07 November 2025
16:17 WIB
Mengenal Pola Asuh Otoritatif Yang Menerapkan Kebebasan Dan Batasan
Orang tua otoritatif mendengarkan pendapat anak, memberikan penjelasan atas setiap keputusan, dan menanamkan nilai-nilai melalui bimbingan serta keteladanan, bukan dengan ancaman atau hukuman.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Andesta Herli Wijaya
Ilustrasi Anak bermain dengan kedua orang tuanya. Shutterstock/BR Photo Addicted.
JAKARTA - Pola asuh otoritatif dikenal sebagai gaya pengasuhan yang seimbang antara kedisiplinan dan kehangatan. Orang tua dengan gaya ini tetap memiliki harapan tinggi terhadap anak. Namun di saat yang sama, mereka juga hadir untuk memberi dukungan, kasih sayang, serta sumber daya yang dibutuhkan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Dalam penerapannya, orang tua otoritatif menegakkan aturan dengan cara yang penuh empati. Mereka mendengarkan pendapat anak, memberikan penjelasan atas setiap keputusan, dan menanamkan nilai-nilai melalui bimbingan serta keteladanan, bukan dengan ancaman atau hukuman.
Melansir laman Verywell Mind, konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh psikolog perkembangan Diana Baumrind pada tahun 1960-an melalui penelitiannya di University of California, Berkeley. Dalam riset tersebut, ia mengamati perilaku anak-anak prasekolah dan interaksi mereka dengan orang tua, lalu membedakan tiga gaya pengasuhan utama seperti otoriter, otoritatif, dan permisif.
Di antara ketiganya, gaya otoritatif dianggap paling efektif karena berpusat pada anak, namun tetap menanamkan batasan yang jelas dan disiplin yang adil. Dalam pola asuh otoritatif, orang tua bersikap tegas namun penuh dukungan.
Mereka menetapkan aturan dan ekspektasi, tetapi tetap terbuka terhadap pendapat anak. Ketika anak melanggar aturan, orang tua memberikan konsekuensi yang wajar dan disertai penjelasan agar anak memahami alasan di balik aturan tersebut,
Pendekatan ini berbeda dengan gaya otoriter cenderung keras dan menuntut tanpa memberi ruang dialog, serta berbeda pula dengan gaya permisif yang terlalu longgar dan minim batasan.
Sebagai contoh pola asuh otoritatif, dua anak laki-laki yang kedapatan mencuri permen di toko. Anak pertama dibesarkan oleh orang tua otoritatif.
Setibanya di rumah, ia menerima konsekuensi yang sesuai misalnya tidak diizinkan bermain selama dua minggu dan diminta mengembalikan permen sambil meminta maaf kepada pemilik toko. Setelah itu, orang tuanya berbicara dari hati ke hati, menjelaskan bahwa mencuri adalah perbuatan salah, serta memberi dorongan agar ia tidak mengulanginya.
Sebaliknya, anak kedua memiliki orang tua otoriter. Setibanya di rumah, ia dimarahi dengan keras, bahkan mungkin dipukul dan dihukum berlebihan tanpa diberi kesempatan menjelaskan atau memahami kesalahannya.
Perbedaan hasil dari dua pendekatan ini sangat nyata. Anak dengan orang tua otoritatif tetap didisiplinkan, tetapi dengan kasih dan bimbingan membantu membentuk perilaku yang lebih baik di masa depan.
Sedangkan anak dengan orang tua otoriter hanya menerima hukuman tanpa penjelasan, sehingga ia belajar takut, bukan belajar memahami.
Dalam hal ini, anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoritatif cenderung tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, bahagia, dan mandiri. Mereka memiliki kemampuan sosial yang baik, mampu mengendalikan emosi, serta memiliki harga diri yang kuat.
Baca juga: Menelisik Perjalanan Parenting Dari Generasi Ke Generasi
Pola asuh ini juga dikaitkan dengan meningkatnya kreativitas, kemampuan memecahkan masalah, kepuasan hidup di usia remaja dan dewasa muda, serta kemampuan menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain. Pola asuh otoritatif begitu efektif karena orang tua dalam gaya ini menjadi teladan nyata bagi anak-anaknya.
Mereka menunjukkan perilaku yang diharapkan dari anak seperti pengendalian emosi, rasa tanggung jawab, dan empati, sehingga anak pun belajar meniru dan menanamkan nilai-nilai tersebut secara alami. Selain itu, anak diberi kesempatan untuk berpikir dan mengambil keputusan sendiri dalam batas yang aman, sehingga tumbuh rasa percaya diri dan kemandirian.
Menjadi orang tua otoritatif memang tidak selalu mudah, terutama bagi mereka yang secara alami lebih condong ke pola asuh otoriter atau permisif. Namun, gaya ini bisa dilatih dengan kesadaran dan konsistensi.
Kuncinya adalah menyeimbangkan antara disiplin, empati, dan kebebasan yang terarah. Beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan antara lain menetapkan aturan dan batasan yang jelas, menjelaskan alasan di balik setiap konsekuensi, serta menjalankan aturan dengan konsisten namun tetap penuh kasih.
Dengarkan pendapat anak, berikan dukungan emosional, dan libatkan mereka dalam pengambilan keputusan sesuai usianya. Hindari bersikap terlalu keras atau terlalu longgar.
Dengan komunikasi terbuka, kedisiplinan yang adil, dan kasih sayang tulus, pola asuh otoritatif membantu anak tumbuh menjadi pribadi kuat, mandiri, dan penuh empati, serta memiliki fondasi emosional yang sehat untuk menghadapi kehidupan.