c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

21 Februari 2025

15:18 WIB

Lagu "Bayar Bayar Bayar" Sukatani, 'Beredel’ Seni Dari Lukisan Sampai Musik

Band punk Sukatani ujug-ujug merilis permohonan maaf kepada Polri atas lagunya, Bayar Bayar Bayar. Sebagai bentuk ekspresi, akankah produk kesenian juga dibatasi?

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Lagu &quot;Bayar Bayar Bayar&quot;<em>&nbsp;</em>Sukatani, &#39;Beredel&rsquo; Seni Dari Lukisan Sampai Musik</p>
<p>Lagu &quot;Bayar Bayar Bayar&quot;<em>&nbsp;</em>Sukatani, &#39;Beredel&rsquo; Seni Dari Lukisan Sampai Musik</p>

Klarifikasi Sukatani, Band punk asal Purbalingga. Instagram/sukatani.band

JAKARTA – Empat bulan pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, diwarnai berbagai polemik sensor hingga menjurus pembredelan seni. Bayangan soal kembalinya rezim pembungkam, semakin nyata bagi banyak pihak.

Masih segar di ingatan, pada Desember 2024 lalu, seniman Yos Suprapto mengaku diberedel oleh negara. Pelukis asal Yogyakarta tersebut batal berpameran di Galeri Nasional Indonesia yang dikelola oleh Kementerian Kebudayaan. Karyanya disensor, bahkan sang seniman kehilangan akses atas karya-karyanya di ruang pameran selama beberapa waktu.

Kejadian lebih baru, Teater Payung Hitam terpaksa membatalkan pertunjukan berjudul “Wawancara dengan Mulyono”. Ironisnya, hal ini justru terjadi di kampus seni, yaitu Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.

Paling baru, grup band punk asal Purbalingga, Sukatani ujug-ujug merilis permohonan maaf kepada institusi Polri dan menarik lagu mereka berjudul “Bayar Bayar Bayar”. Kedua personil Sukatani, Muhammad Syifa Ali Ufti alias Alectroguy dan Novi Citra Indriyati alias Twister Angel, menyampaikan permohonan maaf itu secara terbuka di Instagram pada Kamis (20/2).

“Memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul lagu “Bayar Bayar Bayar” yang liriknya ‘bayar polisi’, yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial dan pernah saya upload ke platform Spotify,” ucap Alectroguy.

Sukatani berusaha menekankan kalau lagu mereka tak bermaksud menyerang institusi kepolisian, namun oknum-oknum.

Duo Sukatani menegaskan kalau pernyataan mereka dibuat dengan kesadaran penuh dan tanpa paksaan. Tapi, dari respon sesama musisi maupun publik di media sosial baru-baru ini, jelas tak ada yang percaya kalau Sukatani menarik lagu mereka karena inisiatif bebas. Banyak kabar angin beredar kalau dua musisi progresif itu telah mengalami intimidasi oleh aparat.

Terlebih, duo Sukatani menyampaikan pernyataan mereka tanpa mengenakan balaclava atau penutup wajah yang menjadi ciri khas mereka. Dengan kata lain, duo Sukatani meminta maaf dengan membiarkan identitas mereka terbuka, sesuatu yang terbilang ‘ekstrem’ , mengingat selama ini penutup wajah menjadi simbol perlawanan mereka di kancah musik bawah tanah.

“Tolong segera dihapus video yang menggunakan lagu kami dengan judul lagu “Bayar Bayar Bayar" yang telah di-upload oleh pengguna media sosial saat ini,” sambung Alectroguy.

Sukatani adalah band punk elektronik yang menyita perhatian lewat lagu-lagu yang kerap menyuarakan perlawanan, terutama di isu agraria yang menjadi sumber penamaan grup tersebut. Kini, perlawanan itu mendapat penentangan, bahkan mungkin teror.

Situasi Sukatani menjadi perhatian banyak musisi maupun figur publik di tanah air. Banyak musisi, seperti Feel Koplo, Voice of Baceprot, Nadin Amizah hingga Hindia, merespon unggahan Sukatani untuk menunjukkan dukungan dan solidaritas, bukan untuk permohonan maaf tersebut, namun untuk perlawanan Sukatani.

Kejadian pada band Sukatani menjadi momentum untuk menakar kembali komitmen pemerintah untuk menjalankan amanat dasar negara ini terkait kebebasan berekspresi. Sebagaimana diamanatkan Pasal 32 Undang Undang Dasar 1945, bahwa “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.

Lirik lagu-lagu Sukatani, lukisan-lukisan karya Yos Suprapto hingga gagasan dan cerita yang hendak ditampilkan Teater Payung Hitam di Bandung, semua itu adalah ekspresi budaya era kontemporer.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar