waktu atau freelance di tempat lain. Sehingga Gen Z kerap dikenal dengan sebutan career multitasker.
"Hal yang yang terpenting bagi Gen Z adalah mental health atau kesehatan mental. Pekerjaan masih bisa dicari," ungkapnya.
Di Dexa Group sendiri saat ini didominasi oleh Gen Y sebanyak 57%, sementara Gen Z mengambil porsi 30% dan Gen X tinggal 13%.
Pada GUE Ecosystem, anak perusahaan Dexa Group yang bergerak di bidang online marketplace dan informasi kesehatan, pada first line management, Gen Y mendominasi dengan 55%. Namun, Gen Z memiliki porsi yang juga cukup banyak, mencapai 45%.
"Pada posisi seperti content creator leader, product management, growth management, dan hal-hal yang berhubungan dengan digital initiative biasanya sudah dipercaya untuk diisi Gen Z," terang Friska.
Work From Hub
Jika dilihat dari ekosistem kerja, Friska Gen Z cenderung menyukai situasi kerja seperti saat pandemi Covid-19. Di mana orang harus berjaga jarak jauh melalui Zoom Meeting atau Face Time, alih-alih mengikuti rapat secara tatap muka.
Hal serupa diakui Executive Vice President Human Capital Management Division PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) Rudi Lim, bahwa WFH sangat diinginkan oleh Gen Z, disaat sebenarnya BCA sangat memperhatikan poin team work atau kolaborasi. Terlebih menurutnya karyawan yang bekerja secara online membuat proses monitoring tugas menjadi lebih sulit.
Sebagai solusi, BCA akhirnya menerapkan strategi work from hub. Atau artinya karyawan Gen Z tidak perlu datang ke kantor di pagi hari. Melainkan mereka bisa bekerja dari hub yang sudah ditentukan, yang lokasinya biasanya lebih dekat dari rumah mereka.
Di sisi lain, Rudi menilai bahwa Gen Z memang terlihat sangat kreatif dan penuh dengan ide-ide segar. Namun, mereka cenderung dianggap mudah menyerah dan gampang mencari alternatif lain. Dari sikap tersebut, Rudi menilai bahwa sebenarnya Gen Z memiliki keinginan besar untuk bisa mendapatkan atasan yang bisa mengerti mereka dengan baik.
"Dari sisi tampilan luar, Gen Z terlihat percaya diri dan cuek. Di sisi lain, mereka mendambakan atasan yang bisa mengayomi dan berkomunikasi dengan mereka," yakinnya.
Jurus Menggaet Gen Z
Khusus untuk BCA sebagai sebuah perusahaan di industri perbankan, Rudi mengungkapkan bahwa Gen Z sebenarnya cenderung enggan bekerja di bank karena dinilai sebagai perusahaan yang konservatif. Mereka lebih cenderung menaruh harapan dapat bekerja di perusahaan startup teknologi.
Untuk menyiasati hal tersebut BCA pun harus “merebut hati” mereka dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mulai melakukan pendekatan melalui jalur media sosial dan berkunjung ke kampus-kampus agar perusahaan bisa bertatap muka langsung dengan Gen Z.
Sementara Friska mengatakan setidaknya harus ada 3 hal yang menjadi pegangan bagi perusahaan sebelum merekrut Gen Z, yaitu communication style (cara berkomunikasi), understanding work life balance (mengerti pembagian pekerjaan dan kehidupan pribadi), serta accountable freedom (kebebasan yang bisa dipertanggungjawabkan). Agar kelak mereka bisa bekerja dengan baik dan segala potensinya bisa berkembang.
"Perusahaan harus berada di tengah-tengah dan tahu apa yang menjadi kebutuhan mereka. Harus ada honesty, trust, dan emotional bonding yang dibangun sejak pertama mereka masuk ke perusahaan dengan Gen X dan Gen Y," tuturnya.