c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

19 Juni 2024

16:24 WIB

Kreator “Si Juki” Bicara Potensi Film Animasi Indonesia

Sebenarnya, potensi film-film animasi lokal punya peluang yang sangat besar. Sayangnya, genre yang satu ini belum digarap secara serius oleh pelaku perfilman dalam negeri. 

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Kreator &ldquo;Si Juki&rdquo; Bicara Potensi Film Animasi Indonesia </p>
<p>Kreator &ldquo;Si Juki&rdquo; Bicara Potensi Film Animasi Indonesia </p>

Animasi Kreator “Si Juki” Bicara Potensi Film Animasi Indonesia. ANTARA/HO-Falcon Pictures.  

JAKARTA – Pecinta sinema di tanah air sudah akrab dengan tontonan dalam bentuk animasi. Film-film animasi yang rilis di bioskop,seringkali mendapat antusiasme luas.

Namun sebagian besar tontonan animasi yang sukses di bioskop masih merupakan ‘produk impor’. Perusahaan-perusahaan film Amerika sukses menciptakan IP animasi yang besar, dan mendistribusikannya ke seluruh dunia. Misalnya Disney dengan ragam cerita animasinya.

Dari dalam negeri sendiri, produksi film animasi justru masih ‘seret’. Setiap tahunnya, dari ratusan film yang rilis di bioskop sulit menemukan satu saja judul film animasi. Katalog produksi nasional masih berkisar hanya pada horor, drama, aksi hingga komedi.

Berangkat dari potret itu, animator dan kreator komik Faza Meonk mencoba mengisi kekosongan. Faza yang menciptakan komik populer Si Juki, dalam beberapa tahun terakhir mulai mengalihwahanakan dunia Si Juki ke dalam film. Dimulai dengan film Si Juki pertama tahun 2017, kini dia bersiap menyambut perilisan film kedua, Si Juki The Movie: Harta Pulau Monyet yang akan tayang akhir Juni.

Faza mengamati, penggemar film animasi besar jumlahnya di Indonesia, umumnya menikmati animasi Amerika maupun Jepang. Bukannya tak suka animasi dalam negeri, masalahnya para penggemar tersebut memang tak mendapat suplai tontonan animasi cukup banyak dari kreator Indonesia sendiri.

Maka itu, menurut Faza, potensi massa penonton yang besar itu harus ditangkap oleh industri, dengan memproduksi lebih banyak film animasi. Tak cukup satu-dua judul dalam setahun, perlu jauh lebih banyak lagi rilisan animasi agar genre ini mendapat perhatian, menyediakan beragam cerita menarik sehingga bisa menjadi alternatif tontonan bagi para pecinta tontonan animasi.

“Kalau misalnya film animasi kita secara quantity bisa membanjiri market lokal kita, lama-lama kita nggak akan kalah. Ini bagi saya harus adalah dibanyakin dulu produksinya, karena yang masuk ke kita banyak banget ‘kan,” ungkap Faza saat ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.

Diluar soal kuantitas produksi, Faza tak menampik masih adanya tantangan untuk sub-industri animasi di tanah air. Tantangan itu mulai dari soal sumber daya animator, teknologi dan sebagainya. Hal itu perlu diperhatikan karena untuk menciptakan industri animasi yang sehat tak hanya memerlukan produksi yang banyak, namun juga karya-karya itu haruslah berkualitas.

Daryl Wilson, animator yang berkolaborasi dengan Faza dalam menggarap Si Juki The Movie: Harta Pulau Monyet, membeberkan situasi di Indonesia terkait industri animasi. Menurutnya, dalam hal adaptasi teknologi, para animator tanah air saat ini sudah sangat maju, dalam artian tidak kalah jauh dari para animator dunia.

Bahkan, banyak studio-studio animasi di Indonesia selama ini bekerja dalam produksi konten, film ataupun bentuk lainnya, untuk perusahaan luar negeri. Hanya saja dalam tren itu para animator Indonesia umumnya hanya menjadi tenaga produksi, bukan menjadi kreator yang bisa menciptakan sebuah film.

Karena itu, bakat-bakat yang ada saat ini, plus akses teknologi yang dimiliki, masih perlu diperkuat dengan kerja-kerja riset dan pengembangan cerita, agar bisa melahirkan sebuah film animasi yang menarik.

“Kita harus menciptakan triger-triger project, yaitu tadi perlu lahirnya kreator-kreator baru yang membawa cerita dan karakter-karakter baru," kata  Daryl.

Padat Modal, Perlu Mindset Bisnis

Daryl senada dengan Faza, seturut perkembangan media penayangan film, potensi film animasi besar di Indonesia.

Pekerjaan rumah dalam hal ini terbagi dalam dua sisi. Selain pada sisi sumber daya manusia dan teknologi, peran aktif para produser untuk mengarahkan pendanaan bagi produksi animasi sangat dibutuhkan.

Faza dan Daryl tak menampik saat ini film animasi cenderung belum banyak dilirik oleh perusahaan-perusahaan film atau investor di Indonesia. Masalahnya, animasi adalah sektor yang padat modal, memerlukan banyak dukungan teknologi terkini. Karenanya, produksi berbiaya besar seharusnya bisa menjanjikan keuntungan komersil yang juga besar bagi investor.

Untuk merespon tantangan itu, menurut mereka, perlu bagi para kreator untuk mengembangkan kualitas dan juga daya tawar dari tiap-tiap karyanya. Tak masanya lagi kreator hanya bekerja untuk ‘passion’ semata, perlu pula perspektif bisnis yang jelas agar investor bisa menyadari peluang bisnis di industri animasi.

“Kayak yang juki lakukan, bisa ke film, komik, komik digital, bisa bekerjasama dengan lintas sektor, dan itu adalah daya tariknya kan, dan akhirnya menciptakan lapangan kerja ke para pekerja di sektor animasi tadi, sumber daya manusia yang biasanya memproduksi saja,” kata Daryl.

“Pendeknya, kita masih perlu peningkatan dalam level kreator dan level produksi,” imbuhnya.

Jika melihat tren yang tumbuh, film animasi jelas bisa sukses di Indonesia. Ambil contoh film pertama Si Juki yang mampu mencetak sekitar 700 ribu penonton bioskop pada 2017 silam. Beberapa tahun lalu, film Nussa dari Visinema bahkan menjadi salah satu film terlaris di masa-masa awal pembukaan kembali bioskop pasca pandemi.

Contoh Sukses

Menurut Faza, kesuksesan sejumlah film animasi lokal beberapa tahun terakhir menjadi faktor penting untuk mengelaborasi proyek animasi dalam industri film Indonesia. Menurutnya, saat ini sudah mulai banyak perhatian dari para produser terhadap film animasi, meski memang belum massif.

“Sebelumnya mungkin masih antipati, soalnya tentu, bikin film animasi tidak cepat, tidak murah, butuh proses, dan juga butuh banyak pembelajaran. Saya juga paham betul kenapa banyak produser yang ragu untuk investasi ke animasi,” kata Faza.

“Tapi ketika waktu itu kita bisa membuktikan, animasi bisa untung lah ya, akhirnya mulai banyak yang mau investasi ke animasi. Sejak itu mulai banyak animasi lokal, itu cukup beragam, bisa dibilang (produksinya) udah nggak sepi-sepi banget,” tandasnya.

Ditanya tentang strategi pengembangan proyek film animasi, Faza menyebut pola IP ke film bisa menjadi pilihan paling ‘aman’. Seperti yang dilakukan pada IP Si Juki yang lebih dulu populer sebagai karakter komik, kemudian dihadirkan ke dalam film.

Menurut Faza, pola seperti itu sekaligus bisa meningkatkan peluang kreator untuk menjaring investor, karena popularitas cerita dan karakter yang sudah terbangun bisa menjadi semacam ‘jaminan’ awal bagi penyokong dana produksi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar