09 Juni 2025
16:51 WIB
Menelusuri Jejak Sejarah Raja Ampat, "Surga" dari Ujung Timur Indonesia
Ada banyak versi mengenai asal-usul Raja Ampat, dan salah satu yang paling dikenal adalah kisah tokoh legendaris Gurabesi (atau Kurabesi).
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Andesta Herli Wijaya
Kapal Cepat yang baru tiba dari Raja Ampat melintas di Tanjung Doom, Kepulauan Doom Kota Sorong, Pap ua Barat, Sabtu (23/10/2021).
JAKARTA - Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Papua Barat Daya dan dikenal sebagai surga tersembunyi di ujung timur Indonesia. Lokasi ini sangat terkenal akan keindahan alamnya yang memukau, terutama kekayaan bawah lautnya termasuk paling beragam di dunia.
Dari gugusan pulau-pulau karang yang memesona hingga laut biru jernih yang dipenuhi terumbu karang dan biota laut eksotis, Raja Ampat menjadi destinasi impian bagi para penyelam, pecinta alam, hingga wisatawan yang mencari ketenangan di tengah keindahan alam yang masih alami.
Namun, di balik pesonanya yang begitu memikat, Raja Ampat juga menyimpan jejak sejarah yang menarik untuk ditelusuri. Wilayah ini merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Papua Barat Daya dengan ibu kota di Waisai.
Melansir dari portal resmi Kabupaten Raja Ampat, kabupaten ini terdiri dari 610 pulau, termasuk empat pulau besar yaitu Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo. Dari ratusan pulau tersebut, hanya sekitar 35 pulau yang berpenghuni, sementara sisanya masih belum dihuni dan bahkan belum memiliki nama.
Secara administratif, Raja Ampat resmi berdiri sebagai kabupaten pada 3 Mei 2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kerom, Sorong Selatan, dan Raja Ampat. Wilayah ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong.
Pemerintahan di Raja Ampat mulai berjalan efektif pada 9 Mei 2003, yang ditandai dengan peresmian oleh Gubernur Papua saat itu, Alm. Drs. Jaap Salossa. Namun jauh sebelum itu, Raja Ampat sudah memiliki jejak sejarah yang dalam baik melalui catatan maupun tradisi lisan masyarakat setempat.
Ada banyak versi mengenai asal-usul Raja Ampat, dan salah satu yang paling dikenal adalah kisah tokoh legendaris Gurabesi (atau Kurabesi). Sejarah masyarakat lokal, terutama suku Kawe dan Wawiyai, mencatat bahwa sebelum Gurabesi muncul, wilayah ini telah memiliki sistem kerajaan lokal yang dipimpin oleh para bangsawan bergelar “fun”.
Kisah Gurabesi dimulai ketika saudari perempuan dari para raja bernama Pin Take mengalami peristiwa yang dianggap memalukan dan akhirnya dihanyutkan ke laut. Ia terdampar di Pulau Numfor dan bertemu dengan tokoh mitos Manar Maker.
Dari pertemuan itu lahirlah Kurabesi, yang kelak tumbuh menjadi tokoh penting dalam sejarah Raja Ampat. Ia kembali ke Waigeo, beraliansi dengan Raja Tidore, dan dinikahkan dengan putri Sultan Tidore sebagai penghargaan atas bantuannya dalam peperangan. Bersama istrinya, Kurabesi kemudian menetap dan memerintah di Waigeo.
Selain itu, terdapat versi lain yang menyebut bahwa Kurabesi menemukan telur-telur ajaib di Sungai Waikeo. Empat dari telur tersebut menetas menjadi pangeran-pangeran yang akhirnya memimpin empat wilayah utama Raja Ampat yaitu Waigeo, Salawati, Misool Timur, dan Misool Barat. Dari sinilah muncul sebutan “Raja Ampat” yang berarti “Empat Raja”.
Baca juga: Raja Ampat, Geopark UNESCO dengan Ekosistem Terumbu Karang Terbesar
Seiring waktu, sistem pemerintahan tradisional di wilayah ini berkembang dan mendapat pengaruh kuat dari Kesultanan Tidore. Bahkan, Kesultanan Tidore sempat menunjuk empat pemimpin di wilayah kepulauan ini, yang masing-masing mewakili pulau besar seperti Waigeo, Salawati, Waigama (Misool Barat), dan Lilinta (Misool Timur).
Jejak hubungan sejarah ini memperlihatkan bahwa sejak dahulu, wilayah Raja Ampat memiliki koneksi erat dengan berbagai kerajaan dan daerah lain di Nusantara. Sejarah panjang tersebut turut membentuk identitas budaya masyarakat Raja Ampat yang kaya akan nilai-nilai tradisi, kearifan lokal, serta keterbukaan terhadap pengaruh luar yang semuanya masih bisa dirasakan hingga hari ini.