31 Agustus 2024
13:04 WIB
Mengenal Sejarah Berbagai Kapal Tradisional Indonesia
Kapal-kapal tradisional Indonesia memiliki karakteristik unik yang mencerminkan fungsi dan asal-usulnya.
Editor: Rendi Widodo
Ilustrasi kapal Pinisi salah satu kapal tradisional Indonesia. Dok. Kemenparekraf.go.id
JAKARTA - Indonesia, terkenal sebagai negara maritim, memiliki perahu dan kapal sebagai transportasi utama. Legenda dan lagu anak-anak yang populer menggambarkan nenek moyang bangsa ini sebagai pelaut ulung. Keberadaan beragam perahu dan kapal tradisional sejak zaman kuno semakin memperkuat identitas maritim Indonesia.
Nenek moyang bangsa Indonesia, yang dikenal sebagai pelaut ulung, tidak terpisahkan dari wilayah perairan yang luas, yang juga merupakan sumber penghidupan utama bagi nelayan dan pelaut. Oleh karena itu, kapal-kapal yang kuat sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan mereka di lautan lepas. Menariknya, kapal-kapal tradisional Indonesia memiliki karakteristik unik yang mencerminkan fungsi dan asal-usulnya.
Mengutip laman Kemenparekraf.go.id, untuk mengenal lebih dalam tentang sejarah nenek moyang Indonesia, berikut ini beberapa kapal tradisional asli Indonesia yang tangguh dan tak boleh kita lupakan sejarahnya.
Pinisi
Jika Anda mencari kapal tradisional Indonesia, nama kapal pinisi pasti akan terlintas pertama kali. Kapal tradisional ini, yang berasal dari Bulukumba, Sulawesi Selatan, digunakan oleh pelaut dari suku Konjo, Bugis, dan Mandar.
Menurut legenda, kapal pinisi merupakan salah satu bukti kemahiran nenek moyang Indonesia dalam pelayaran, karena diperkirakan kapal-kapal ini telah berlayar melintasi lautan sejak abad ke-15.
Kapal pinisi dapat dengan mudah dikenali melalui ciri khasnya yang memiliki tujuh layar berkibar dan dua tiang utama di bagian depan serta belakang. Kapal ini dibuat dari pilihan kayu yang sangat kuat dan tahan lama. Biasanya, empat jenis kayu digunakan dalam pembuatan kapal pinisi, yaitu kayu besi, kayu bitti, kayu kandole, dan kayu jati. Meskipun pada masa lalu kapal ini sering digunakan untuk kegiatan perdagangan, kini kapal pinisi lebih sering dijadikan sebagai objek wisata.
Sandeq
Perahu Sandeq adalah perahu tradisional khas suku Mandar di Sulawesi Barat yang berbentuk ramping dan kecil, dengan lebar hanya satu meter dan panjang sekitar tujuh meter. Meskipun berukuran kecil, Sandeq memiliki tiang layar yang menjulang tinggi hingga 20 meter dan layar yang lebar mencapai lima meter.
Walau bentuknya mungil, sandeq tetap memiliki kemampuan mengarungi lautan dengan sangat tangguh. Bahkan, sandeq dapat berlayar melawan arah angin, dengan teknik berlayar zigzag atau dalam bahasa Mandar disebut sebagai Makkarakkayi.
Bentuk sandeq yang ramping memang membantu perahu layar bercadik ini lebih lincah dan memiliki kecepatan dibandingkan perahu layar lainnya.
Jalur
Riau juga dikenal dengan perahu tradisionalnya yang unik, yaitu jalur. Perahu ini dibuat dari kayu gelondongan atau kayu utuh tanpa sambungan, yang menjadikannya sangat khas. Menurut tradisi, perahu jalur telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Kuansing selama ratusan tahun dan digunakan sebagai sarana transportasi di sepanjang Sungai Kuantan.
Saat ini, perahu jalur telah menjadi atraksi wisata utama di Kabupaten Kuantan Singingi, terkenal melalui Festival Pacu Jalur. Festival ini tidak hanya menonjol dalam kompetisi balap perahu tradisional, tetapi juga telah terpilih sebagai salah satu dari Top 10 Karisma Event Nusantara (KEN) 2024. Rencananya akan berlangsung dari 20 hingga 25 Agustus 2024, festival ini merupakan upaya pelestarian budaya dan tradisi leluhur.
Bidar
Berikutnya, kita memiliki perahu tradisional dari Indonesia, khususnya dari Palembang, Sumatra Selatan. Perahu bidar ini berukuran panjang sekitar 24-30 meter, lebar antara 75-100 cm, dan tinggi 60-100 cm. Dengan dimensi tersebut, perahu bidar dapat mengangkut sekitar 45-58 orang. Akan tetapi, berdasarkan tradisi masyarakat Palembang, hanya pria yang diizinkan untuk menaiki perahu bidar.
Dalam bahasa Palembang, 'bidar' berarti perahu yang lancar. Menurut legenda, perahu ini dulunya digunakan dalam pertarungan untuk memenangkan hati seorang putri cantik bernama Putri Dayang Merindu. Kisah ini kemudian menginspirasi penciptaan sebuah festival budaya yang tercatat dalam kalender KEN 2024: Festival Perahu Bidar, yang dijadwalkan berlangsung pada 14-18 Agustus 2024 di Sungai Musi.
Pencalang
Kapal tradisional Indonesia, sering digunakan oleh masyarakat Riau dan Semenanjung Melayu untuk berlayar dan mengintai musuh. Sesuai dengan arti kata "pencalang" atau "pantchiallang" dalam bahasa Melayu, yang berarti mengintai atau mengintip.
Berdasarkan catatan sejarah dan relief Candi Borobudur, perahu pencalang telah digunakan sejak zaman Kerajaan Majapahit. Pada masa itu, kapal ini digunakan untuk perdagangan dan peperangan, dengan layar tinggi yang ideal untuk mengawasi musuh. Kapal pencalang juga menjadi simbol dan kendaraan resmi Kesultanan Siak Sri Indrapura. Saat ini, kapal pencalang dijadikan maskot Provinsi Riau.