21 Januari 2023
17:33 WIB
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA - Virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika tengah menjadi pembicaraan, karena virus tersebut menjangkiti sejumlah peternakan babi di Kupang dan Flores, Nusa Tenggara Timur. Akibatnya, puluhan hewan di sana mati.
Dilansir dari laman Disnakkeswan, virus itu sangat menularkan, menimbulkan berbagai pendarahan pada organ internal disertai angka kematian sangat tinggi.
ASF disebabkan oleh virus DNA dengan untai ganda dari genus Asfivirus dan famili Asfarviridae. Bahkan, jenis virus tersebut sangat tahan terhadap pengaruh lingkungan dan stabil pada pH 4-13, dan bertahan lama hingga 18 bulan.
Penyebaran Penyakit ASF
Virus tersebut pertama kali diidentifikasi pada tahun 1021 di Kemya, Afrika Timur. Pada 1957 virus tersebut menyebar ke Portugal dan berbagai negara di Eropa.
Di Asia, ASF ditemukan pada babi liar di Iran pada tahun 2010, lalu wabah tersebut menyebar ke Tiongkok tepatnya di Liaoning pada tahun 2018. Setahun kemudian, Vietnam mengonfirmasi adanya kasus tersebut dan menjadikan negara Asia Tenggara pertama yang terinfeksi ASF. Bahkan, hingga bulan Desember 2019 ASF juga ditemukan di tujuh negara, termasuk Indonesia.
Di Indonesia virus ASF diumumkan secara resmi melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Penularan Virus ASF
Penularan dapat terjadi jika hewan ternak kontak langsung dengan babi yang sakit. Penularannya bisa melalui peralatan pakan dan minum yang tercemar.
Selain penularan langsung, juga bisa terjadi melalui gigitan caplak yang bertindak sebagai vektor biologis virus ASF. Babi yang sembuh pun masih bisa terinfeksi, meski tidak menampakkan gejala klinis. Untuk itu, infeksi yang berkelanjutan itu bisa berlangsung lama, bahkan virus masih dapat terisolasi dari beberapa jaringan hingga lebih dari satu tahun setelah infeksi awal.
Selama masa inkubasi antara 3-15 hari, penyakit bisa terjadi dalam beberapa bentuk mulai dari perakut, akut, sub akut, dan kronis.
Bahaya ASF Pada Manusia
Peneliti Global Healt Security, Dicky Budiman memberikan penjelasan terkait ASF. Dia menjelaskan, demam babi Afrika bukan ancaman bagi kesehatan manusia karena sejauh ini tidak ada bukti penularannya.
"Meski ASF mudah menyebar ke babi, penyakit ini bukan tipe zoonotis, kecil kemungkinan menyerang manusia," ujar Dicky dalam keterangan yang diterima Validnews.id.
Virus tersebut lebih dikenal dengan demam berdarahnya babi, dan kemampuan penyebaran ASF terbilang cepat. Penyebarannya cenderung akan lebih cepat pada babi peternakan, terlebih jika kondisi sanitasi di kandangnya buruk.
Dampak Buruk Terhadap Ekonomi Negara
Selain itu, Dicky mengatakan bahwa dampak paling besarnya mengarah ke sisi ekonomi, karena kematian pada babi ternak membuat para peternak kehilangan mata pencahariannya.
"Dampak lebih luas juga akan dialami negara lain. Sebab, ada kemungkinan negara-negara luar akan mewaspadai produk-produk babi dari Indonesia," jelasnya.
Untuk itu, Dicky menyarankan sebagai upaya biosekuriti, penyakit tersebut harus segera bertindak untuk memutus rantai penularan secepat mungkin karena saat ini belum terbukti bisa menulai ke manusia, tetapi bukan berarti tidak ada kemungkinan sama sekali.