26 Juni 2025
15:06 WIB
Menakar Khasiat Puasa Intermiten Untuk Turunkan Berat Badan
Selain efektif menurunkan berat badan seperti pola diet lainnya, intermiten punya manfaat lain dari peningkatan sensitivitas insulin, penurunan peradangan, serta perlindungan fungsi otak.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Ilustrasi seorang wanita mengukur lingkar pinggang. Freepik
JAKARTA - Puasa intermiten kini tengah populer sebagai salah satu cara menurunkan berat badan. Tidak seperti diet konvensional yang membatasi jenis atau jumlah makanan, pendekatan ini lebih menekankan pada pengaturan waktu makan. Konsepnya sederhana yakni bukan soal apa yang dimakan, melainkan kapan makan dilakukan.
Melansir laman Healthline, sebuah studi terbaru yang diterbitkan pada 18 Juni 2025 di jurnal The BMJ menunjukkan, puasa intermiten bisa sama efektifnya dengan diet rendah kalori harian dalam menurunkan berat badan. Temuan ini berasal dari tinjauan sistematis dan analisis meta atau jaringan yang menggabungkan hasil 99 uji klinis acak dengan total 6.582 peserta dewasa.
Penelitian tersebut membandingkan beberapa pola puasa intermiten seperti alternate-day fasting (ADF), time-restricted eating (TRE), dan whole-day fasting (seperti diet 5:2) dengan metode pembatasan kalori harian atau calorie restriction (CR).
Hasilnya menunjukkan bahwa seluruh pendekatan tersebut secara umum memberikan hasil yang serupa, baik dalam penurunan berat badan maupun perbaikan faktor risiko kardiometabolik seperti kadar gula darah dan kolesterol, jika dibandingkan dengan pola makan bebas tanpa pengaturan.
Meski demikian, metode ADF menunjukkan hasil yang sedikit lebih menonjol dengan penurunan berat badan, 1,3 kilogram lebih banyak dibandingkan CR, serta peningkatan profil kolesterol total dan LDL yang lebih baik dibandingkan dengan TRE. Namun, perbedaan ini dinilai tidak cukup besar untuk menyimpulkan bahwa ADF secara mutlak lebih unggul.
Para peneliti juga menekankan perlunya studi jangka panjang untuk memperkuat temuan ini. Rata-rata usia peserta dalam studi tersebut adalah 45 tahun, dengan dua pertiga di antaranya merupakan perempuan.
Sebagian besar peserta memiliki kondisi kesehatan yang beragam, seperti kelebihan berat badan, obesitas, serta diabetes tipe 1 dan 2. Indeks massa tubuh (BMI) rata-rata berada pada angka 31 yang sudah tergolong obesitas secara klinis. Durasi uji coba bervariasi, mulai dari 3 hingga 52 minggu, dengan rata-rata berlangsung selama 12 minggu.
Puasa intermiten yang diteliti terbagi dalam tiga bentuk umum. Alternate-day fasting merupakan pola makan yang bergantian antara hari makan normal dan hari puasa atau hari dengan asupan kalori sangat rendah.
Sementara itu, time-restricted eating membatasi waktu makan dalam sehari, biasanya dalam rentang 8 hingga 12 jam. Sedangkan whole-day fasting seperti pada diet 5:2, dilakukan dengan makan normal selama lima hari dan berpuasa dua hari dalam sepekan.
Semua pola tersebut, termasuk pembatasan kalori harian, memberikan efek penurunan berat badan yang signifikan jika dibandingkan dengan tidak melakukan intervensi apa pun. Selain penurunan berat badan, sejumlah studi sebelumnya juga mengaitkan puasa intermiten dengan manfaat tambahan seperti peningkatan sensitivitas insulin, penurunan peradangan, serta potensi perlindungan terhadap fungsi otak.
Meski puasa intermiten terkesan menjanjikan, para ahli sepakat bahwa tidak ada satu pendekatan yang paling unggul untuk semua orang. Diet terbaik adalah yang bisa diterapkan secara konsisten dan tidak mengganggu keseharian.
Dalam hal ini, kemudahan menjalani pola makan menjadi kunci. Menurut Dr. Sun Kim, spesialis endokrinologi dari Stanford Medicine, salah satu keunggulan puasa intermiten adalah kesederhanaan aturannya.
Ia menyebut time-restricted eating sebagai metode yang cocok bagi mereka yang memiliki kebiasaan ngemil di malam hari. Namun, ia juga mengingatkan bahwa penderita diabetes yang menggunakan insulin harus berhati-hati saat menjalani pola makan ini, karena bisa berdampak pada dosis dan jadwal pemberian insulin.
Pada akhirnya, pilihan kembali pada seseorang yanh menjalaninya. Hal terpenting adalah tentukan yang paling sesuai dengan pola hidup seseorang dan bisa dijalani dalam jangka panjang tanpa tekanan berlebihan.