06 Maret 2024
17:55 WIB
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Kepiting tapal kuda memiliki sejarah yang panjang, bahkan telah eksis sebelum masa dinosaurus atau kira-kira 450 juta tahun yang lalu. Dikenal sebagai makhluk purba laut, kepiting tapal kuda berhasil bertahan dan terus berkembang hingga saat ini.
Seperti namanya, kepiting tapal kuda menampilkan bentuk yang menyerupai tapal kuda. Khususnya pada bagian punggungnya yang melengkung dan kadang bersisik memberikan kesan mirip tapal kuda, sementara bagian lainnya mempunyai bentuk khas kepiting pada umumnya.
Selain itu, keunikan lainnya adalah kepiting tapal kuda memiliki darah biru. Warna darah biru ini disebabkan oleh keberadaan zat bernama hemocyanin, suatu pigmen pernapasan yang mengandung tembaga dan berfungsi dalam pengangkutan oksigen.
Dilansir dari laman Natural History Museum, keunikan darah biru pada kepiting tapal kuda memiliki dampak penting dalam dunia medis. Hemocyanin dalam darah biru tersebut telah menjadi kunci sukses pada pengembangan vaksin dan memainkan peran penting dalam menjamin keamanan peralatan medis secara global.
Darah cerah biru pada kepiting tapal kuda mengandung sel-sel kekebalan yang sangat sensitif terhadap bakteri beracun. Ketika sel-sel ini berinteraksi dengan bakteri yang menyerang, mereka membentuk gumpalan melindungi tubuh kepiting tapal kuda dari racun.
Ilmuwan memanfaatkan kecerdasan sel darah ini dalam pengembangan tes yang dikenal sebagai Limulus Amebocyte Lysate (LAL). Tes ini tidak hanya digunakan untuk memeriksa vaksin baru terhadap kontaminasi umum, tetapi juga vaksin-vaksin termasuk yang dirancang untuk melawan Covid-19.
Teknik ini telah menjadi standar global sejak tahun 1970-an, menggantikan metode yang melibatkan pemberian suntikan penuh bakteri berbahaya kepada manusia. Penerapan teknik ini berperan besar dalam mencegah risiko penyakit serius.
Selain itu, berbeda dari kebanyakan mamalia, kepiting tapal kuda tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan antibodi sebagai pertahanan terhadap infeksi. Meskipun demikian, kepiting tapal kuda dilengkapi dengan sejumlah sel amebocyte yang mampu mengikat bakteri, virus, dan jamur, menghentikan aktivitas mikroorganisme tersebut.
Sel-sel amebocyte ini terdapat dalam darahnya yang berwarna biru khas. Industri obat-obatan, makanan, dan alat kesehatan memanfaatkan sel-sel amebocyte ini untuk menguji produk-produk yang mereka hasilkan.
Uji coba tersebut dilakukan untuk menjamin bahwa produk-produk tersebut bebas dari bakteri. Kehadirannya sangat penting, karena tanpanya, alat uji bakteri, virus, dan jamur yang seefektif sel amebocyte dari kepiting tapal kuda tidak akan ada.
Berharga Bagi Dunia Medis Dan Keanekaragaman Hayati Pesisir
Setiap tahun, sekitar 600 ribu ekor kepiting tapal kuda dewasa ditangkap untuk kemudian dibawa ke laboratorium menjalani proses pengambilan darah. Proses ini mirip dengan pengambilan darah pada manusia saat mendonorkan darahnya, tanpa melukai atau membahayakan kehidupan binatang tersebut.
Hanya sekitar 20-30% dari total volume darah kepiting yang diambil, setelah itu mereka dilepaskan kembali ke alam bebas. Meskipun beberapa kepiting tapal kuda mungkin mati setelah proses pengambilan darah, sebagian besar akan pulih dan darahnya kembali normal dalam rentang waktu seminggu hingga 3 bulan.
Ada empat spesies kepiting tapal kuda dengan tiga di antaranya tersebar di wilayah Asia meliputi pantai India, Vietnam, Cina, Kalimantan, dan Jepang selatan. Spesies-spesies ini mencakup kepiting tapal kuda tri-spine (Tachypleus tridentatus), kepiting tapal kuda pesisir (Tachypleus gigas), dan kepiting tapal kuda bakau (Carcinoscorpius rotundicauda).
Sementara itu, spesies yang paling sering digunakan dalam alat kesehatan adalah Limulus polyphemus yang dikenal sebagai kepiting tapal kuda Amerika.
Kehadiran kepiting tapal kuda tidak hanya berharga bagi dunia medis dan kesehatan manusia. Menurut International Union for the Conservation of Nature (IUCN), kepiting tapal kuda juga memainkan peran penting sebagai penghubung dalam keanekaragaman hayati pesisir.
Salah satu peran ekologisnya adalah meletakkan jutaan telur di pantai, memberi makan burung pantai, ikan, dan satwa liar lainnya. Cangkang keras mereka juga berfungsi sebagai habitat mikro bagi berbagai spesies lain, termasuk kepiting lumpur, kerang, dan siput.