09 Agustus 2022
21:00 WIB
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Perbedaan gaya interaksi antara dunia nyata dan dunia maya seharusnya tak memiliki kesenjangan yang lebar. Hal ini seharusnya bisa lebih dipahami oleh lebih banyak masyarakat.
Menurunnya etika komunikasi saat di dunia maya pun menjadi masalah yang seharusnya bisa dicegah dengan literasi digital yang baik.
"Kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan lain, bukan sekadar deretan karakter huruf di layar monitor," kata Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Soetomo Cand Zulaikha dalam webinar Literasi Digital "Makin Cakap Digital 2022" yang digagas Siberkreasi.
Dikutip dari Antara, Selasa (9/8), disebutkan bahwa masyarakat yang menggunakan internet untuk berinteraksi dengan warganet lainnya harus menghindari penyebaran konten negatif seperti konten-konten kekerasan dan pelecehan seksual.
Hal itu dikarenakan saat berselancar di dunia maya, potensi pelanggaran hukum bisa terjadi jika masyarakat tidak bijak menggunakan internet dan bisa saja dijerat UU yang saat ini berlaku yakni UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Salah satu kasus yang paling banyak terjadi karena kurangnya kesadaran menjaga etika di ruang digital ialah pencemaran nama baik.
Perbuatan itu pun bisa dikaitkan sebagai tindak pidana dan bisa dijerat dengan Pasal 310 KUHP yang mengatur hukuman untuk perbuatan melanggar kehormatan dan menyerang nama baik seseorang.
Di samping itu, masyarakat juga bisa memanfaatkan jalur hukum apabila dirinya menjadi korban penipuan di dunia maya oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Masyarakat dapat menjerat pelaku dengan pasal 24 ayat (4) dari UU ITE yang dapat menghukum pelaku dengan kurungan penjara paling lama enam tahun atau pun hukuman denda hingga Rp1 miliar.
Dengan menjaga etika berkomunikasi di ruang virtual, maka masyarakat dengan positif telah menjaga ruang digital Indonesia menjadi lingkungan yang baik bagi seluruh penggunanya.
Siberkreasi dipercaya oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI melancarkan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) untuk menyiapkan talenta-talenta digital Indonesia yang berkualitas.
Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada 2024.