11 Agustus 2025
13:13 WIB
Kunjungan Ilmuwan Dunia Ke Bosscha Diharap Hasilkan Kolaborasi Baru
Sebagai salah satu agenda dari Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025, dua ilmuwan dunia Brian Paul Schmidt dan Chennupati Jagadish berkesempatan mengunjungi Bosscha.
Editor: Satrio Wicaksono
Kunjungan ke Observatorium Bosscha dalam rangkaian Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI). Foto: Kemdiktisaintek
JAKARTA - Dua ilmuwan dunia, Brian Paul Schmidt (peraih Nobel Fisika 2011) dan Chennupati Jagadish (Presiden Australian Academy of Science) berkesempatan untuk mengunjungi Observatorium Bosscha, dalam rangkaian Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025.
Tur ilmiah ini sekaligus menandai peran penting Observatorium Bosscha sebagai simbol sejarah, pusat edukasi, dan laboratorium inovasi astronomi Indonesia di era modern.
Kegiatan kunjungan diawali dengan penjelajahan ke Teleskop Refraktor Ganda Zeiss, yang berdiri megah di bawah kubah rancangan arsitek K.C.P. Wolf Schoemacher. Sejak diresmikan pada 1 Januari 1923 atas prakarsa K. A. R. Bosscha, teleskop seberat 17 ton ini telah menjadi saksi pengembangan ilmu astronomi di Nusantara dan Asia Tenggara.
Hingga kini, teleskop Zeiss tetap menjadi salah satu aset astronomi tertua dan terbesar di Indonesia, menjadi ikon Bandung Utara dan warisan sains nasional.
Dijelaskan oleh Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), Yudi Darma, Observatorium Bosscha adalah salah satu warisan besar dari masa kolonial Belanda yang masih sangat relevan hingga hari ini.
Usia seabad bukanlah halangan untuk tetap menjadi pusat pengembangan sains dan pendidikan, asalkan fasilitas ini dirawat dan dioptimalkan bersama.
Tak sekadar melihat sejarah, kunjungan berlanjut ke ruang surya. Di ruang inilah, panel-panel hasil pengamatan gerhana matahari dari masa ke masa seolah mengajak peserta membaca narasi langit Nusantara.
"Saya sungguh terkesan dengan upaya menjaga fasilitas Bosscha tetap hidup, tidak hanya sebagai peninggalan sejarah, tapi juga sebagai ruang edukasi dan penemuan baru. Di sinilah generasi penerus saintis dilatih, dan budaya ilmiah terus tumbuh. Kolaborasi internasional menjadi semakin penting, karena ilmu pengetahuan melampaui batas negara," ujar Chennupati Jagadish.
Sementara itu, Brian Paul Schmidt menyoroti proyek ambisius Teleskop Radio VLBI Global Observing System (VGOS), fasilitas radio astronomi termutakhir yang segera rampung pada Oktober 2025.
"Kemajuan sains tak lepas dari keberanian berinvestasi pada alat dan waktu untuk para peneliti. Di Bosscha ini saya melihat energi itu hidup. Ketika ilmuwan diberi peluang dan dukungan, biasanya mereka akan menghasilkan terobosan besar, bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk ilmu pengetahuan dunia. Saya berharap dapat ikut berkolaborasi dengan fasilitas ini, karena banyak peluang baru bisa dijelajahi," ujarnya.
Atas kehadiran dua ilmuwan dunia itu ke Bosscha, diharapkan dapat menjadi awal dari kolaborasi internasional yang lebih luas di masa mendatang.
Dekan FMIPA ITB, Aep Patah meyakini bahwa momentum ini penting untuk mendorong peneliti muda Indonesia agar berani belajar dan berinovasi bersama jejaring global. "Sehingga kontribusi mereka dapat memberi manfaat tidak hanya bagi bangsa, tetapi juga bagi ilmu pengetahuan dunia," harapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Sains dan Teknologi Kemdiktisaintek, Ahmad Najib Burhani menegaskan komitmen pemerintah dalam membangun ekosistem riset berkelas dunia. Penguatan fasilitas seperti Bosscha dan VGOS, menurutnya, menjadi bagian dari upaya menempatkan Indonesia sebagai pemain penting di jaringan riset internasional sekaligus sumber inspirasi bagi generasi muda.