c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

04 Agustus 2021

18:50 WIB

Mengenal Coronasomnia, Gangguan Tidur Saat Pandemi

Coronasomnia juga bisa dialami orang-orang yang memang sudah memiliki riwayat gangguan kecemasan sebelumnya

Mengenal <i>Coronasomnia</i>, Gangguan Tidur Saat Pandemi
Mengenal <i>Coronasomnia</i>, Gangguan Tidur Saat Pandemi
Ilustrasi gangguan tidur. dok. shutterstock

JAKARTA – Covid-19 tak hanya dapat mengganggu kesehatan fisik seseorang, namun juga psikis. Beberapa orang menyatakan, mengalami gangguan tidur selama pandemi covid-19 yang disebut "coronasomnia".

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa atau Psikiatri dr. Andri, Sp.KJ mengatakan, gangguan tidur saat masa pandemi biasanya mulai dialami sejak seseorang terinfeksi covid-19.

"Jadi pada saat dia terinfeksi corona itu, pada saat sakit tuh mereka sudah mengalami gangguan tidur. Terutama biasanya pada orang-orang yang mungkin tidak menyangka, ya, kalau dia tuh bisa kena covid-19," kata dr. Andri seperti dilansir Antara, Rabu (4/8). 

Selain itu, dr. Andri juga menjelaskan, gangguan tidur juga dapat dialami seseorang meski tidak terkena virus corona. Biasanya karena mereka tidak menerima kondisi pandemi ini. 

"Seperti ketakutan yang luar biasa akibat pemberitaan terkait Covid. Mungkin banyak yang mengatakan 'Oh ini bisa mati', bisa kenapa-kenapa. Itu salah satunya," ucapnya. 

Coronasomnia juga bisa dialami orang-orang yang memang sudah memiliki riwayat gangguan kecemasan sebelumnya. Jadi, gangguan kecemasan yang sudah ada akan memperparah kondisi seseorang.

Untuk menangani gangguan ini, dr. Andri menjelaskan cara untuk menanganinya adalah dengan memberi bantuan dengan obat tidur. Psikiater pun akan membantu pola tidur menjadi lebih baik.

Menurutnya, selain gangguan tidur, gangguan lainnya yang banyak dialami masyarakat di tengah pandemi ini adalah gangguan kecemasan.
 
"Paling banyak ya gangguan kecemasan ya. Jadi dari awal 2020 Maret itu sebenarnya pasien-pasien yang mengalami gangguan kecemasan itu dominan ya. Jadi cuma khawatir ada gejala-gejala batuk pilek, waduh jangan-jangan covid. Terus nanti ada sesak-sesak sedikit kecapekan, dikiranya covid, gitu ya," paparnya.
 
Nah, dalam enam bulan terakhir, dari mulai Januari sampai sekitaran bulan Juni kemarin, gangguan yang paling banyak terjadi karena kecemasan akibat kondisi covid-19, sudah berada di tengah-tengah mereka. 

“Misalnya di keluarganya, bahkan terkena sendiri," serunya.
 
Ia pun menyarankan, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari gangguan-gangguan ini adalah dengan mengurangi asupan berita-berita negatif terkait covid-19.
 
"Otak kita ini memang dari dulunya dirancang memang untuk merespons hal-hal negatif lebih baik, daripada hal-hal positif," tuturnya.
 
Pendeknya, hal-hal yang positif, butuh diproses otak lebih lama gitu. Apalagi, ada pemikiran jika ada kemungkinan sesuatu yang terjadi, tidak seharusnya terjadi atau terjadi sebaliknya. 

“Itu namanya negativity. Di dalam ilmu kedokteran jiwa bilangnya seperti itu," ujar dr. Andri.
 
Namun karena saat ini pemberitaan sudah ada dimana-mana seperti WhatsApp grup, media sosial, dan lain sebagainya, mungkin akan sedikit sulit bagi masyarakat untuk menghindari berita terkait covid-19.
 
"Kalau enggak bisa (dihindari), kasih waktu. Kalau misalnya mau melihat berita-berita itu persiapkan diri dulu. Misalnya dengan melakukan relaksasi, melakukan hal-hal yang menyenangkan. Atau misalnya membaca sesuatu yang baik, seperti kitab suci," tuturnya.

Tak hanya itu, dr. Andri juga menyarankan agar masyarakat tetap berolahraga dan melakukan aktivitas fisik di bawah sinar matahari. Termasuk mengonsumsi vitamin dan menyeimbangkannya dengan asupan makanan yang bergizi.

 

Ilustrasi Seseorang Menghitung Domba Sebelum Tidur. Sumber Foto: Shutterstock/dok 

 

Akupuntur Medik
Sebelumnya, dokter spesialis akupuntur medik di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Darwin Harpin menuturkan, salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi gangguan tidur adalah melakukan akupuntur medik.

Dia mengatakan, stimulasi ke titik akupunktur akan dikirim ke tulang belakang. Kemudian ke organ-organ sesuai segmen tulang belakang yang akhirnya dapat sampai ke otak.
 
"Akupuntur dapat mengaktivasi otak untuk dapat membuat tidur menjadi lebih berkualitas, seiring dengan meningkatnya hormon endorfin yang berperan dalam memberikan energi positif serta efek penenangan bagi tubuh," imbuhnya.

Terapi akupunktur dalam mengatasi gangguan tidur dapat dilakukan dalam durasi sekitar 30 menit dengan frekuensi 2-3 kali per minggu. Selanjutnya, akan dilakukan evaluasi setiap kedatangan untuk menyesuaikan modalitas terapi.
 
 Alternatif lainnya, ada metode akupresur yang dapat dilakukan secara mandiri di rumah, yaitu metode stimulasi titik akupunktur menggunakan tekanan, misalnya dengan bantuan ibu jari. Beberapa titik akupresur yakni ada pada titik EX-HN3 atau pertengahan kedua alis, GV20 (titik puncak kepala), serta titik HT7 dan PC6 (sekitar pergelangan tangan).
 
Darwin menuturkan, melakukan akupresur pada beberapa titik di tubuh, menurut sejumlah penelitian kedokteran telah terbukti dapat membantu mengurangi gejala gangguan tidur.
 
Dari sisi efek samping, metode akupunktur diklaim aman dan memiliki efek samping yang minimal. Metode ini tidak menimbulkan kontraindikasi spesifik dan efek sampingnya sebatas rasa pegal dan mengantuk ringan, atau muncul lebam. Menurut Darwin, efek samping ini masih tergolong aman.
 
"Mengatasi gangguan tidur sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter untuk mengetahui penyebabnya serta dapat diberikan saran penanganan yang tepat. Kemudian kita juga dapat melakukan hobi yang dapat merelaksasi pikirian kita misalnya dengan berkebun, dan kemudian metode akupunktur serta akupresur juga dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi gangguan tidur ini," bebernya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar