16 Oktober 2025
11:08 WIB
Lima Naskah Nusantara Ditetapkan Sebagai Ingatan Kolektif Nasional 2025
Naskah-naskah nusantara yang telah ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) berpotensi diusulkan sebagai warisan dunia ke UNESCO.
Editor: Satrio Wicaksono
Kepala Perpusnas E. Aminudin Aziz (depan, tengah) dalam acara Penganugerahan Naskah Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2025 di Perpusnas, Jakarta Pusat, pada Rabu (15/10/2025). ANTARA/HO-Perpusnas.
JAKARTA - Lima naskah nusantara ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2025, sebagai upaya mengarusutamakan naskah-naskah lama sebagai sumber pengetahuan, jati diri, dan ingatan kolektif bangsa.
Kepala Perpusnas, E. Aminudin Aziz menjelaskan, pengarusutamaan naskah berarti menempatkan manuskrip dan nilai-nilai di dalamnya sebagai bagian utama kebudayaan dan pembangunan nasional.
"Melalui program ini, naskah dan kandungannya harus ditempatkan sebagai arus utama, tidak lagi menjadi isu yang termarjinalkan," ujarnya.
Menurutnya, keberhasilan program pengarusutamaan naskah nusantara sangat bergantung pada dukungan ekosistem pernaskahan yang kuat, kebijakan anggaran yang memadai, serta keberpihakan negara terhadap kemajuan literasi dan kebudayaan.
"Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Sejarah hanya bisa hidup melalui pelestarian dan pendayagunaan yang optimal terhadap sumber-sumbernya," katanya dikutip dari Antara.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas Suharyanto menjelaskan, proses penetapan naskah IKON dilakukan melalui seleksi usulan dari para ahli.
"Dewan pakar menilai setiap naskah berdasarkan tiga aspek utama, yaitu signifikansi sejarah, sosial dan kemasyarakatan, serta komitmen pemilik budaya terhadap pelestarian dan pemanfaatan manuskrip," tuturnya.
Tidak hanya ditetapkan sebagai IKON, nantinya Komite Memory of the World (MoW) Indonesia bersama Dewan Pakar akan membahas naskah yang berpotensi diusulkan ke UNESCO sebagai warisan dunia. Adapun kelima naskah tersebut:
Naskah Kulit Kayu: Ingok Perjanjian Kita
Naskah ini diusulkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung serta UPTD Museum Negeri Provinsi Lampung Ruwa Jurai. Naskah beraksara Lampung dari abad ke-17 atau ke-18 itu ditulis di atas kulit kayu dan memuat kisah perjanjian antara manusia, jin, dan makhluk hutan. Isinya merefleksikan nilai-nilai spiritual, kearifan ekologis, dan etika sosial masyarakat Lampung pada masa lampau.
Naskah Poerba Ratoe: Catatan Sejarah Masyarakat Labuhan Ratu (1907–1915)
Diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung dengan Arief Sofyan sebagai pemilik naskah. Ditulis dalam bahasa Lampung, naskah tersebut berisi catatan hukum adat, sistem pemerintahan lokal, serta interaksi masyarakat dengan pihak kolonial. Isinya menggambarkan tatanan sosial dan struktur kekuasaan masyarakat Labuhan Ratu pada awal abad ke-20.
Pusparagam Naskah Warisan Skriptorium Pecenongan
Koleksi berisi 33 naskah berbagai genre ini diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi DKI Jakarta. Naskah ini mencakup cerita, syair simbolik, dan teks keagamaan, yang disalin di kawasan Pecenongan, Batavia, pada abad ke-19. Karya ini menggambarkan dinamika literasi masyarakat urban masa kolonial dan peran Pecenongan sebagai pusat penulisan dan pembelajaran.
Babad Trunajaya
Diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama Pemerintah Kabupaten Sumenep. Naskah ini menuturkan sejarah Perang Trunajaya (1674–1680) dari berbagai perspektif, termasuk pandangan rakyat Madura yang memuliakan Trunajaya sebagai pahlawan. Kisahnya mencerminkan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan serta perjuangan mempertahankan martabat daerah.
Lontar Tawang Alun
Naskah lontar ini merupakan warisan kerajaan Hindu terakhir di Jawa, Blambangan. Naskah ini diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi dengan Wahyu Naga Pratala sebagai pemilik naskah.
Isinya memuat catatan sejarah, politik, dan kebudayaan masyarakat pesisir timur Jawa serta nilai-nilai kepemimpinan Prabu Tawang Alun yang legendaris.
Kelima naskah tersebut dinilai memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi yang merekam perjalanan sosial masyarakat di berbagai daerah, sekaligus memperkaya daftar warisan dokumenter nasional yang dilindungi dan dipromosikan melalui program IKON Perpusnas.