27 Desember 2021
09:49 WIB
Penulis: Dwi Herlambang
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA – Semenjak film 5 cm mengudara di layar bioskop Indonesia, banyak dari masyarakat yang keracunan dan ingin mencoba berpetualang dengan melakukan kegiatan pendakian di gunung-gunung di seluruh Indonesia.
Animo pendakian pun meningkat pesat. Toko-toko penjualan barang outdoor pun laris manis diserbu masyarakat yang ingin membeli barang-barang pendakian.
Bahkan tidak sedikit dari masyarakat yang menjadikan fesyen pendakian sebagai bagian gaya hidup baru. Bisa dibilang sejak saat itu, setiap hari gunung-gunung kenamaan dipenuhi oleh para pendaki.
Sayangnya ada masalah baru di mana banyaknya pendaki yang berwisata ke gunung belum mengerti tentang konservasi dan kebersihan.
Banyak dari mereka yang masih memiliki kebiasaan membuang sampah sembarangan di sepanjang area pendakian. Gunung Semeru pernah mencatat rekor sebanyak enam ton sampah di Ranu Kumbolo hanya dalam periode empat hari saja.
Pada akhirnya masalah sampah ini pun menjadi bom waktu jika tidak ada tindakan tegas dari pihak-pihak terkait. Development & Marketing Director Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Ratih Lukito menjelaskan ketika berbicara soal ekowisata pihak pengelola harus melihat daya dukung area alam tersebut agar tidak terjadi overload pengunjung.
“Karena kalau makin banyak pengunjung sebenarnya kerusakannya akan lebih cepat dengan orang buang sampah. Nah ini bisa berdampak dengan daerah tersebut,” kata Ratih dalam webinar bertajuk ‘Menikmati Alam Dari Atas Awan' beberapa waktu lalu.
Sudah saatnya para pengelola gunung menyingkirkan pola pikir bahwa semakin banyak wisatawan akan semakin bagus.
Pembatasan diperlukan demi menjaga keberlangsung konservasi gunung dan hutan yang ada di dalamnya. Selain itu pihak pengelola juga harus memberikan edukasi yang tegas kepada para calon pendaki.
Di sisi lain, outdoor enthusiast Uki Wardoyo menjelaskan, sejak tahun 2019 sebenarnya beberapa gunung terkenal—termasuk golongan Taman Nasional sudah menerapkan pengetatan terkait logistik para pendaki. Petugas di basecamp telah menerapkan listing barang bawaan dan akan dicek sebelum para pendaki melakukan pendakian.
“Sehingga mereka akan memeriksa barang apa saja yang dibawa hingga sedetail jumlah batang rokok yang dibawa. Dan ketika turun semua sampah akan dihitung satu per satu dan ada dendanya kalau ada yang kurang,” ujarnya.
Menurut Uki langkah ini cukup berpengaruh terhadap kebersihan sampah di sepanjang jalur pendakian. Untuk Kawasan Jawa Tengah setidaknya sudah 80% pengelola menerapkan hal demikian. Akan tetapi kadang kala ada saja oknum petugas yang tidak melakukan pemeriksaan tersebut dan seakan-akan hanya formalitas ketika jumlah pendaki sedang penuh-penuhnya.
Atas dasar itulah harus ada komitmen bersama antara petugas dan para pendaki itu sendiri tentang kesadaran menjaga gunung dari tumpukan sampah.
Makna pendakian
Menurut Uki setidaknya ada empat pelajaran yang bisa didapatkan ketika melakukan pendakian. Yaitu fisik, spiritual, mental dan emosional.
Pada poin pertama fisik merupakan salah satu komponen penting karena proses pendakian akan menguras tenaga yang sangat banyak. Apalagi perjalanan yang ditempuh harus melewati medan yang berat dan tidak menentu.
“Untuk fisik kita sebisa mungkin menjaga fisik misalnya kalau memang tidak ada waktu untuk olahraga bisa menjaga fisik kita sebelum berangkat mendaki gunung agar tujuan untuk ke puncak bisa tercapai dan minimal tidak saling merepotkan,” ujarnya.
Pelajaran kedua ialah spiritual yaitu tafakur, tasyakur, dan tadabur alam sehingga di gunung para pendaki bisa merasakan nikmat dan betapa besarnya keindahan yang dibuat oleh Tuhan. Atas dasar itulah sudah sepatutnya semua pihak menjaga ciptaan tersebut dengan sebaik-baiknya agar generasi penerus masih dapat melihat hal yang sama.
Ketiga ialah mental. Uki menjelaskan ketika pergi ke alam akan banyak faktor yang tidak bisa dicegah dan diprediksi. Kadang para pendaki akan menghadapi cuaca buruk seperti longsor, jalur tertutup, dan badai. Atas dasar itulah mental yang kuat akan membuat para pendaki bisa menghadapi hal tersebut.
Terakhir ialah emosional. Dalam pendakian setiap individu harus membangun koneksi antarsesama. Ketika mendaki gunung secara emosional harus tahu berangkat dengan tim berkelompok. Naik, turun, susah, senang harus dilalui bersama.