c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

28 September 2022

21:00 WIB

Margaret Sanger, Pejuang Keluarga Berencana

Miris akan tingginya angka kehamilan dan kasus aborsi mandiri, Margaret Sanger berjuang untuk penggunaan kontrasepsi untuk mengontrol kelahiran

Penulis: Gemma Fitri Purbaya

Editor: Satrio Wicaksono

Margaret Sanger, Pejuang Keluarga Berencana
Margaret Sanger, Pejuang Keluarga Berencana
Margaret Sanger. Sumber: Library of Congress Prints and Photographs division, reproduction number LC -USZ62-29808

JAKARTA – Sekitar 50 wanita berdiri berjajar, mengantre menunggu giliran. Kebanyakan di antaranya memiliki perut buncit khas ibu hamil. Sebagian lagi belum terlihat kehamilannya.

Mirisnya, berbekal uang US$5, mereka masuk bergiliran ke dalam klinik. Tujuannya untuk menggugurkan kandungan yang ada di rahim mereka masing-masing.

Perekonomian yang pas-pasan menjadi alasan utama wanita-wanita itu harus menjalani hal yang mengerikan. Mereka hanya berpikir, tak ingin menambah beban hidupnya dengan kehadiran buah hati.

Kenyataan ini menjadi pemandangan sehari-hari yang disaksikan oleh Margaret Sanger di awal abad 20. Di Lower East Side, New York, Amerika Serikat, dia bertugas merawat para wanita yang biasanya sakit usai melakukan aborsi.

Sanger tidak habis pikir, mengapa pemerintah membiarkan hal ini terjadi terus menerus. Dalam benaknya, perlu sesuatu untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan ini. Clueless, kala itu, dia tak punya jawaban atas pertanyaannya sendiri.

Sanger pun berusaha mencari tahu ke sana dan ke sini sampai mengunjungi perpustakaan mencari literatur, namun hasilnya nihil. Tidak ada informasi apapun yang bisa menjawab rasa keingintahuannya soal bagaimana mencegah kehamilan.

Satu hal yang paling membuatnya geram adalah apa yang terjadi pada Saddie Sachs. Sama seperti wanita lainnya, Saddie hamil berulang kali meski tidak menginginkannya. Dia mengaku tak sanggup lagi untuk mengasuh anak.

Jadi setiap kali hamil, Saddie melakukan aborsi sendiri di rumahnya. Bukan apa-apa, dia tak punya uang US$5 untuk membayar klinik aborsi. Dia berpikir, melakukannya di rumah, hasilnya akan sama saja.

Saddie tidak mengetahui risiko yang dihadapinya. Rasanya, dia tidak peduli juga. Satu tujuannya, janin dalam kandungannya hilang, tak menetap lama di rahimnya.

Seperti biasa, usai aborsi, Sanger mendatangi Saddie dan merawatnya. Dia juga tidak tahu harus berbuat apa untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh perempuan ini.

Pergi Ke Dokter
Sampai pada suatu waktu, sebuah ide terlintas di benak Saddie untuk mengunjungi dokter. Dia hendak bertanya, bagaimana cara mencegah kehamilan. Dibantu Sanger, Saddie ke dokter dan meminta doter untuk membuatnya tidak bisa hamil lagi.

Namun si dokter tidak benar-benar serius menanggapi ucapan Saddie. Dia malah menyuruh Saddie tidak usah berhubungan seks sekalian agar tidak hamil, sesuatu yang sebenarnya bukan solusi karena Saddie memiliki suami yang harus 'dilayani'.

Dokter itu pun melanjutkan selorohnya, agar suami Saddie tidur di atap rumah supaya mereka tidak bercinta. Sakit hati, Saddie dan Sanger pulang tanpa solusi.

Beberapa bulan kemudian, Saddie kembali hamil. Dia kembali melakukan aborsi mandiri di rumah. Sayangnya, dia kembali tidak sadarkan diri.

Sanger dipanggil untuk memeriksa keadaan Saddie, tetapi nyawa wanita itu tidak bisa terselamatkan. Tekad Sanger untuk mencari tahu cara pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan pun membulat.

