30 September 2025
20:48 WIB
Maintenance Therapy Upaya Cegah Kekambuhan Kanker Ovarium Pascaoperasi
Mayoritas pasien kanker ovarium pada stadium lanjut dengan status HRD positif, di mana tubuh tidak dapat memperbaiki kerusakan DNA yang berisiko menimbulkan kekambuhan.
Penulis: Gemma Fitri Purbaya
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi kanker ovarium. Shutterstock/Queenmoonlite Studio
JAKARTA - Kanker ovarium masih menjadi tantangan besar bagi wanita di Indonesia. Gejala awal yang tidak spesifik, membuat sebagian besar pasien baru terdiagnosis pada stadium lanjut.
Setelah melakoni operasi dan kemoterapi pun, tingkat kekambuhan tetap tinggi dalam tiga tahun pertama. Hal ini membuat pentingnya rangkaian penanganan dan terapi yang terintegrasi sejak awal hingga lanjutan atau maintenance therapy.
"Mayoritas pasien kanker ovarium baru terdiagnosis pada stadium 3 atau 4, akibat gejala awal yang tidak spesifik dan belum adanya metode skrining yang efektif. Risiko kekambuhan setelah kemoterapi awal pun sangat tinggi. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran pasien terhadap proses pengobatan lanjutan sangatlah penting," ucap spesialis obstetri dan ginekologi, dr. Muhammad Yusuf dalam keterangan tertulisnya.
Panduan internasional seperti ESMO dan NCCN sendiri merekomendasikan, pemeriksaan HRD (Homologous Recombination Deficiency) dan BRCA (Breast Cancer gene 1 dan 2) dilakukan sedini mungkin pada pasien kanker ovarium setelah operasi, guna memastikan terapi lanjutan yang tepat. Apalagi, sekitar 50% pasien kanker ovarium stadium lanjut sendiri memiliki status HRD-positif, termasuk yang tidak mempunyai mutasi BRCA.
Sementara HRD adalah kondisi di mana tubuh tidak dapat memperbaiki kerusakan pada DNA. Artinya, risiko kekambuhan pada pasien kanker ovarium stadium lanjut cukup tinggi, sehingga pemeriksaan dini dan maintenance therapy sangat dibutuhkan.
"Akses terhadap pemeriksaan HRD dan maintenance therapy bagi pasien kanker ovarium di Indonesia sangat penting. Data klinis global telah membuktikan manfaat signifikan terapi ini dapat memperpanjang masa bebas penyakit. Kami harap lebih banyak pasien di Indonesia dapat memperoleh manfaat dari maintenance therapy sehingga kualitas hidup mereka semakin baik," ucap Medical Director AstraZeneca Indonesia, dr. Feddy.
Maintenance therapy dilakukan dengan pemberian obat berbasis PARP (Poly ADP-Ribose Polymerase) inhibitor, seperti Olaparib. Obat tersebut memungkinkan pasien memiliki masa bebas penyakit hingga 37 bulan, hampir dua kali lebih lama dibandingkan terapi dengan Bevacizumab saja.
Studi SOLO-1 juga membuktikan bahwa pasien dengan mutasi BRCA yang menggunakan Olaparib memiliki risiko progresi 70% lebih rendah, dan hampir setengahnya tetap dalam remisi setelah lima tahun. Dengan begitu, pasien kanker ovarium pun dapat memperpanjang masa bebas penyakit dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik.