c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

KULTURA

09 Mei 2025

08:16 WIB

Mengenal Paus Leo XIV, Paus Pertama Dari Amerika Serikat

Setelah proses konklaf di Kapel Sistina dua hari penuh, 133 kardinal sepakat memilih Robert Francis Prevost sebagai Paus baru. Ia menjadi Paus pertama yang berasal dari Amerika Serikat.

Penulis: Annisa Nur Jannah

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p>Mengenal Paus Leo XIV, Paus Pertama Dari Amerika Serikat</p>
<p>Mengenal Paus Leo XIV, Paus Pertama Dari Amerika Serikat</p>

(Robert Francis Prevost yang kini dikenal sebagai Paus Leo XIV, terpilih sebagai paus menggantikan Paus Fransiskus setelah kepergiannya. (Foto: Dok. Vatican Media).

JAKARTA -  Kepulan asap putih dari cerobong di atas Kapel Sistina menandai telah hadirnya pemimpin baru umat Katolik dunia pada Kamis (8/5).  Robert Francis Prevost, seorang rohaniwan kelahiran Chicago, terpilih sebagai Paus ke-267 Gereja Katolik Roma. Ia kini resmi menyandang  nama Paus Leo XIV.

Terpilihnya Robert Francis Prevost menandai sebuah sejarah dalam kepemimpinan umat Katolik. Ia membantah anggapan umum bahwa seorang warga negara Amerika kecil kemungkinan akan dipilih menjadi pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia.

Setelah para kardinal menjalani konklaf selama dua hari penuh, muncullah Paus dari Amerika. Dengan suara bulat yang dicapai dalam lebih dari 24 jam dan melalui beberapa putaran pemungutan suara, sebanyak 133 kardinal akhirnya berhasil mencapai kesepakatan. Jumlah ini menjadi yang terbanyak dalam sejarah konklaf Gereja Katolik.

Dari proses yang berlangsung secara tertutup di Kapel Sistina itu, terpilihlah seorang figur baru yang akan memimpin 1,4 miliar umat Katolik di seluruh dunia. Pilihan ini hadir di tengah tantangan besar yang dihadapi Gereja, termasuk pertanyaan penting mengenai apakah Paus Leo XIV akan melanjutkan agenda reformasi inklusif yang selama ini dijalankan oleh pendahulunya, Paus Fransiskus, yang wafat pada bulan lalu atau justru akan mengambil arah yang berbeda.

Meskipun berasal dari Amerika, Paus Leo XIV dikenal sebagai pribadi lintas batas yang memiliki rekam jejak panjang di luar negaranya sendiri. Prevost yang kini berusia 69 tahun, pernah melayani selama dua dekade di Peru, di mana ia menjadi misionaris, imam paroki, pengajar, hingga diangkat menjadi uskup dan meraih kewarganegaraan Peru.

Dalam perjalanan karier gerejawinya, ia pernah memimpin Ordo Santo Agustinus secara global. Sebelum terpilih sebagai Paus, ia juga menjabat salah satu posisi strategis di Vatikan, yakni memimpin kantor yang bertanggung jawab atas seleksi dan pengelolaan para uskup di seluruh dunia.

Jabatan tersebut menempatkannya di jantung pengambilan keputusan penting dalam tubuh Gereja Katolik. Sosoknya kerap dibandingkan dengan Paus Fransiskus, terutama dalam komitmennya terhadap kaum miskin, imigran, serta pendekatan pastoral yang lebih dekat dengan umat.

"Seorang uskup tidak seharusnya menjadi pangeran kecil yang duduk di kerajaannya," ungkap Prevost dalam wawancara dengan media resmi Vatikan tahun lalu.

Sebagian besar hidupnya memang dihabiskan di luar Amerika Serikat. Ia ditahbiskan menjadi imam pada 1982 di usia 27 tahun, menempuh pendidikan doktoral dalam hukum kanonik di Universitas Kepausan Santo Thomas Aquinas di Roma dan menghabiskan sebagian besar waktunya di Amerika Latin, di mana ia dikenal luas karena kefasihannya berbahasa Spanyol dan Italia serta dedikasinya terhadap komunitas lokal.

Gaya Kepemimpinan yang Berpotensi Berbeda
Meskipun dikenal sebagai pribadi yang tenang dan cenderung tertutup, gaya kepemimpinan Paus Leo XIV dinilai berpotensi menampilkan perbedaan estetis dari gaya pendahulunya, Paus Fransiskus. Kendati demikian, para pendukungnya tetap optimistis bahwa ia akan melanjutkan proses sinode yang telah dirintis Fransiskus.

Meski demikian, arah kebijakan Paus Leo XIV terhadap isu-isu tertentu masih menyisakan tanda tanya besar, khususnya terkait keterbukaan Gereja terhadap umat Katolik LGBTQ+. Dalam sebuah pidato yang disampaikannya kepada para uskup pada tahun 2012, Prevost mengungkapkan keprihatinan terhadap pengaruh media dan budaya populer di dunia Barat yang menurutnya telah mendorong simpati publik terhadap pandangan dan praktik yang dinilainya bertentangan dengan ajaran Injil.

Ia secara khusus menyebut apa yang ia istilahkan sebagai "gaya hidup homoseksual" serta "keluarga alternatif yang terdiri dari pasangan sesama jenis beserta anak-anak adopsinya" sebagai bagian dari tantangan moral yang dihadapi Gereja saat ini.

Di tengah harapan akan reformasi dan pembaruan, Leo XIV juga tidak lepas dari sorotan kritis, termasuk dalam penanganannya terhadap kasus-kasus pelecehan seksual oleh imam yang menodai citra Gereja Katolik selama beberapa dekade terakhir. Ia dan seperti banyak kardinal lainnya, menghadapi pertanyaan mengenai sejauh mana keterlibatannya atau keputusannya dalam menangani para pelaku di lingkungan gerejawi.

Kini, dengan tongkat estafet telah berpindah ke tangannya, dunia Katolik menantikan bagaimana Paus Leo XIV akan memimpin Gereja di era yang penuh dinamika dan tantangan moral, sosial, dan spiritual. Ini menjadi tugas besar yang akan menguji kebijaksanaan, komitmen, serta keberaniannya dalam membimbing umat lintas generasi dan budaya menuju masa depan yang penuh harapan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar