c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

18 Juni 2025

20:50 WIB

Leonardus Aditya, Berlari Untuk Kehidupan

Leonardus Aditya (36 tahun) mulai menjalani aktivitas olahraga lari untuk melawan kemurungan hatinya yang kehilangan orang tua. Tak disangka, lari jadi jalannya membantu sesama.

Penulis: Arief Tirtana

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p id="isPasted">Leonardus Aditya, Berlari Untuk Kehidupan</p>
<p id="isPasted">Leonardus Aditya, Berlari Untuk Kehidupan</p>

Leonardus Aditya mengikuti ajang lari untuk charity. Dok: Istimewa.

JAKARTA - Di saat olahraga lari mulai menjadi tren di Indonesia pada sekitar tahun 2021-2022, tak sedikit pun ketertarikan muncul dalam benak Leonardus Aditya untuk ikut dan menjadikan lari sebagai hobi. 

Padahal, jika bicara hobi, sejak masih di bangku sekolah, pria yang kini berusia 36 tahun itu sudah sangat gandrung olahraga. Berbagai jenis olahraga bahkan pernah digelutinya, dari pencak silat, voli, pecinta alam, wall climbing, hingga gym dan kalistenik.

Pria yang akrab disapa Adit itu menilai lari sebagai olahraga yang tidak menarik, kegiatan yang dinilainya membosankan untuk dilakukan. Namun, semua mulai berubah sekitar pertengahan tahun 2022, ketika ia berhadapan dengan situasi yang tak pernah terbayangkan. 

Saat itu, di tengah keputusannya untuk meninggalkan pekerjaan yang sudah dijalani sekitar lima tahun dan beralih ke pekerjaan baru, Adit juga dihantam kabar buruk. Sang Ayah tiba-tiba dipanggil berpulang oleh Yang Maha Kuasa.

Selain rasa sedih yang sudah pasti dirasakannya, saat itu  Adit merasa benar-benar tidak siap menjalani hidup ke depannya. Dengan situasi baru itu, ia linglung. Ia tak bersemangat baik di lingkungan kerja maupun di rumah tanpa adanya sosok Ayah yang selama ini selalu ada di dekatnya secara emosional.

Dari kondisi itulah, Adit merasa harus bisa menyiapkan diri. Dia mulai melirik olahraga lari sebagai salah satu aktivitas yang bisa dijalankan sebagai metode untuk menyiapkan diri itu. Alasannya memilih jenis olahraga ini cukup unik, yaitu agar bisa berteman dengan rasa tak nyaman.

"Mengapa lari? Karena lari gue anggap sebagai sesuatu yang nggak nyaman. Gue pingin ngerasain sesuatu yang gue nggak suka. Gue ingin diri gue bisa belajar merasakan sesuatu yang nggak nyaman lagi, supaya bisa menyiapkan diri buat pindah kerja, dan saat bokap nggak ada," terang Adit kepada Validnews saat diwawancarai beberapa waktu lalu.

Melawan Ketidaknyamanan
Dengan persiapan seadannya, tanpa gear atau peralatan yang mewah seperti banyak dikenakan penghobi lari saat itu, Adit mulai menggeluti olahraga lari dengan jarak yang relatif pendek. Hanya sekitar satu hingga lima kilometer saja pada awalnya.

Dengan jarak tersebut, Adit yang sebenarnya punya basic olahraga pun, sudah merasa kesulitan, kehabisan nafas ketika berlari. Namun, seperti niat awalnya, kondisi itulah yang memang ia cari. 

Dari langkah demi langkah, hingga menempuh jarak tertentu, ia selalu mencoba menanamkan motivasi, agar bisa terus melaju. Selayaknya hidup yang harus terus berjalan, tak peduli kondisi apa yang sedang dan harus kita hadapi.

"Lari itu membiasakan diri gue ke sesuatu yang nggak nyaman. Kayak ketika lo lari lima kilo dan merasa nggak nyaman, terus mau berhenti. Jadi ketika itu gue selalu berusaha nambah satu kilo lagi buat motivasi. Seperti kondisi gue saat itu, saat akhirnya nggak ada bokap, gue harus apa? Kan gue membutuhkan motivasi," kata Adit.

