09 Januari 2023
14:57 WIB
Penulis: Gemma Fitri Purbaya
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Banyak orang yang mengatakan kalau menonton film porno dapat memicu disfungsi ereksi pada pria di kemudian hari. Disfungsi ereksi adalah kondisi di mana pria tidak mampu mendapatkan atau mempertahankan ereksi yang cukup kuat untuk aktivitas seksual.
Namun, hal itu dibantah oleh sebuah penelitian yang diterbitkan dalam International Journal of Impotence Research pada Juli 2022 lalu, yang mengungkapkan bahwa pornografi tidak berkaitan dengan terjadinya disfungsi ereksi dan kepuasan seksual pada pria.
Penelitian tersebut dilakukan pada sekitar 3.500 partisipan pria dari negara dengan penutur bahasa Inggris dan Hungaria secara online.
Para partisipan diminta untuk menjawab sejumlah pertanyaan terkait demografi, kecemasan, kondisi medis, orientasi seksual, jumlah pasangan seksual, kepuasan hubungan dan seksual, masturbasi, dan frekuensi mengakses pornografi.
Partisipan juga ditanya seputar ejakulasi dini, ereksi, dan ejakulasi tertentu.
Hasilnya, faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi adalah usia lanjut, kecemasan, depresi, masalah medis, seks, aktivitas seks yang jarang, kepentingan seks yang lebih rendah, serta penurunan pada kepuasan hubungan dan seks.
Selain itu, peneliti juga tidak menemukan adanya perbedaan mencolok antara mengonsumsi pornografi pada pria dengan disfungsi ereksi dan pria tanpa disfungsi ereksi.
Mereka menyimpulkan bahwa konsumsi pornografi tidak berkaitan dengan menurunnya kepuasan hubungan dan seksual pada pria.
Namun, penelitian tersebut juga menemukan bahwa ada dampak kecil dari frekuensi masturbasi yang tinggi. Yakni dapat mempengaruhi kepuasan hubungan dan seksual pria sehingga dapat menjadi risiko terjadinya disfungsi ereksi.
"Frekuensi masturbasi memiliki efek yang jelas, meskipun lemah pada fungsi ereksi selama seks dengan pasangan. Meskipun penelitian lebih lanjut dibutuhkan, tetapi ketergantungan besar pada penggunaan pornografi yang diiringi dengan frekuensi masturbasi yang tinggi dapat menjadi faktor risiko menurunnya kinerja seksual dan kepuasan hubungan yang buruk pada pria," tulis para peneliti dari Valparaiso University Indiana Amerika Serikat itu.
Meski demikian, penelitian ini masih memiliki keterbatasan karena merupakan studi mandiri dan dilakukan secara online.
Partisipan yang menjawab pertanyaan bisa saja bias atau tidak benar-benar memperhatikan, dan juga masih hanya dilakukan pada partisipan 'Barat' sehingga diperlukan penelitian lainnya dengan latar belakang budaya yang lebih berbeda.