16 April 2025
12:12 WIB
Kisah Sukarno Dan Makam Imam Bukhari Dalam Suguhan Teater
Imam Al-Bukhari dan Sukarno, pertunjukan teater yang kembali menyigi relasi sejarah dan budaya, termasuk persahabatan kedua negara, Indonesia dan Uzbekistan.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Pertunjukan teater Imam Al-Bukhari dan Sukarno di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (15/4) malam. Dok: Validnews/ Andesta.
JAKARTA – Tahun 1956, Presiden Sukarno mendapat surat dari Uni Soviet. Isinya, Presiden Nikita Khrushchev mengundang sang proklamator berkunjung ke negaranya. Itu adalah surat kesekian dari pemimpin Uni Soviet kepada pemimpin Indonesia, menandai terjalinnya komunikasi dan persahabatan kedua negara.
Sukarno sejatinya telah berkali-kali urung memenuhi undangan Uni Soviet yang kala itu tengah berperang pengaruh dengan Amerika Serikat. Dia ingin menjaga citra Indonesia sebagai negara nonblok, sehingga kedekatan dengan salah satu pihak akan tampak sebagai inkonsistensi.
Namun, Presiden Nikita Khrushchev kala itu menyertakan informasi yang membuat Sukarno tak bisa menolak: makam Imam Bukhari sudah ditemukan. Informasi itu menjawab permintaan Sukarno dalam komunikasinya sebelum-sebelumnya dengan Uni Soviet, yang meminta makam sang ahli hadis ditemukan dan dipugar sebagai syarat kunjungannya ke negara tersebut.
Maka berangkatlah Sukarno ke Uni Soviet bersama beberapa pejabat pemerintahan Indonesia, di antaranya termasuk Sukiman dan Johannes Leimina. Rombongan Presiden Indonesia tiba di Uni Soviet pada 4 September 1956, lalu melawat ke berbagai wilayah persemakmuran Uni Soviet, termasuk di antaranya berziarah di makam Imam Bukhari yang terletak di Samarkand, Uzbekistan.
Itu adalah kisah dalam pertunjukan teater berjudul Imam Al-Bukhari dan Sukarno yang dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (15/4) malam. Pertunjukan yang diinisiasi pemerintah Indonesia bersama pemerintah Uzbekistan, bagian dari perayaan sejarah dan budaya kedua negara.
Pertunjukan berdurasi sekitar 1 jam itu menghidupkan lagi masa tahun 1965, dengan berfokus pada lawatan Sukarno ke Uni Soviet, di antaranya termasuk Uzbekistan. Sang proklamator menyusuri negara tersebut menaiki kereta api hingga sampai di Samarkand. Di sanalah makam Imam Bukhari berada.
Di makam Imam Bukhari, Sukarno disambut hangat oleh para penjaga dan perawat makam. Lantas Presiden bertafakur, khusyuk bersila di depan makam ahli hadis besar tersebut.
Sebuah dialog imajiner dimunculkan, antara Sukarno dan Imam Bukhari tentang hakikat agama Islam, tentang esensi kemanusiaan hingga soal-soal kenegaraan. Dalam dialog tersebut, Imam Bukhari memberikan banyak petuah yang tampaknya menyesap dengan kuat ke hati Sukarno, yakni tentang keyakinan hati untuk memimpin dalam kebenaran, sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Pertunjukan Imam Al-Bukhari dan Sukarno ditampilkan dalam konsep teater musikal, yang menggabungkan unsur teater, musik serta tari-tarian dari kedua latar budaya. Lewat pertunjukan ini, penonton diajak untuk mengikuti momen lawatan Sukarno di Uni Soviet dan juga Uzbekistan, yang disambut hangat oleh para pemimpin dan tokoh masyarakat di sana.
Ada pula elemen monolog yang menampilkan pemain asal Uuzbekistan, yang menuturkan cerita seputar ingatan masyarakat di sana tentang Bung Karno. Cerita dari monolog itu menggambarkan bagaimana masyarakat Uzbekistan memiliki memori yang kuat tentang Sukarno, atas jasanya dalam membuka dan mengawali tradisi ziarah ke makam Imam Bukhari di masa modern.
Imam Bukhari adalah ahli hadis yang termasyhur di antara para perawi hadis bersama Imam Muslim, Tirmidzi hingga Abu Dawud. Dalam dunia keilmuan Islam, hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dianggap memiliki derajat yang tinggi dan hampir semua ulama dunia pun merujuk padanya.
Imam Bukhari lahir di Bukhara, Uzbekistan pada 13 Syawal 194 atau 31 Juli 810 Masehi, dan meninggal dunia pada 1 Syawal 256 Hijriah atau 1 September 870 Masehi.
Pertunjukan Imam Al-Bukhari dan Sukarno menjadi momentum untuk kembali menyigi relasi sejarah dan budaya kedua negara, termasuk persahabatan kedua negara. Pertunjukan ini, karena membicarakan Sukarno, turut disaksikan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri. Ada pula Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno, serta Menteri kebudayaan Fadli Zon selaku pihak penyelenggara pertunjukan bersama Kedutaan Besar Uzbekistan.
Megawati dalam kesempatan memberikan sambutan usai pertunjukan, mengatakan, Sukarno telah meletakkan dasar persahabatan yang kuat bagi rakyat Indonesia dengan Uzbekistan. Berkat upayanya meminta perhatian pemerintah Uni Soviet kala itu terhadap makam Imam Bukhari, maka makam itu kini telah terbuka dan menjadi destinasi wisata ziarah bagi umat muslim di seluruh dunia.
“Dari langkah kecil itu, lahir lah langkah-langkah yang lebih besar. Lahirlah perubahan besar. Pemerintah Uni Soviet mulai membuka kembali pintu terhadap warisan Islam di Asia Tengah. Imam Bukhari pun kembali hadir dalam kesadaran umat. Bukan hanya tokoh agama, tetapi sebagai simbol pengetahuan, moralitas dan kebesaran peradaban Islam,” tutur Megawati.