Kelompok Sosialis
Sanger lahir dengan nama Margaret Louise Higgins di Corning, New York 14 September 1879. Dia merupakan anak keenam dari 11 bersaudara. Ibu mereka meninggal tidak lama setelah anak ke-11 lahir, akibat terlalu sering hamil dan melahirkan.

Dalam 22 tahun, ibunda Sanger mengandung sebanyak 18 kali, namun hanya 11 yang berhasil bertahan. 

Masa kecil Sanger dijalani dengan kemiskinan, karena ia memiliki saudara yang banyak. Dia pun nyaris tidak bersekolah jika tidak dibantu oleh kedua kakak perempuannya.

Di sekolah, Margaret kecil banyak diejek karena berpakaian kotor dan sering kelaparan. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa akan fakta itu, selain berharap masa depannya bisa lebih baik dengan mengenyam bangku pendidikan.

Lulus dari sekolah, Margaret belajar sebagai perawat di White Plains Hospital. Walaupun lulus, tetapi dia tidak melanjutkan bekerja di rumah sakit itu sebagai perawat. Sebaliknya, dia malah menikah dengan seorang arsitek bernama William Sanger.

Dia dan suami kemudian terlibat dengan para sosialis. Sanger bahkan bergabung dalam partai Women's Committee of the New York Socialist yang aktif menyuarakan suara kaum pekerja. Bersama mereka juga, Sanger aktif menjadi perawat bagi kalangan bawah Lower East Side.

Dari pengalamannya sebagai perawat, Sanger mulai menulis sebuah kolom mengenai edukasi seks di majalah sosialis New York Call berjudul 'What Every Mother Should Know' dan 'What Every Girl Should Know'. Artikelnya langsung menjadi pembicaraan banyak orang karena bahasanya yang frontal dan blak-blakan.

Tidak sedikit juga yang marah, karena saat itu pembicaraan tersebut adalah sesuatu yang tabu. Belum lagi, ada aturan Comstock yang berlaku, di mana hal-hal bersifat cabul dan vulgar dilarang, termasuk pembicaraan mengenai seks dan pencegahan kehamilan.

Akibatnya, artikel Sanger dalam majalah sosialis itu banyak disensor. Bahkan untuk kata-kata seperti sifilis dan gonorrhea pun dilarang. Ditambah, para sosialis ini diam-diam merasa terancam oleh ide 'liar' Sanger. Mereka belum siap menerima kalau wanita bisa menentukan kapan dan apakah mereka mau memiliki anak.

Sebal terus-terusan disensor dan merasa dibatasi, Sanger akhirnya meluncurkan majalahnya sendiri bernama 'The Woman Rebel'. Majalah ini berisikan edukasi terkait pencegahan kehamilan dengan tagline mereka 'No Gods, No Masters'.

Bersama teman-teman aktivisnya, Sanger memopulerkan istilah 'birth control' yang merujuk pada pencegahan kehamilan. Dia berharap pemerintah dapat menghapus larangan informasi terkait kontrasepsi dan memberikan akses pada masyarakat lebih banyak mengenai pencegahan kehamilan.

Pemerintah geram dan menangkap Sanger lantaran mengabaikan peringatan untuk tidak lagi menerbitkan majalah 'tidak senonoh' itu. Sanger dihadapkan oleh kemungkinan akan mendekam di balik jeruji besi, maksimal 45 tahun lamanya.

Dia diberi waktu enam minggu untuk mempersiapkan sanggahan. Namun alih-alih melindungi dirinya, Sanger justru kembali meluncurkan buku kecil tentang birth control berjudul 'Family Limitation'. 

Dia meluncurkan buku itu agar lebih banyak wanita bisa menghindari kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi asal-asalan.

Melarikan diri
Atas saran dari pengacaranya, Sanger kemudian melarikan diri ke Eropa. Dia sengaja memilih benua tersebut karena isu tentang pencegahan kehamilan sudah marak diperbincangkan dan menjadi hal yang lumrah.

Dengan mudah, orang bisa mendatangi klinik birth control legal dengan tenaga medis profesional, pastinya. Hal itulah yang menjadi mimpi Sanger, negaranya bisa memiliki sistem serupa.

