14 November 2025
11:26 WIB
Memahami Breadcrumbing Dan Dampaknya Pada Kesehatan Emosional
Jika banyak orang merasa 'sakit' akibat ghosting, ternyata breadcrumbing sama menyakitkannya, bahkan ada yang menyebut 'lebih sakit'
Penulis: Annisa Nur Jannah
Ilustrasi seorang wanita sedang menunggu jawaban dari percakapan di dunia maya. Foto: Freepik.
JAKARTA - Pernahkah Anda merasa dekat dengan seseorang, padahal sebenarnya kedekatan itu tidak benar-benar ada? Mungkin orang tersebut rajin membalas story, mengirim meme lucu, atau sesekali memulai obrolan sehingga membuat Anda merasa hubungan itu punya peluang untuk berkembang.
Namun seiring waktu, Anda mulai menyadari bahwa semua perhatian kecil itu tidak pernah berlanjut menjadi sesuatu yang nyata. Hubungan itu memang terasa hidup karena masih ada obrolan dan sapaan ringan, tetapi nyatanya tidak pernah bergerak ke arah yang lebih jelas.
Anda tetap diberi harapan, namun tidak ada perkembangan yang berarti. Situasi seperti inilah yang dikenal sebagai breadcrumbing.
Menurut laman Psychology Today, breadcrumbing terjadi ketika seseorang menggantung orang lain lewat perhatian kecil yang memberi sinyal seolah ada harapan, tetapi tanpa niat untuk berkomitmen. Di era digital seperti sekarang ini, pola tersebut sering terlihat dari balasan cepat di Instagram Story, like yang muncul sesekali, atau kiriman meme yang membuat hubungan tampak hangat padahal tidak mengarah ke mana pun.
Terkadang obrolan berjalan seru, tetapi ketika diajak bertemu atau diajak membicarakan arah hubungan, kejelasan itu tidak pernah datang. Akibatnya, hubungan berhenti di tempat dan tidak berkembang menjadi sesuatu yang bermakna.
Bagi orang yang mengalaminya, situasi ini dapat menimbulkan kebingungan dan rasa sakit. Harapan untuk bergerak maju membuat mereka sulit melihat bahwa yang sebenarnya terjadi hanyalah ketidakpastian yang berulang.
Breadcrumbing pun tidak hanya muncul dalam hubungan romantis, tetapi juga bisa terjadi dalam pertemanan atau bahkan hubungan profesional. Sebenarnya, istilah ini bukan istilah psikologis resmi, melainkan kiasan yang terinspirasi dari dongeng Hansel dan Gretel yang meninggalkan remah roti sebagai penunjuk jalan.
Lebih Menyakitkan Ketimbang Ghosting
Sayangnya, dampak emosionalnya tidak bisa dianggap ringan. Pola komunikasi yang sporadis dan dangkal ini sering menimbulkan harapan kecil yang hanya berujung pada rasa kecewa, frustrasi, dan perasaan tidak dihargai.
Sebuah penelitian berjudul Psychological Correlates of Ghosting and Breadcrumbing Experiences: A Preliminary Study among Adults (2020) oleh Navarro dan rekan-rekan menemukan, individu yang mengalami breadcrumbing cenderung merasa lebih kesepian, lebih tidak berdaya, dan kurang puas dengan hidupnya. Temuan ini menunjukkan bagaimana ketidakpastian yang panjang dapat menggerus keseimbangan emosional seseorang.
Jika ghosting terasa menyakitkan karena datang tiba-tiba, breadcrumbing justru lebih menyakitkan karena prosesnya perlahan-lahan. Seseorang dibuat menunggu tanpa kepastian, seolah berada dalam mode standby, yang pada akhirnya memicu kecemasan dan rasa tidak dihargai.
Ada banyak alasan mengapa breadcrumbing terasa begitu menyakitkan. Penolakan sosial terbukti memicu bagian otak yang serupa dengan rasa sakit fisik, sehingga wajar jika pengalaman ini terasa menusuk.
Kurangnya kejelasan juga memicu keraguan diri seperti “Apakah saya melakukan kesalahan?” atau “Apakah saya tidak cukup menarik?” Selain itu, pola ini dapat membuat seseorang menarik diri, baik dari hubungan tersebut maupun dari interaksi sosial lainnya.
Cara Pulih dari Breadclumbing
Merasa terluka akibat breadcrumbing adalah hal yang sepenuhnya wajar. Saat Anda mulai menyadari bahwa perilaku seseorang memang tidak pernah mengarah pada komitmen yang nyata, proses pemulihan bisa dimulai dengan mengakui apa yang sebenarnya terjadi.
Anda perlu memberi nama pada pengalaman, baik melalui jurnal maupun dengan menceritakannya kepada teman tepercaya dapat membantu memproses perasaan yang muncul. Jika Anda merasa membutuhkan penutup atau kejelasan, tidak ada salahnya menyampaikan perasaan secara langsung, misalnya dengan mengatakan bahwa Anda merasa digantung dan itu menyakitkan.
Memahami lebih jauh tentang breadcrumbing dan pola perilaku non-komitmen juga penting, karena wawasan tersebut membuat Anda lebih peka jika suatu saat mengalami hal serupa lagi. Dalam proses ini, menjaga integritas diri menjadi bagian yang tak kalah penting caranya dengan berkomitmen untuk tidak melakukan hal serupa pada orang lain membantu Anda tetap memegang nilai personal dan batasan yang sehat.
Di atas semuanya, kesehatan mental Anda harus menjadi prioritas. Lanjutkan rutinitas perawatan diri, temukan cara-cara yang menenangkan dan jangan ragu mencari bantuan profesional bila beban emosional terasa terlalu berat untuk ditangani sendirian. Dengan langkah-langkah kecil yang penuh kesadaran, Anda bisa kembali menemukan ruang aman dalam diri sendiri.