c

Selamat

Jumat, 29 Maret 2024

KULTURA

26 Juli 2021

08:00 WIB

Ketahui Waktu Tepat Kontak Dokter Selama Isoman

Selain memantau kadar oksigen dan suhu tubuh, pasien bisa mengenali gejala perburukan dengan mengecek jumlah hembusan nafas.

Editor: Rikando Somba

Ketahui Waktu Tepat Kontak Dokter Selama Isoman
Ketahui Waktu Tepat Kontak Dokter Selama Isoman
Kerabat dari warga yang melakukan isolasi mandiri COVID-19 menerima bantuan. ANTARAFOTO/Novrian Arbi

JAKARTA -Isolasi mandiri (isoman) menjadi pilihan dominan mereka yang terpapar covid-19 di tengah okupansi rumah sakit yang tinggi. Dan, menyertai isoman, konsultasi dengan dokter yang kini banyak dalam wadah telemedisin, harus dilakukan. Lantas, kapan waktu yang pas untuk berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis untuk mereka yang isoman?

Nah, Ketua Persatuan Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia dokter Daeng M. Faqih menyarankan, pasien isolasi mandiri covid-19 selayaknya berkonsultasi dengan tenaga medis atau pun dokter, adalah setiap hari selama menjalaninya. Dokter Daeng menyebutkan, pengawasan dari tenaga medis dan dokter memang dibutuhkan agar peluang pasien sehat kian tinggi. 

“Hal yang utama dalam konsultasi saat isolasi mandiri itu jangan lupa sampaikan perkembangan gejala, serta hasil observasi mandiri ya mulai dari respiratory rate, suhu, dan kadar saturasi oksigen,” urai dokter Daeng, Minggu (25/7). 

Dia juga mengungkapkan, hingga saat ini kesalahan terbesar dari pasien isolasi mandiri, biasanya karena telat mendapatkan pertolongan. Ini disebabkan karena tidak adanya pemantauan dan pengawasan dari tenaga medis. Seringnya, pasien isoman baru mencari pertolongan dokter atau tenaga medis ketika kondisi mereka benar- benar sudah memburuk dan terlambat untuk ditangani. 

“Maka dari itu penting untuk konsultasi rutin hingga sembuh, karena kalau terhubung dengan dokter misalnya lewat layanan telemedisin tentu akan lebih baik penanganannya karena ada pendampingan ahli dan ada juga pemberian terapi obat yang lebih terarah,” katanya. 

Penting untuk diketahui, bahwa pasien juga harus mampu mengenali ciri- ciri perburukan gejala.  Selain memantau kadar oksigen dan suhu tubuh pasien bisa mengenali gejala perburukan dengan mengecek jumlah hembusan nafas. Jika respitatory rate sudah melebihi 24 kali dalam waktu satu menit artinya pasien sudah mengalami durasi nafas yang lebih pendek. Ini mengartikan adanya gejala gangguan nafas yang seharusnya langsung dikonsultasikan kepada dokter. 

Gejala perburukan juga bisa dilihat dari perasaan sesak nafas atau tertekan yang dialami pasien. Dia menekankan, meski pasien mendapatkan hasil saturasi di atas 95% , sesak nafas yang dialami, juga menjadi dasar kuat untuk segera menghubungi dokter guna mendiagnosanya.

Tidak hanya itu, perburukan gejala juga bisa dilihat dari ujung tangan, kaki, dan bibir yang membiru atau dalam istilah medisnya dikenal sebagai cyanosis. Meskit idak merasa sesak atau tidak merasa dadanya tertekan, pasien yang mengalami  cyanosis harus segera mendapatkan rujukan ke rumah sakit karena menunjukkan bahwa tubuhnya kekurangan oksigen. 

Daeng mengatakan, pasien boleh berolahraga selama isoman. Namun dalam jumlah yang normal dan tidak mengganggu kadar oksigen di dalam tubuh. Tetapi, yang juga harus diingat adalah selama isolasi mandiri pasien terinfeksi corona tidak boleh melakukan kegiatan yang menyebabkan kelelahan pada fisik dan mental.

Dia juga menambahkan, selama isolasi , pasien tidak perlu merasa panik. Yang harusnya dilakukan adalah berpikiran positif dengan berbagai cara. Membaca buku, ngobrol dengan kerabat, 

Keterbatasan RS
Di kesempatan berbeda, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui bahwa kasus fatalitas atau kematian pada warga yang tengah menjalani isoman, disebabkan keterbatasan ruang perawatan rumah sakit (RS) di Ibu Kota. 

Anies menjelaskan, selama Juni-Juli, rumah sakit di Jakarta telah mencapai batas maksimum perawatannya. Akibatnya, banyak dari warga yang seharusnya mendapatkan pelayanan di rumah sakit, tidak bisa masuk rumah sakit. "Itulah yang kemudian salah satu sebab kontribusi terhadap kasus-kasus mereka yang isolasi tidak bisa terselamatkan, karena seharusnya mereka berada di rumah sakit," katanya saat webinar gerakan vaksinasi di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu. 

Dikutip dari Antara,  Anies menjelaskan bahwa dalam setiap 1.000 kasus, ada sekitar 4-5%  membutuhkan perawatan intensif di ruang unit perawatan intensif (ICU) karena keadaannya berat. Ketika kasus aktif mencapai 100 ribu orang, maka ada sekitar 4.000 hingga 5.000 orang memerlukan ruang ICU. Tetapi ICU yang tersedia  hanya sekitar 1.500 kapasitas.   

Kini, keterisian di RS sudah mulai berangsur longgar. Artinya sudah mulai ada penurunan tren yang dirawat di RS. "Dalam laporan rumah sakit, IGD sekarang tidak lagi penuh," kata Anies.

Sebelumnya, kanal laporan warga yang diunggah melalui laman LaporCovid-19.org menyebutkan, jumlah kematian saat isolasi mandiri dan di luar rumah sakit di Jakarta mencapai 1.215 orang. Data tersebut didapatkan dari gabungan data Lapor Covid-19 dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang dicatat mulai 8 Juni 2021.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentar Login atau Daftar





TERPOPULER