Di Eropa juga, dia mengetahui ada alat kontrasepsi bernama diaphragms, yang ternyata lebih efektif dibandingkan suppositories ataupun douche yang diam-diam digunakan di AS.

Kematian Anthony Comstock, sang pembuat aturan Comstock lah yang akhirnya membuat Sanger berani untuk pulang ke negaranya. Dia juga berniat memboyong diaphragms sebagai alat kontrasepsi pencegah kehamilan bagi wanita di sana.

Sanger mengimpor alat kontrasepsi itu dari Eropa dan mendirikan klinik birth control dan perencanaan keluarga pertama di AS. Sayangnya, baru sepuluh hari buka, klinik tersebut ditutup paksa. Sanger ditangkap polisi setelah ada polisi wanita yang menyamar dan mendapatkan pamflet berisikan tentang pencegahan kehamilan.

Singkat cerita, Sanger berhasil keluar dari penangkapan. Tak ada kapok-kapoknya, dia tetap membuka klinik untuk membantu para wanita yang mencari pertolongan. Dan lagi-lagi, dia kembali ditangkap polisi, kali ini bersama adiknya, Ethel Byrne.

Mereka ditangkap dengan tuduhan membagi-bagikan alat kontrasepsi. Keduanya pun dinyatakan bersalah. Sebenarnya Sanger ditawari untuk mendapat pengampunan, asalkan berjanji tidak melakukan tindakan serupa. Akan tetapi, dia menolak.

"Saya tidak bisa menghormati hukum yang ada saat ini," lantangnya.

Ucapannya di pengadilan itu menjadi populer. Banyak orang mengelu-elukan namanya. Pemerintah pun mau tidak mau mulai mempertimbangkan penggunaan alat kontrasepsi, untuk mencegah kehamilan.

Akhirnya pada 1918, gerakan birth control berhasil menang di pengadilan. Dokter maupun perawat boleh memberikan alat kontrasepsi pada pasien, namun dengan catatan atas dasar alasan medis.

Mengakhiri Aturan
Belum puas dengan aksi-aksi yang sudah dilakukannya, Sanger pun mendirikan American Birth Control League (ABCL) pada 1921. Dia merasa kalau seharusnya semua wanita memiliki akses yang setara untuk mendapatkan kontrasepsi, bukan hanya sekadar masalah medis saja.

Selain itu, dia juga menyadari kalau birth control tidak hanya untuk kehamilan yang tidak diinginkan, melainkan untuk membantu mengatasi over populasi. Sanger sadar tanpa birth control, masyarakat akan membludak dan mendorong terjadinya over populasi. Jika sudah begitu, kemiskinan, kelaparan, hingga perang tidak akan bisa dihindari.

Dia pun turut mendirikan Clinical Research Bureau (CRB), klinik legal birth control pertama di AS yang semua pegawainya adalah perempuan. Klinik ini mendapatkan donasi dari John D. Rockefeller Jr selama beberapa tahun, supaya bisa menjangkau lebih banyak masyarakat.

Klinik ini juga memungkinkan para dokter untuk meneliti efek dari penggunaan kontrasepsi pada kesehatan wanita. Tidak jarang juga kliniknya ini di New York 'digerebek' oleh polisi karena dicurigai melakukan aktivitas ilegal.

Gerah diperlakukan seperti itu, Sanger memutuskan untuk mendirikan National Committee on Federal Legislation for Birth Control, untuk menghilangkan aturan federal Comstock yang mendarah daging. Setelah melalui pertimbangan yang cukup panjang, pengadilan akhirnya menghilangkan aturan Comstock, meskipun belum menyeluruh.

Aturan tersebut baru benar-benar dihapus 30 tahun kemudian. Sampai pada saatnya, masyarakat kini bisa dengan bebas membahas dan memperoleh informasi terkait kontrasepsi.

Kehamilan yang tidak diinginkan pun bisa dihindari serta praktik aborsi ilegal dapat diminimalisirkan. Tak hanya itu, nyawa ibu hamil bisa terselamatkan berkat kampanye Sanger yang begitu gigih.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar