c

Selamat

Senin, 17 November 2025

KULTURA

03 April 2024

11:38 WIB

Kisah Masjid Tuha Indrapuri Yang Dibangun Di Lahan Bekas Candi

Lahan tempat Masjid Tuha Indrapuri berdiri awalnya merupakan bekas Candi Hindu peninggalan Kerajaan Lamuri di mana sang Raja dan rakyatnya memutuskan untuk memeluk agama Islam.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Satrio Wicaksono

Kisah Masjid Tuha Indrapuri Yang Dibangun Di Lahan Bekas Candi
Kisah Masjid Tuha Indrapuri Yang Dibangun Di Lahan Bekas Candi
Bangunan kuno Masjid Tuha Indrapuri peninggalan kerajaan Lamuri pada abad ke-12 di Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Shutterstock/FREDOGRAPHY.ID

JAKARTA – Aceh dikenal sebagai wilayah yang mempertahankan nilai Islam sebagai identitas kedaerahan. Tak heran, mengingat provinsi yang dijuluki Serambi Makkah ini dulunya menjadi 'pintu masuk' ajaran Islam di Nusantara.

Maka, bukan hal sulit menemukan masjid atau surau di setiap sudut perkampungan di Aceh. Mulai dari yang baru berdiri hingga sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Beberapa bahkan yang menyimpan cerita dan sejarah tersendiri tentang penyebaran agama Islam.

Salah satu yang menarik untuk dikenal kisahnya adalah Masjid Tuha Indrapuri, atau ada juga yang menyebutnya Masjid Tua Indrapuri. Berlokasi di Desa Keude, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar. Dari Kota Banda Aceh, jaraknya sekitar 25 km, tepat di tepi jalan raya lintas Banda Aceh-Medan, Sumatra Utara.

Peralihan Bangunan Candi Hindu

Dikutip dari laman Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Aceh, Masjid Tuha Indrapuri berdiri di atas lahan seluas 33.875 meter persegi. Dibangun pada tahun 1618 saat era puncak kejayaan Sultan Iskandar Muda, yang merupakan pemimpin Kerajaan Aceh Darussalam pada era 1607-1636.

Menariknya, lahan tempat masjid itu awalnya merupakan bekas Istana dan Candi Hindu peninggalan Kerajaan Lamuri yang eksis sekitar abad ke-12. Dalam Masjid-masjid Bersejarah di Nusantara (1999), karangan Abdul Baqir Zein, disebutkan bahwa ketiga candi yang awalnya berada di lahan yang dimaksud terdiri candi Indrapatra, Indrapurwa, dan Indrapuri.

Dari ketiga candi tersebut, tinggal Candi Indrapuri saja yang masih tersisa berupa tembok, mengelilingi bangunan Masjid Tuha Indrapuri.

Bukan mengambil alih lahan milik umat Hindu di masa lampau, pengalihfungsian lahan ini dilakukan lantaran keputusan keluarga dan rakyat kerajaan yang akhirnya memeluk ajaran Islam.

Diceritakan, Kerajaan Lamuri dulunya begitu terkenal karena kekuatan militernya. Hal ini terungkap dari catatan perjalanan penjelajah Tiongkok Chau Yu Kwan pada 1225 dan Chau Ju Kua pada 1278. Mereka menyebut Lamuri sebagai Lan Wu Li dan penduduknya belum memeluk Islam. 

Nama Lamuri juga masuk ke dalam catatan perjalanan Marcopolo pada 1292, yang mana penjelajah terkenal dari Venezia itu menyebut Lamuri sebagai Lambri. Sementara itu keputusan Raja Lamuri untuk memeluk Islam bersama seluruh rakyatnya, tak lepas dari tawaran yang diberikan oleh dua tokoh muslim kala itu, Tengku Abdullah Lampeuneun dan Meurah Johan.

Tawaran yang dimaksud berupa bantuan pasukan ketika diserang ratusan bajak laut asal Tiongkok. Setelah berhasil menumpas pasukan bajak laut tadi, raja dan rakyat Lamuri yang semula Hindu, akhirnya menjadi pemeluk Islam.

Setelah itu, candi yang awalnya digunakan sebagai tempat sembahyang umat Hindu, tidak terpakai lagi, akhirnya diubah menjadi rumah ibadah umat Islam. 

Sepulang dari Malaka, Sultan Iskandar Muda singgah ke Indrapuri dan memerintahkan agar di atas bekas candi dibangun masjid besar. Lahan Candi Indrapuri bentuknya bujur sangkar dengan bangunan dibuat seperti punden berundak dan membuatnya lebih tinggi dari daratan sekitarnya.

Potret Masjid Tuha Indrapuri

Mengutip Indonesia.go.idsaat pembangunan Sultan Iskandar Muda meminta agar pondasi candi yang bertingkat-tingkat dipangkas dan hanya tersisa empat undakan atau tingkat saja.

Detailnya, setiap tingkat dipagar tembok sepanjang 40 meter dan tebal 1,3 meter. Kemudian tinggi tembok tiap tingkat juga dibuat tak sama, antara 1,4 meter hingga 1,8 meter. Ada pula sebuah tangga batu setinggi 3,36 meter dengan 16 anak tangga yang menjadi penghubung tingkat pertama dan kedua. Sementara di antara tingkat kedua dan ketiga terdapat 12 anak tangga lainnya.

Sementara itu, bangunan masjid berada di tingkat tertinggi yaitu keempat. Tiang-tiang kayu kokoh dibangun sebagai penyangga, dan pintu masuk masjid berada di sisi timur dan tepat di halaman depannya terdapat dua kolam penampung air hujan yang bisa dipakai untuk berwudhu sebelum melaksanakan salat di masjid.

Ketika masuk ke dalam masjid, pengunjung akan melihat konstruksi atap berpola tumpeng, yang disangga 36 balok kayu bersusun setebal 28 sentimeter dengan 4 tiang berukuran lebih besar sebagai soko guru, yakni teknik pasak atau menyambungkan tiap balok tanpa paku, yang disematkan pada susunan balok kayu sehingga mampu menyangga tiga susun atap.

Menariknya, Masjid Tuha Indrapuri hanya memiliki sekat atau tembok setinggi 1,5 meter mengitari bangunan masjid sebagai penghalang antara sisi luar dan dalam, yang pada beberapa sisinya terpahat kaligrafi Arab. Tidak dilengkapi jendela atau pintu, tak heran bila jemaah yang ada di dalam bangunan dapat menikmati semilir angin berembus dari luar. Hanya terdapat tembok.

Fakta menarik lainnya, Masjid Tuha Indrapuri juga pernah dipakai sebagai pusat pemerintahan sementara Kerajaan Aceh Darussalam sewaktu Raja terakhir Sultan Muhammad Daudsyah dilantik untuk naik takhta pada 1878.

Eksistensinya masjid ini sejak tahun 1986 telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh pemerintah pusat, dan kini pengelolaannya diserahkan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh.

Powered by Froala Editor


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar