c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

27 Mei 2024

16:14 WIB

Kurang Gerak Berpotensi Memicu Naiknya Lemak Dalam Darah

Kadar atau angka trigliserida disebut normal apabila kurang dari 150 mg/dL. Lalu dianggap batas tinggi bila berada pada rentang 150-199 mg/dL dan tinggi apabila berada pada rentang 200-499 mg/dL

<p>Kurang Gerak Berpotensi Memicu Naiknya Lemak Dalam Darah</p>
<p>Kurang Gerak Berpotensi Memicu Naiknya Lemak Dalam Darah</p>

Ilustrasi. Seorng wanita melakukan joging atau lari santai untuk menjaga kebugaran tubuh. Shutterstock/GBJ Stock

JAKARTA - Tubuh yang kurang gerak dan konsumsi kalori berlebihan, berpotebsi menyebabkan naiknya trigliserida atau lemak dalam darah yang berisiko menyebabkan penyakit kritis seperti jantung.

"Pemicu utama di balik kenaikan trigliserida adalah konsumsi kalori berlebihan dan kurang bergerak," kata praktisi kesehatan dr Debora Aloina Ita Tarigan dalam keterangannya di Jakarta, Senin (27/5).

Selain kurang bergerak, menurut dia, faktor lain yang dapat membuat tingkat trigliserida tidak normal adalah faktor genetik.

Trigliserida sendiri adalah jenis lemak umum yang ada di dalam darah dan berfungsi menyimpan kalori dan menyediakan energi untuk tubuh. Makanan menjadi sumber utama pembentuk lemak ini. Apabila seseorang makan lebih banyak dari yang dibutuhkan tubuh, maka menyebabkan kadar trigliseridanya naik.

Untuk mengetahui kadar trigliserida, masyarakat bisa melakukan tes darah di klinik atau laboratorium. Nantinya, darah akan diambil dari pembuluh di lengan. Hasil tes akan lebih akurat jika pasien berpuasa selain minum air putih selama 9-12 jam sebelum pengambilan darah.

Kadar atau angka trigliserida disebut normal apabila kurang dari 150 mg/dL. Lalu dianggap batas tinggi bila berada pada rentang 150-199 mg/dL dan tinggi apabila berada pada rentang 200-499 mg/dL Namun, menurut Debora, ada kalanya seseorang bahkan tak merasakan gejala saat angka trigeliseridanya mencapai 1.000 hingga 2.000 mg/dL.

Karena itu, demi menjaga kadar trigliserida tetap normal, dia menyarankan masyarakat menerapkan gaya hidup ke arah yang sehat. Termasuk tidak malas bergerak supaya tubuh tidak menyimpan lapisan lemak lebih banyak serta rutin berolahraga demi menjaga dari risiko menurunnya massa otot.

"Jika massa otot kuat dan terjaga maka saat usia lanjut pun masih memungkinkan untuk tetap aktif bergerak," kata Medical Underwriter Sequis itu.

Merujuk data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 dari Kementerian Kesehatan, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sekitar 1,9% yang disebabkan merokok, pola makan tidak sehat dan kurang beraktivitas fisik.


Ilustrasi. Dokter menjelaskan penyakit jantung ke pasien. Shutterstock/Peakstock 

Promotif dan Preventif
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, untuk membuat orang sehat guna menciptakan Indonesia Emas, diperlukan penguatan upaya promotif dan preventif daripada upaya kuratif.

“Kalau mau sehat, jangan tunggu sampai sakit. Jaga tetap sehat,” kata Budi.

Ia juga menyinnggung harapan Presiden Joko Widodo yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Indonesia Emas dan Negara Maju. Menurutnya, berhasil atau tidaknya sebuah negara menjadi negara maju dapat dilihat dari puncak bonus demografi, yaitu masa di mana usia produktif lebih besar dibandingkan usia nonproduktif.

Indonesia, katanya, diperkirakan akan mencapai puncak bonus demografi pada 2030. Untuk memenuhi target tersebut, ujarnya, Indonesia perlu memenuhi kriteria negara maju, salah satunya dapat dilihat dari pendapatan per kapita masyarakat sebesar 13 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per tahun atau Rp15 juta per bulan.

Agar tercapai, Indonesia juga perlu mencetak generasi sehat dan produktif. Menurutnya, hal ini perlu dipersiapkan mulai dari menjaga kesehatan anak dari usia minus 9 bulan. Sebab jika seorang anak telanjur terlahir stunting, maka akan menurunkan produktivitas kehidupan anak tersebut.

Selain itu, ujarnya, penyebab kematian pada seseorang paling banyak adalah penyakit kronis seperti stroke, jantung, kanker, dan ginjal. Namun, ujarnya, penyakit kronis tersebut dapat dideteksi dini dan dicegah. Karena itu, Menkes Budi menekankan untuk mengedepankan langkah-langkah pencegahan.

“Karena strategi yang benar itu bukan menunggu, tetapi menjaga orang sehat bukan mengobati orang sakit. Ini beda strateginya,” ujarnya.

Menkes Budi mengatakan, dirinya merevitalisasi 10.000 puskesmas dengan melengkapi alat untuk bisa mengukur tekanan darah, gula darah, dan lemak darah, agar masyarakat dapat rajin mengukur dan mengendalikan tekanan darah secara rutin. Jika diperoleh hasil yang tidak sesuai, masyarakat bisa mendapatkan obat puskesmas secara gratis.

“Kalau bapak ibu mengukur rutin tekanan darah, gula darah, Insya Allah, bapak dan ibu, tidak akan ada berita meninggal di bawah usia 70 tahun,” kata Budi.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar