24 Agustus 2023
11:11 WIB
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA – Kehadiran Artificial Intelligence (AI) dalam beberapa tahun terakhir menjadi topik yang semakin hangat diperbincangkan berbagai kalangan. Bukan tanpa alasan, kemunculannya memberikan dua pengaruh berbeda dalam berbagai industri, termasuk jurnalistik dan media massa.
Di satu sisi, misalnya, AI diyakini dapat memberikan pertumbuhan pesat dalam hal kehadiran website informatif, selain dari media dengan kaidah jurnalistik. Tapi di sisi lain, tidak ada jaminan apa yang dihasilkan website hasil kerja AI tersebut membuat informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, tanpa adanya pengawasan.
“Dengan AI generatif, bisa diprediksi akan ada ratusan ribu web yang dibuat dengan AI. Namun hoaks juga bisa lebih merajalela karena siapa pun bisa bikin web,” papar CEO KG Media Andy Budiman, dalam panel diskusi tentang Masa Depan AI di Sektor Industri Media & Komunikasi, pada Indonesia Digital Conference (IDC) 2023, Rabu (23/8).
Lebih lanjut, Andy juga memaparkan jika bentuk lain dari pemanfaatan AI dapat dilihat dalam proses personalisasi berita atau informasi yang disukai audiens, dalam hal ini pembaca.
“Kini konten sudah dipersonalisasikan sesuai apa yang sudah dikonsumsi atau dibaca sebelumnya,” tambahnya lagi.
Sehubungan dengan hal tersebut, siklus lanjutan dari penyebaran informasi berupa ragam bentuk konten juga dipengaruhi oleh cara kerja AI. Rekomendasi berita bisa dari teks ke teks, teks ke video, atau video ke video. Misalnya saat kita membaca artikel soal bencana, maka AI bisa langsung menemukan konten video dengan konten yang relevan.
Terkait hal tersebut, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengungkapkan, jika masyarakat akan selalu butuh konten, termasuk di dalamnya berupa berita yang relevan.
“Platform, sarana, dan format berita selalu berubah-ubah dan kita harus siap dengan segala perubahan,” tegasnya.
Karena itu Ninik menilai, keberadaan teknologi AI sebetulnya hanya melengkapi tugas pers dalam memverifikasi kebenaran. Sementara jurnalis tetap menjadi pemegang konten sehingga harus ada kolaborasi dan kerja sama yang baik.
“Teknologi AI bisa membantu memajukan pemberitaan kita untuk mewujudkan Indonesia bermartabat,” ujarnya lagi.
Pengawasan Melalui Perpres Jurnalisme Berkualitas
Melihat dinamika yang terjadi di tengah derasnya penyebaran ragam informasi lewat berbagai sarana yang ada sebagai hasil dari pemanfaatan AI, membuat sejumlah pemangku kepentingan bersama pemerintah menyiapkan peraturan berupa draft Peraturan Presiden (Perpres) publisher rights, atau yang belakangan ramai diperbincangkan sebagai Perpres Jurnalisme Berkualitas.
Dalam kesempatan yang sama, Ninik mengungkapkan jika draft Peraturan Presiden (Perpres) sudah diserahkan oleh Kemenkominfo ke Kemensetneg.
“Kita sedang menunggu meskipun saya mendengar draft Perpres ini masih akan dibahas kembali,” ungkapnya.
Tapi di saat bersamaan, Ninik juga menyayangkan munculnya dugaan bahwa pengaturan publisher right akan mengekang kemerdekaan pers dan akan mematikan berbagai aktivitas digital di luar pers.
“Justru pengaturan publisher right untuk mendukung jurnalistik berkualitas” tegas Ninik lagi.
Adapun maksud dari tujuan didukungnya jurnalistik yang berkualitas adalah untuk menjaga lanskap digital dan menjaga kepentingan publik dengan cara menyiasati implikasi hoaks, mengingat pemberitaan dan arus digital yang kini tidak terbendung salurannya.
Selain itu, salah satu materi dalam Perpres publisher rights juga akan memberikan keadilan bagi media, dalam pendapatan iklan yang tidak hanya melalui pemberitaan, tetapi juga mengenai data dan hak cipta informasi yang tersebar melalui platform atau algoritma.
Karena itu, ke depannya dinilai perlu segera ada regulasi untuk memproteksi data dan hak cipta pemberitaan secara kolektif, bukan hanya di Indonesia.
Mendukung kebutuhan tersebut, Irene Jay Liu selaku Direktur Asia Pasifik, International Fund for Public Interest Media (IFPIM) menyatakan, regulasi AI yang mempengaruhi penyebaran data dan informasi media di platform melalui algoritma harus didiskusikan dengan konteks lokal terkait hubungan antara AI, platform, publisher, atau media.
“Kita harus memastikan publisher tidak kehilangan uang dengan publisher right. Namun jangan panik dan penting memulai diskusi secara kolektif dari sekarang supaya tidak terlambat,” pungkasnya.