11 Oktober 2025
11:17 WIB
Makna Di Balik Tradisi Lempar Bunga Pengantin
Dalam sebuah perayaan pernikahan, ada tradisi 'seru' yang kerap dilakukan yakni melempar bunga pengantin. Ada makna dan sejarah panjang di balik tradisi itu.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
Seorang mempelai wanita memegang bouquet toss. Foto: Freepik.
JAKARTA - Pernikahan selalu menjadi perayaan yang sarat makna. Dalam upacara pernikahan, beberapa menggabungkan unsur budaya Indonesia dengan luar.
Salah satu prosesi yang paling sering mencuri perhatian adalah lempar bunga pengantin atau bouquet toss. Momen ini kerap menutup rangkaian pesta dengan tawa dan teriakan riuh para tamu, khususnya para perempuan lajang yang berkumpul menanti bunga melayang di udara.
Menurut kepercayaan klasik, siapa pun yang berhasil menangkap bunga tersebut diyakini akan menjadi orang berikutnya yang menikah. Di balik keceriaan itu, ternyata tradisi ini punya sejarah panjang dan makna yang lebih dalam dari sekadar permainan seru di pesta pernikahan.
Melansir laman Brides, tradisi lempar bunga seperti yang dikenal sekarang bermula di Inggris pada abad ke-19, namun akar sejarahnya jauh lebih tua. Sebelum tahun 1800-an, masyarakat percaya bahwa menyentuh pengantin wanita pada hari pernikahannya bisa membawa keberuntungan.
Para gadis lajang bahkan sering berdesakan untuk menyentuh gaun pengantin atau mengambil potongan kecil kainnya sebagai jimat keberuntungan agar segera menyusul menikah. Untuk menghindari situasi yang tidak nyaman ini, para pengantin mulai melempar buket bunga sebagai pengalihan.
Hal ini dianggap sebagai cara yang lebih sopan dan aman untuk membagikan keberuntungan kepada para tamu. Seiring waktu, kebiasaan itu berubah menjadi tradisi menyenangkan yang bertahan hingga sekarang.
Dalam prosesi modern, lempar bunga biasanya dilakukan menjelang akhir pesta resepsi, setelah sesi makan malam, potong kue, dan tarian pembuka selesai. Pengantin akan berdiri membelakangi sekelompok tamu yang belum menikah, lalu melempar buket bunga ke belakan.
Eddie Zaratsian, pakar perencana pernikahan dan desain acara, menjelaskan bahwa momen ini menjadi cara pengantin berbagi kebahagiaan dan harapan cinta kepada teman-teman terdekatnya. Pasalnya, lempar bunga memberi nuansa ringan dan menyenangkan di akhir pesta, sebelum pasangan pengantin meninggalkan acara.
Meski masih populer, sebagian pengantin masa kini memilih untuk memodifikasi atau bahkan mengganti prosesi lempar bunga. Sebab, tak jarang momen ini membuat beberapa tamu merasa canggung, terutama mereka yang tidak nyaman menampilkan status lajang di depan banyak orang.
Selain itu, tak bisa dimungkiri, semangat kompetitif yang muncul juga bisa membuat suasana agak kacau, apalagi jika tamu berdesakan dengan sepatu hak tinggi. Sebagai alternatif, banyak pasangan modern kini memilih anniversary dance.
Dalam versi ini, semua pasangan yang sudah menikah diundang ke lantai dansa. Lalu, pembawa acara secara perlahan meminta mereka meninggalkan lantai sesuai lamanya pernikahan.
Misalnya, satu tahun, lima tahun, sepuluh tahun hingga tersisa pasangan yang paling lama menikah. Pasangan tersebutlah yang kemudian menerima buket bunga sebagai simbol cinta abadi.
Menurut Zaratsuan, cara ini akan lebih menyentuh. Sebab, pasangan yang sudah puluhan tahun menikah akhirnya mendapat momen manis untuk dikenang dan buket bunga menjadi simbol penghargaan bagi perjalanan cinta mereka.
Namun sebenarnya, tidak ada aturan baku apakah tradisi ini wajib dilakukan atau tidak. Semua bergantung pada gaya dan makna yang ingin Anda hadirkan dalam pesta pernikahan.
Bahkan, kini banyak wedding organizer yang memasukkan prosesi lempar bunga sebagai bagian dari acara seru di resepsi. Tak sekadar simbol keberuntungan, momen ini juga dikemas sebagai hadiah atau kenang-kenangan.
Biasanya, pengantin akan melempar buket bunga, dan tamu yang berhasil menangkapnya bisa menukarkannya dengan hadiah spesial dari sang pasangan.