Selain memancing motivasi, lari juga dirasakan Adit selalu bisa memancing ia untuk berbicara dengan diri sendiri atas sebuah kondisi yang baru. Semacam retret dengan diri sendiri. Ketika berlari, utamanya dalam jarak yang jauh, ia jadi punya lebih banyak waktu dengan diri sendiri.

"Gue merasa lari itu menawarkan banyak hal. Di mana gue bisa menangkap itu sebagai pembelajaran, penghiburan dan lainnya. Lari membuka gue ke sesuatu yang baru," yakin Adit.

Sebagai pelari pemula, Adit mengakui tak mudah menyesuaikan diri. Kesulitan-kesulitan di awal pasti ia hadapi. Mulai dari kendala fisik hingga emosi yang muncul akibat kebosanan ketika berlari.

Namun itu diakali Adit dengan tetap menjaga batasan traumatiknya. Dalam artian, sebisa mungkin ia berlari hingga batasan yang wajar saja, jangan sampai ia merasa kapok dan tidak mau berlari lagi. Ia juga terus mencoba rute lari yang baru, agar tidak bosan berlari di area situ-situ saja.

Secara perlahan, Adit juga terus mencoba untuk meningkatkan batasannya dengan berlatih fisik. Sehingga secara perlahan kemampuan fisiknya meningkat dan bisa menjalani lari 5 kilometer dengan lebih mudah. Ini dilewatinya tanpa terasa lelah, dan begitu seterusnya hingga jarak-jarak yang lebih jauh.

Adit tak pernah memasang target muluk di dunia olahraga ini. Tapi karena terus menerus berlari, akhirnya aktivitas itu pun membuka jalan baru baginya, menjadi seorang pelari. Dari semula berlari untuk melawan ketaknyamanan dirinya sendiri, olahraga lari jadi sesuatu yang berbeda bagi Adit.

Hari ini, Adit adalah seorang pelari yang bisa dibilang cukup berpengalaman. Ia kini mampu melakoni half-marathon(sekitar 21 KM), marathon (42 km) hingga bahkan trail run dan ultra-marathon. Belum lama ini, ia mengikuti Tahura Trail Run 2025, ajang lari di kawasan Taman Hutan Raya Djuanda, Bandung.

Di ajang itu, Adit menantang medan yang tak mudah, berlari di ketinggian sekitar 1500 mdpl dan kondisi lintasan tanah yang cukup curam, dan ditambah pula kondisi hujan saat itu. Ajang itu bisa dilalui dengan baik oleh Adit, meski sebenarnya ia juga mengalami banyak kesulitan. Bahkan, ia mengalami kejadian yang seolah magis di hutan tersebut, sesuatu yang menurutnya menguatkan komitmennya untuk terus menekuni aktivitas ini.

Lari Jadi Jalan Hidup
Pengalaman dari satu ajang ke ajang lain, membuat Adit hingga kini akhirnya terus melakoni lari sebagai hobi barunya. Dari yang hanya lari santai 5 kilometer di sekitar rumah, kini ia terhitung aktif mengikuti berbagai ajang lari di berbagai daerah di Indonesia.

Bukan hanya itu. Sejak tahun 2023 lalu, Adit juga mulai terlibat dalam charity run, yakni mengikuti ajang lari dengan membawa misi sosial memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dalam hal ini, Adit selalu konsisten membawa misi untuk membantu masyarakat desa yang ada di Nusa Tenggara Barat dan Timur, yang kesulitan membutuhkan Air Bersih.

Setelah sekitar satu tahun menggeluti olahraga lari, dan bisa mencapai finish di marathon pertamanya di ajang Maybank Marathon 2023, Adit mulai mengetahui adanya sebuah ajang lari yang digelar dengan tujuan amal atau charity run.

Saat itu, yang dia lihat adalah "Jelajah Timur" (Jeltim), sebuah acara lari amal yang diselenggarakan oleh Yayasan Plan International Indonesia. Ajang ini bertujuan untuk menggalang dana untuk menyediakan akses air bersih di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya bagi anak-anak dan penyandang disabilitas.

Adit merasa tertarik, 'relate' kalau dalam bahasa orang-orang. Sebab ketika ia masih menjadi mahasiswa di Institute Teknologi Bandung (ITB) beberapa tahun lalu, ia pernah merasakan hidup dengan kesulitan air bersih. Ketika menjalani KKN di sebuah desa di pedalaman Gorontalo, ia juga merasakan langsung pengalaman harus berjalan jauh hanya untuk mengambil air bersih.

"Makanya, gue ngerti bahwa oh air itu sesignifikan itu buat kita. Nah pada saat gue melihat di kampanye Jeltim ini, gue tertarik lah. Kebetulan gue juga udah menggeluti lari," kata Adit.

Ketika memutuskan ikut serta dalam ajang Jeltim, semuanya tak lantas berjalan mudah begitu saja. Sejumlah masalah harus mau ia hadapi. Di mana dalam ajang Jeltim ini, sebagai pelari, Adit harus lebih dulu mampu menggalang dana dari para donatur. Dan itu semua harus dilakukannya sendiri dari awal.

Dengan pengalaman larinya yang masih terhitung sedikit, dan tanpa nama besar sama sekali, jelas bukan hal yang mudah bagi Adit untuk bisa mendapatkan kepercayaan banyak orang. Dia tak yakin ada yang mau mendonasikan uang kepadanya, meski itu untuk tujuan amal.

Karena itu ia memulainya dengan mengajak orang-orang terdekatnya, teman yang ia kenal. Walau sebenarnya juga tak lantas sepenuhnya mudah. Ia masih harus bisa meyakinkan orang terdekatnya itu, dengan menjelaskan tujuan dari charity run yang ia ikuti, dan memberi informasi betapa pentingnya akses air bersih bagi banyak masyarakat di daerah tertinggal yang ada di Indonesia.

"Dan yang paling penting buat gue pada saat itu adalah karena gue tau itu (diminta donasi secara tiba-tiba) nggak enak, makanya gue harus cari cara supaya itu kelihatan enak. Misalkan, ya, gue harus ngapain dulu sebelum minta donasi, gitu," terang Adit.

Sejak awal, Adit juga menekankan bahwa upaya yang dilakukannya bukan hanya sebatas meminta donasi. Namun juga ia berharap orang-orang di sekitarnya, ataupun donatur lain juga paham akan isu yang sedang ia dan teman-teman pelari lainnya di Jeltim perjuangkan. Bahwa betapa pentingnya akses air bersih itu bagi banyak masyarakat. Kondisi yang mungkin tak disadari oleh banyak masyarakat di kota-kota besar, yang selama ini dengan mudahnya mendapatkan air bersih.

Karenanya,  ia tak menyerah untuk berkali melakukan pendekatan kepada orang-orang yang dinilainya bisa menjadi donatur. Bisa sampai tiga kali ia lakukan, dalam rentang waktu yang cukup berjarak, dalam periode sekitar enam bulan.

Harapannya, orang yang diminta bisa melihat adanya keseriusan dari Adit, sehingga bisa paham betapa pentingnya isu air bersih ini. Namun tidak sampai merasa kesal, terus-terusan dimintai donasi.

Berlari Atas Nama Kemanusiaan
Ketika pertama kali ikut Jeltim di tahun 2023 misalnya, Adit mengaku juga tak terlalu mengerti mengenai detail masalah air bersih ini. Sehingga ia cukup kesulitan ketika ada yang mempertanyakan kegiatannya. Misalnya, ketika ada yang bilang "mereka seharusnya tahu sejak awal sebelum bangun rumah kalo di situ sulit air", "kenapa ini bukan menjadi tanggung jawab pemerintah?".

"Nah itu menjadi challenging buat menjelaskan," terang Adit.

Dalam halaman penggalangan dananya di kitabisa.com, Adit juga menjelaskan bahwa sebagai salah satu kebutuhan utama bagi kelangsungan hidup manusia, air tidak hanya penting untuk bertahan hidup. Air juga menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesehatan dan perekonomian.

Tidak adanya air bersih, membuat masyarakat harus mengeluarkan uang untuk membeli air bersih di penjual yang ada. Dan itu secara langsung membuat beban ekonominya semakin berat, di saat harga-harga kebutuhan barang lainnya juga semakin mahal. Misalnya seperti yang diakui salah satu warga desa di Mbay, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Mereka harus mengeluarkan uang sampai Rp350.000 untuk membeli satu tangki air. Mirisnya, itu hanya bisa dipakai untuk kebutuhan selama sekitar dua minggu saja.

Dengan menjelaskan kondisi sebenar-benarnya yang terjadi di NTB dan NTT itu dengan baik, mayoritas orang-orang yang diajak Adit untuk berdonasi pun menyambut ajakannya dengan baik. Bahkan ia menyadari, tak sedikit orang-orang yang sebenarnya sejak awal memang sudah punya niat untuk mau berbagi, namun mereka tidak tahu harus berbagi kemana yang tepat.

Terbukti dari awal yang hanya target bisa mengumpulkan donasi Rp5 juta, Adit ternyata bisa mendapatkan hingga Rp25 Juta atau lima kali lipat.

"Ternyata mereka banyak yang apresiasi, berterima kasih udah dikasih tahu ada kegiatan semacam ini. Gue jadi tahu kalau mereka ternyata membutuhkan channel untuk berdonasi, dan dalam hal ini channel-nya itu gue," kata Adit.

Meksi berhasil mengumpulkan dana, perjuangan Adit di Jeltim sebenarnya juga tak berhenti di situ saja. Sebab ia masih harus melalui perjalanan berat di lintasan lari sepanjang 108 km yang membentang dari Kota Soe menuju Kota Kupang.

Jarak yang panjang dengan udara yang terik, membuat perjalanan Adit jelas tak mudah. Berkali-kali di benaknya hadir perasaan lelah dan mau menyerah. Namun disitulah ia juga terus mencoba untuk melawan, bukan hanya demi dirinya sendiri, namun juga demi orang-orang yang telah menaruh kepercayaan kepadanya, dan juga buat masyarakat NTB dan NTT yang membutuhkan air bersih.

"Di tengah sakit dan lelah, gue justru menemukan alasan lebih besar untuk terus melangkah," kata Adit.

Menurut Adit, lari sambil membawa misi sosial ini menghadirkan rasa yang berbeda dari lari-lari lainnya yang ia lakukan di berbagai ajang. Sebab lari yang dilakukan bukan hanya menuntut ia kuat buat diri sendiri, tapi juga buat orang lain.

"Berjuang untuk hal baik itu emang susah banget. Tapi bayangin ibu-ibu yang harus jalan berkilo-kilo setiap hari cuma untuk air," terang Adit.

Meski berat, Adit selalu berhasil menyelesaikan perjuangannya di Jeltim, yang sudah dua kali diikuti. Bahkan, dia sudah menegaskan akan kembali ikut pada bulan Oktober mendatang. Targetnya di Jeltim 2025 ini ia berharap bisa menggalang dana hingga Rp30 juta. Meski jika melihat halaman donasinya di kitabisa.com, target itu sudah terlampaui, per hari ini (18/6) Adit bahkan sudah berhasil mengumpulkan Rp30.594.697.

Adit sendiri memang hanya memfokuskan charity run yang diikutinya hanya untuk tujuan membantu masyarakat yang membutuhkan air bersih. Itu agar orang-orang yang mau berdonasi lewatnya, sudah paham betul apa misi yang ia usung.

Secara keseluruhan Jeltim yang merupakan bagian dari program "Run for Equality" Plan Indonesia ini sendiri telah berhasil mengumpulkan hingga Rp8 Miliar selama gelarannya dari tahun 2019 hingga 2023 lalu. Itu belum termasuk Rp3,8 miliar yang  berhasil dikumpulkan sejumlah pelari, termasuk Adit dari gelaran Jeltim 2024 lalu.

Total sudah ada 19.900 anak dan warga dari 5.248 keluarga di 18 desa, telah merasakan manfaat dari penggalangan dana para pelari ini. Mereka bisa mendapatkan akses air bersih yang layak konsumsi dan dekat dengan pemukiman mereka.

Dengan keberhasilannya mencapai finis di berbagai ajang lari yang terhitung ekstrim, hingga lari untuk kegiatan sosial. Adit mengaku masih menganggap lari sebagai sebuah kegiatan yang sama, sebuah kegiatan yang tidak nyaman untuk dilakukan.

Namun, justru itu yang membuatnya terus "ketagihan" untuk melakoni olahraga ini. Terlebih saat ini, ketika bukan hanya sebagai motivasi untuk bisa terus menjalani hidupnya sendiri, namun lebih dari itu, menjadi media untuk membantu orang lain menjalani hidup yang lebih baik.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar