24 Desember 2022
14:08 WIB
Penulis: Mahareta Iqbal
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Thailand menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang sering dikunjungi oleh wisatawan luar negeri. Ragam destinasi wisata yang ditawarkan di Negeri Gajah Putih ini membuat Thailand berada di posisi teratas pada tahun 2018 dengan total pencapaian 38,3 juta pengunjung atau setara dengan 28% total kunjungan wisatawan mancanegara ke negara-negara ASEAN (136,2 juta).
Jumlah tersebut merupakan yang terbanyak dibandingkan sembilan negara lainnya di kawasan ASEAN sebelum pandemi melanda dunia.
Situasi ini tentu membuat Thailand menjadi negara primadona untuk urusan pariwisata. Namun, di sisi lain, melubernya jumlah kunjungan ke Thailand tentu juga membawa dampak yang tak diinginkan.
Dilansir dari laman waste4change, salah satu pantai andalan Thailand, Maya Bay mendapatkan peningkatan jumlah kunjungan yang ekstrem.
Jumlah wisatawan yang mendatangi Maya Bay bahkan bisa mencapai 5.000 orang setiap harinya. Padahal, luas Maya Bay hanya sekitar 3.750 meter persegi.
Sebagai tolok ukur perbandingan, jumlah pengunjung normal Maya Bay pada tahun 2008 berjumlah sekitar 170 orang per hari. Jumlah wisatawan yang membludak ini kemudian berdampak negatif terhadap ekosistem di Maya Bay, terutama terumbu karangnya.
Pengaruh media sosial juga membuat semua orang semakin mudah untuk mengakses Maya Bay ini.
Pemerintah Thailand pun mengambil langkah. Pada bulan Juni tahun 2018, pemerintah Thailand mengumumkan penutupan Maya Bay selama hampir empat tahun lamanya demi memberikan jeda dan kesempatan untuk ekosistem di Maya Bay agar bisa pulih kembali.
Thon Thamrong-Nawasawat, seorang ilmuwan kelautan di Universitas Kasetsart di Bangkok menyatakan, 70-80% terumbu karang di Maya Bay utuh 30 tahun yang lalu. Saat Maya Bay ditutup pada tahun 2018, hanya 8% terumbu karang yang masih hidup. Selama penutupan, Thon dan yang lainnya melakukan penanaman kembali potongan karang baru dan sekitar 50% dari jumlah tersebut masih bertahan.
Terumbu karang yang rusak di daerah sekitar Maya Bay tersebut karena dampak dari aktivitas pariwisata, mulai dari terkena jangkar kapal, dirusak saat snorkeling, bahan-bahan kimia dari tabir surya yang tercemar ke laut, hingga polusi kapal dan sampah yang dibuang sembarangan oleh wisatawan.
Penutupan Maya Bay tidak hanya untuk memberikan lebih banyak waktu bagi lingkungan untuk pulih--terutama untuk 10.000 terumbu karang yang ditanam--tetapi juga untuk membangun beberapa infrastruktur tambahan yang akan memfasilitasi kegiatan pariwisata seperti dermaga kapal, toilet, serta sistem tiket elektronik.
Selain itu, sejak penutupan Maya Bay pada tahun 2018, hiu sirip hitam mulai terlihat berenang di perairan Maya Bay. Hal ini membuktikan bahwa tindakan menutup Maya Bay dari wisatawan merupakan langkah yang tepat untuk dapat membiarkan ekosistem di Maya Bay kembali seperti semula sebelum dirusak.
Setelah mengalami tutup-buka dan pengurangan kapasitas kunjungan yang drastis, Maya Bay akhirnya dibuka kembali secara resmi pada tahun 2022.
Sekarang, hanya 8 kapal cepat dan 300 wisatawan yang diizinkan berkunjung ke Maya Bay dalam satu waktu kunjungan.
Sistem kunjungan tersebut dilakukan secara bergantian. Setiap kunjungan hanya akan berlangsung selama satu jam saja antara pukul 10.00 hingga 16.00 waktu setempat setiap harinya.
Aturan tersebut mau tak mau harus diikuti juga oleh wisatawan agar tertib berwisata, tidak bersikap merusak, hingga berujung pada penyadaran diri akan pentingnya menjaga ekosistem. Namun, yang terpenting dari itu semua adalah Maya Bay dapat terus beroperasi tanpa harus mengalami overtourism, seperti saat awal mula wisata ini menjadi terkenal.
Salah satu triknya adalah menyeimbangkan kebaikan ekonomi bagi semua elemen di ekosistem pariwisata Maya Bay dengan meminimalkan kerusakan lingkungan.
Pembatasan yang dilakukan di Maya Bay sepertinya merupakan langkah yang baik bagi suatu destinasi wisata yang tidak hanya berfokus pada meraup keuntungan bisnis saja, tapi juga memikirkan dampak buruknya bagi keberlangsungan alam.
Di sisi lain, Maya Bay menjadi satu contoh kasus yang "cemerlang" dalam penanganan overtourism dengan cara bijak dan pemilihan keputusan yang "dewasa". Tak salah jika Thailand menjadi negara paling atas dengan kunjungan terbanyak di kawasan ASEAN.