02 Agustus 2025
14:13 WIB
Membedah Mitos Antara Gula, Insulin Dan Risiko Diabetes
Soal penyakit diabetes, konsumsi gula berlebih kerap disebut sebagai biang keladi, padahal penyakit ini terjadi karena kondisi medis yang kompleks.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi wanita sedang mengukur kadar gula darah. Foto: Freepik
JAKARTA - Di tengah berbagai pembahasan seputar penyebab diabetes, konsumsi gula berlebihan sering kali disebut-sebut sebagai biang keladinya. Spekulasi ini begitu populer hingga banyak orang percaya bahwa terlalu banyak makan gula otomatis akan menyebabkan diabetes.
Padahal kenyataannya tidak sesederhana itu. Diabetes adalah kondisi medis kompleks yang tidak disebabkan oleh satu faktor tunggal.
Memang benar bahwa konsumsi gula berlebihan dapat berdampak buruk bagi kesehatan secara keseluruhan. Namun, hal itu bukanlah satu-satunya penyebab munculnya diabetes.
Sebagai contoh, diabetes tipe 2 yang menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mencakup sekitar 90 hingga 95%% dari seluruh kasus diabetes yang terdiagnosis, umumnya muncul akibat kombinasi antara faktor genetik dan gaya hidup. Dengan kata lain, pola makan hanyalah salah satu bagian dari gambaran yang lebih besar.
American Diabetes Association juga mencatat adanya hubungan antara tingginya konsumsi minuman manis dan meningkatnya risiko diabetes tipe 2. Namun penting diingat, hubungan ini bersifat korelatif, bukan kausal.
Artinya, ada keterkaitan, tetapi belum tentu salah satu langsung menyebabkan yang lain. Banyak faktor lain yang ikut berperan dalam menentukan risiko seseorang terkena diabetes, seperti lingkungan, riwayat kesehatan, usia, ras, tingkat aktivitas fisik, hingga stres yang berkepanjangan.
Untuk memahami keterkaitan antara gula dan diabetes, penting memahami cara kerja tubuh dalam memetabolisme gula. Menurut Dr. Tina Cheng, dokter endokrin anak dari Good Samaritan University Hospital di New York, tubuh membutuhkan insulin untuk memetabolisme gula.
"Ketika kita makan makanan yang mengandung karbohidrat seperti buah, sayur, susu, biji-bijian, atau makanan manis tubuh akan memecahnya menjadi glukosa, yaitu bentuk gula sederhana yang menjadi sumber energi utama. Pankreas lalu memproduksi insulin untuk memindahkan glukosa dari darah ke dalam sel tubuh agar bisa digunakan sebagai energi," ujar Cheng seperti dilansir dari laman Eating Well.
Gula sederhana seperti gula pasir, madu, sirup, atau jus buah dicerna lebih cepat dibandingkan karbohidrat kompleks seperti biji-bijian utuh atau kacang-kacangan. Akibatnya, kadar gula darah bisa melonjak tajam dan memicu pelepasan insulin dalam jumlah besar.
Jika energi tak segera digunakan, kelebihan ini akan disimpan sebagai lemak, terutama dalam bentuk trigliserida. Mengonsumsi gula dalam jumlah besar memang bisa menaikkan kadar gula darah, tapi bukan berarti langsung menyebabkan diabetes.
Pola makan tinggi gula tambahan, lemak jenuh, dan kalori berlebih tanpa diimbangi aktivitas fisik lebih berperan dalam meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Gula berlebih juga dikaitkan dengan kelebihan berat badan, penyakit hati berlemak non-alkoholik, serta sindrom metabolik.
Faktor Lain
Namun, diabetes tidak disebabkan oleh gula saja. Banyak faktor saling berkaitan, termasuk cara tubuh memproduksi dan merespons insulin.
Soal perdebatan jenis gula yang lebih berisiko baik alami, tambahan, atau pemanis buatan masih berlangsung. Yang pasti, makanan tidak dikonsumsi sendirian, melainkan dalam konteks pola makan.
Buah, misalnya, memang mengandung gula, tapi juga kaya air, serat, dan antioksidan yang mendukung kesehatan. Bahkan, studi di Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism (2021) menunjukkan konsumsi buah justru menurunkan risiko diabetes tipe 2.
Meski demikian, baik gula alami maupun tambahan tetap bisa memicu lonjakan gula darah jika dikonsumsi berlebihan, apalagi tanpa didampingi protein, lemak sehat, dan serat. Ini juga berlaku untuk madu dan sirup maple.
Meski sering diperdebatkan, studi di International Journal of Obesity (2023) menemukan bahwa konsumsi dua minuman diet per hari justru membantu menurunkan berat badan dan memperbaiki indikator kesehatan, bahkan lebih baik dibandingkan mereka yang hanya minum air putih.
Menurut Audrey Koltun, ahli gizi dan edukator diabetes di New York, pemanis buatan dapat memberikan rasa manis tanpa menambah kalori. Dalam jumlah wajar, ini bisa menjadi bagian dari pola makan sehat, terutama bagi mereka yang ingin mengontrol gula darah tanpa merasa harus menjalani diet ketat.
"Artinya, terlalu banyak makan gula memang bisa berdampak negatif bagi kesehatan, tetapi bukan satu-satunya penyebab diabetes. Risiko diabetes muncul dari interaksi berbagai faktor gaya hidup, genetik, aktivitas fisik, stres, hingga pola makan secara menyeluruh," jelas Koltun.