14 November 2025
17:27 WIB
Menelisik Dampak AI Pada Kognisi Seseorang
Dari riset diketahui bahwa penggunaan AI dapat menurunkan kemampuan kognitif. Muncul kecenderungan mengandalkan AI ketimbang berpikir mandiri.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi seorang mengerjakan tugas dengan menggunakan gadget. Foto: Freepik.
JAKARTA - Sejak kemunculan chatbot kecerdasan buatan (AI) beberapa tahun belakang ini, teknologi semakin masuk ke berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Chatbot dan alat AI lainnya mengubah cara orang berselancar di internet dan mencari jawaban atas setiap pertanyaan.
Melansir laman Healthline, penelitian terbaru dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), mengungkap temuan menarik tentang pengaruh AI terhadap cara otak bekerja. Dalam draf penelitian berjudul Your Brain on ChatGPT: Accumulation of Cognitive Debt when Using an AI Assistant for Essay Writing Task, para ilmuwan media MIT menjelaskan hasil studi yang melibatkan 54 orang dewasa Amerika berusia 18–39 tahun.
Selama empat bulan, para peserta diminta menulis empat esai dengan tiga metode berbeda: menggunakan ChatGPT, memakai mesin pencarian seperti Google dan Yahoo, atau menulis sepenuhnya tanpa bantuan alat apa pun.
Hasilnya menunjukkan, pada tiga esai pertama, aktivitas konektivitas listrik di otak kelompok pengguna ChatGPT berada pada tingkat paling rendah dibandingkan dua kelompok lainnya.
Aktivitas otak kelompok yang menggunakan mesin pencarian juga tercatat lebih rendah dibanding kelompok yang mengandalkan kemampuan berpikir sendiri. Pada esai keempat, kelompok peserta ditukar perannya, mereka yang sebelumnya tidak menggunakan alat apa pun diperbolehkan memakai ChatGPT, sedangkan kelompok pengguna ChatGPT harus menulis tanpa bantuan.
Kemampuan Kognitif Melemah
Dari 54 peserta awal, hanya 18 yang menyelesaikan sesi ini, tetapi hasilnya tetap konsisten. Kelompok yang beralih dari ChatGPT ke kemampuan sendiri, menunjukkan penurunan tajam dalam aktivitas otak, merasa memiliki keterikatan lebih rendah terhadap tulisan mereka, serta tidak mampu mengingat kutipan dari esai yang telah mereka buat.
Selain itu, penggunaan AI dapat menggeser proses berpikir aktif menjadi lebih pasif. Orang tidak lagi mengumpulkan informasi sendiri, melainkan hanya memverifikasi apa yang diberikan AI.
Mereka tidak lagi memecahkan masalah secara mandiri, tetapi hanya menggabungkan jawaban dari AI. Proses analisis dan evaluasi pun dapat berubah dari tindakan penuh menjadi sekadar mengawasi hasil kerja sistem.
Keterampilan kognitif dapat melemah, mulai dari kemampuan menghitung dan mengambil informasi hingga kapasitas memori yang menurun. Rentang konsentrasi bisa menjadi lebih pendek, dan seseorang dapat semakin sulit menerapkan pengetahuan pada situasi baru.
Lebih jauh lagi, penggunaan AI yang tidak seimbang berpotensi memunculkan persoalan etis dan sosial, seperti berkurangnya interaksi antarmanusia, meningkatnya isolasi sosial, serta dampak terhadap kesehatan mental, termasuk menurunnya rasa percaya diri.
Namun, cara mengatasi dampak ini bukan sekadar dengan mengurangi penggunaan AI. Dalam banyak pekerjaan, penggunaan teknologi tersebut sudah menjadi bagian dari sistem kerja dan bahkan diwajibkan.
Kuncinya terletak pada bagaimana seseorang menggunakan AI. Dengan pendekatan yang tepat, AI justru dapat membantu memperdalam pemikiran, memicu kreativitas, dan meningkatkan efisiensi.
Yang perlu diperhatikan adalah perubahan halus ketika cara berpikir mulai bergeser dari aktif ke pasif. Misalnya, ketika seseorang membiarkan AI memverifikasi informasi tanpa berusaha memahami sumber sendiri, atau ketika mereka mengandalkan AI untuk memecahkan masalah alih-alih mencoba mencari solusi terlebih dahulu.
Bahkan, proses menilai, membandingkan, atau menggabungkan ide dapat memudar ketika seluruh langkah pemikiran diserahkan kepada mesin. Karena itu, mengenali tanda-tanda tersebut penting untuk membantu menentukan apakah penggunaan AI benar-benar mendukung pemahaman atau justru menghambat kemampuan berpikir.