c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

30 Desember 2021

09:09 WIB

Mengintip Jejak Akulturasi Hindu-Islam Lewat Masjid Kuno

Jejak-jejak akulturasi budaya Hindu dan Islam begitu mudah ditemukan pada peninggalan-peninggalan di Indonesia, salah satu yang sangat kentara adalah masjid-masjid kunonya.

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Rendi Widodo

Mengintip Jejak Akulturasi Hindu-Islam Lewat Masjid Kuno
Mengintip Jejak Akulturasi Hindu-Islam Lewat Masjid Kuno
Masjid Kuno Al-Aqsha Menara Kudus. Dok. Ist/Priyo Dwi Utomo

JAKARTA – Kedatangan Islam ke pulau Jawa sekitar abad ke-11, berlangsung dengan damai dan tenang. Islam tiba di tengah masyarakat Jawa yang kala itu hidup dalam kepercayaan Hindu, namun bisa diterima dan pada akhirnya berkembang dengan konsisten ke penjuru Jawa, begitupun di wilayah-wilayah lainnya di nusantara.

Kunci suksesnya penyebaran Islam di Jawa ataupun nusantara, salah satu faktor utamanya yaitu karena datang dengan damai, di mana Islam diperkenalkan sebagai agama yang terbuka untuk melebur dengan budaya hingga nilai-nilai lokal yang sudah ada.

Arkeolog, Guru Besar FIB UI, Dr. Agus Aris Munandar menjelaskan, Islam berkembang dengan proses akulturasi dengan khazanah Hindu yang sudah eksis di Jawa. Akulturasi itu terlihat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya di kemudian hari.

“Islam dikembangkan dengan kesinambungan-kesinambungan budaya yang tidak mengagetkan masyarakat Jawa kuno pada masa lalu,” ungkap Agus dalam seri Simposium Borobudur Writers & Cultural Festival yang disiarkan kanal YouTube Direktorat Jenderal Kebudayaan, Rabu (29/12).

Salah satunya yaitu dalam wujud arsitektur bangunan-bangunan Islam di Jawa. Arsitektur masjid-masjid kuno di Jawa, yang jelas memperlihatkan kesinambungan budaya itu.

Masjid-masjid kuno di Jawa, yang dibangun sekitar abad ke-16, umumnya memiliki gaya desain yang jauh berbeda dengan corak masjid yang dibangun di era modern ini. Tidak ada menara sebagaimana umumnya tampak menyatu dengan masjid-masjid hari ini.

Aris memberi contoh Masjid Menara Kudus yang terkenal. Masjid ini jelas-jelas sangat mirip dengan candi, menyerupai bentuk-bentuk candi seperti pada zaman Majapahit. Lebih spesifik lagi, menurutnya, masjid tersebut mirip dengan bentuk Candi Jawi dari abad ke-14.

Menurut Agus, jejak arsitektur itu merupakan bukti kesinambungan yang luwes antara kebudayaan Hindu dan Islam di Jawa pada masa lalu. Lewat jejak akulturasi itu, bisa dibayangkan betapa luwesnya jalan penyebaran Islam di Jawa dahulu kala.

Mengenai asal-usul bentuk Masjid Menara Kudus menyerupai candi, ada dua teori, merujuk penjelasan arkeolog Islam Uka Tjandrasasmita.

Pertama yaitu karena ketika masjid itu dibangun, para pembuatnya belum mempunyai model khusus tentang menara sebagai tempat untuk menyerukan azan. Maka ditirulah model candi-candi yang tinggi sebagai bentuk menara. Teori kedua yaitu bahwa Masjid Menara Kudus dulunya merupakan bekas candi, yang kemudian diubah dan dimanfaatkan menjadi masjid.

Agus mengatakan, jejak-jejak serupa juga bisa ditemukan pada masjid-masjid kuno lainnya di pulau Jawa. Secara desain keseluruhan, umumnya masjid-masjid kuno itu mengambil bentuk bangunan-bangunan yang sudah dikenal waktu itu. Misalnya dari model atap yang meniru bentuk atap tumpang tiga yang sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat.

“Atap masjid kuno itu bentuknya sama dengan bentuk atap tumpang pada relief-relief di candi jago, di candi panataran, dan lain-lain. Namun konsepnya berbeda, semula untuk menaungi candi menjadi untuk menaungi masjid,” ujar dia.

Kesinambungan antara peninggalan Hindu maupun Budha dengan Islam di tanah Jawa itu masih bisa dilihat dalam berbagai jejak arkeologis lainnya. Selain arsitektur masjid,terlihat juga misalnya pada bentuk makam-makam orang Islam di masa lalu di Jawa, yang dihiasi dengan ragam hiasan yang juga bisa ditemukan pada candi-candi di Jawa.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar