12 Oktober 2024
09:42 WIB
Mahasiswa ITS Rancang Masjid Ramah Tunanetra
Sejumlah mahasiswa Departemen Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mencoba merancang masjid berbasis sensoris yang ramah bagi penyandang tunanetra.
Penulis: Arief Tirtana
Editor: Rendi Widodo
Kepala Sekolah YPAB Drs Eka Purwanto ketika meraba purwarupa dari desain masjid buatan tim KKN Abmas Departemen Arsitektur ITS. Dok. ITS
JAKARTA - Harus diakui bahwa masih banyak fasilitas publik di Indonesia yang belum ramah bagi orang dengan disabilitas, tak terkecuali tempat ibadah seperti masjid yang sebenarnya tak jarang juga diakses oleh penyandang disabilitas.
Melihat kondisi tersebut, sejumlah Mahasiswa yang tergabung dalam tim Kuliah Kerja Nyata Pengabdian masyarakat (KKN Abmas) Departemen Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mencoba merancang masjid berbasis sensoris yang ramah bagi penyandang disabilitas, khususnya orang tunanetra.
Rancangan masjid berbasis sensoris yang ramah bagi tunanetra itu nantinya akan dibangun di Yayasan Pendidikan Anak-Anak Buta (YPAB) Surabaya, lokasi di mana KKN Abmas dilakukan. Pembangunan masjid ini dilakukan karena memang aksesibilitas pada fasilitas ibadah pada yayasan tersebut terbilang masih terbatas.
Dosen pendamping tim KKN Abmas Nurfahmi Muchlis, fasilitas pendidikan, dalam hal ini fasilitas keagamaan bagi penyandang disabilitas tunanetra memang perlu dirancang agar mudah digunakan, demi mendukung proses pembelajaran para siswa.
Apa lagi pembangunan masjid ini juga sejalan dengan poin Sustainable Development Goals nomor empat, 10, dan 11 tentang pendidikan berkualitas, berkurangnya kesenjangan, serta pengembangan kota dan permukiman yang berkelanjutan.
Masjid berbasis sensoris sendiri pada dasarnya merupakan masjid yang dapat mengakomodasi informasi visual yang para penyandang tunanetra berkendala untuk menerimanya. Di mana akan ada dua fitur unggulan yang dirancang, yakni ubin pemandu dan handrail di sepanjang dinding dan jalan.
Ubin pemandu dihadirkan dengan tujuan agar dapat membantu penyandang tunanetra menavigasi ruang dan berjalan menuju masjid. Ubin-ubin ini akan dipasang di sepanjang jalur yang sering dilalui jamaah, mulai dari pintu masuk hingga ke dalam ruang salat.
"Dengan begitu para jemaah terutama anak-anak akan lebih mudah mengenali arah masjidnya," terang dosen Laboratorium Perancangan Arsitektur ITS itu.
Sementara handrail atau pegangan tangan, akan diletakan di sepanjang jalan menuju pintu ruang beribadah dan tempat wudhu. Sehingga dapat membantu siswa dan guru dalam berpindah dari satu area ke area lainnya. Desain handrail juga dirancang dengan mempertimbangkan kemudahan dan kenyamanan ketika digenggam oleh penggunanya.
Perancangan masjid berbasis sensoris ini akan diresmikan pada 22 Oktober mendatang, dan diharapkan agar dapat segera direalisasikan sebagai contoh bagi masjid-masjid lainnya yang lebih ramah untuk penyandang disabilitas tunanetra.
"Dengan adanya fasilitas yang memadai, diharapkan tunanetra dapat beribadah dengan khusyuk," kata Nurfahmi.