c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

18 November 2024

08:20 WIB

Kemegahan Penuh Makna Konser Satu Dekade Isyana Sarasvati

Kemegahan tata panggung dan permainan cahaya yang atraktif membius Isyanation sejak lagu pertama, belum lagi soal koreografi. Isyana Sarasvati benar-benar menghadirkan pertunjukan spektakuler.

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Kemegahan Penuh Makna Konser Satu Dekade Isyana Sarasvati</p>
<p>Kemegahan Penuh Makna Konser Satu Dekade Isyana Sarasvati</p>

Konser satu dekade Isyana Sarasvati, “Lost In Harmony: A Decade Live Concert” di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (16/11). Foto: Validnews/ Andesta.

JAKARTA – Isyana Sarasvati menuntaskan selebrasi satu dekade perjalanan bermusiknya lewat pertunjukan spektakuler “Lost In Harmony: A Decade Live Concert”. Konser yang dihelat di Istora Senayan, Jakarta pada Sabtu (16/11) malam sukses mendulang tepuk tangan dan gemuruh riuh para penggemar.

Meski Jakarta diguyur hujan saat menjelang pertunjukan dimulai, konser ini tetap berhasil menarik massa penonton. Para Isyanation (sebutan untuk fans Isyana) memenuhi Istora dengan antusiasme besar, menanti sang idola muncul di atas panggung.

Tepat pukul 20.00 WIB, Isyana pun muncul. Kemunculan mencolok Isyana pun langsung membius seisi Istora dengan bernyanyi seriosa. Suaranya melengking memecah udara, membawakan salah satu lagu dari opera Romeo et Juliette, “Je Veux Vivre”.

Tak hanya nyanyian, pertunjukan panggung pun mengesankan kemegahan ala opera klasik. Isyana tampil percaya diri dengan pilihan gaun merah, bergerak dalam pola teatrikal bersama para penari latar berkostum serba hitam. Isyana bergerak lincah sambil terus bernyanyi, menunjukkan kontrol suaranya yang mumpuni.

Pilihan Isyana membuka dengan lagu dari opera klasik menjadi semacam narasi bagi penonton. Bagi mereka yang mengikuti perjalanan bermusik seorang Isyana, akan paham bahwa sang penyanyi sedang menceritakan masa-masa awalnya bermusik. Bahwa dari dunia musik klasik itulah, Isyana berasal.

Sebagaimana diungkapkan Isyana dalam beberapa kesempatan jelang konser, “Lost in Harmony: A Decade Live Concert” memang dihadirkan sebagai media bercerita. Dalam momen satu dekade yang tentunya istimewa baginya, Isyana hendak mengajak para penggemar untuk menyimak perjalanan bermusiknya sedari awal hingga menjadi Isyana yang sekarang.

Dari era musik klasik, Isyana kemudian masuk ke dalam industri musik tanah air. Pilihannya adalah bercerita secara sedikit acak, tak selalu mengikuti linimasa kekaryaannya.

Pertama-tama Isyana melompat era album Lexicon (2019) dengan membawakan salah satu nomor utama, “Sikap Duniawi”. Setelah itu, dia berbalik ke tahun album pertama, Explore!, membawakan hits terbesarnya “Tetap Dalam Jiwa” dan kemudian “All or Nothing”.

Isyana kemudian lanjut membuka katalog dari album kedua, Paradox (2017) dengan membawakan “Echo”, “Lembaran Buku” hingga “Winter Song”. Barulah setelah ini dia mengambil jeda untuk menyapa penonton yang memenuhi Istora.

Isyana mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada para penonton, karena telah datang dan ikut untuk merayakan perjalanan satu dekade itu. Dia menyebut pertunjukan malam itu merupakan pertunjukan spesial, yang tak akan terulang lagi di waktu lainnya.

“Aku bersyukur hari ini semua bisa terlaksana dengan baik. Harapan aku, apa yang telah kita siapkan dari hati akan sampai ke teman-teman semua, dan nantinya teman-teman bawa pulang sebagai suatu kenangan yang indah,” ucap Isyana.

Pertunjukan Penuh Cerita
Isyana barangkali benar ketika menyatakan pertunjukannya malam itu adalah pertunjukan spesial. Kemegahan tata panggung dan permainan cahaya yang atraktif, telah terasa begitu membius sejak lagu pertama dinyanyikannya. Ditambah aspek koreografi yang terus-menerus disuguhkan Isyana dan para penari latar, membuat pertunjukan itu tampak begitu solid, menarik pandangan penonton secara konsisten.

Nilai megah pada konser ini diperkuat pula lewat sentuhan busana yang apik. Isyana sepanjang pertunjukannya berkali-kali berganti pakaian, dari gaun merah yang bernuansa anggun hingga setelan bergaya korset merah menyala yang memberi kesan mewah sekaligus berani, di lain waktu, dia mengenakan gaun hitam bernuansa klasik, lengkap dengan paduan boots tinggi yang menambah daya tarik sang penyanyi.

Namun tak hanya spektakuler secara pertunjukan atau mewah secara pilihan busana, “Lost in Harmony: A Dekade Live Concert” juga kaya akan cerita. Isyana membagikan perjalanannya yang tak pernah terlepas dari dukungan dan kehadiran orang-orang tercinta. Maka itu, dia pun memboyong banyak kolaborator ke atas panggung.

Dimulai dari Afgan yang bergabung di lagu “All Over Me”,   Mahalini untuk lagu “Sekali Lagi”, Rendy Pandugo di lagu “Mad”, hingga Vidi Aldiano yang menjadi kolaborator bagi Isyana di lagu “Pesta”. Ada pula GAC yang turut bernyanyi di lagu “Heaven” serta “Terpesona”.

Selain menunjukkan siapa teman-teman seorang Isyana selama ini lewat sosok-sosok kolaborator yang ditampilkan, pertunjukan “Lost in Harmony” juga menunjukkan sisi paling personal dari penyanyi berusia 31 tahun tersebut.

Isyana memboyong serta Batavia Madrigal Singers dan Jakarta Concert Orchestra pimpinan konduktor kawakakan Avip Priatna. Lewat kolaborasi mereka di nomor “Tap Tap Tap”, Isyana sedang berbagi tentang betapa besarnya kecintaan dan pengaruh musik klasik bagi perjalanan kekaryaannya selama ini.

Hal lebih personal lagi muncul saat Rayhan Maditra hadir di atas panggung. Bersama sang suami, Isyana membawakan dua nomor yang disebutnya merupakan lagu-lagu spesial bagi mereka berdua, yakni “Home” dan “1+1”.

Sesi ‘family time’ berlanjut dengan kemunculan Rara Sekar, kakak dari Isyana. Berdua, mereka membawakan lagu “Luruh” yang terdengar lirih, mengundang melankolia tersendiri bagi para penonton.

Puncaknya adalah ketika Isyana menghadirkan semua anggota keluarga ke atas panggung. Tak hanya sekadar memperkenalkan mereka, Isyana pun bernyanyi bersama ayah, ibu, kakak dan suaminya. Sebuah lagu yang menurut Isyana penuh kenangan, “Java Jive” dari The Ink Spots, dibawakan dengan harmonis oleh keluarga bahagia tersebut.

“Dulu kita sering mendengar dan menyantikan lagu ini pas lagi pergi bareng-bareng naik mobil. Jadi kita menampilkannya hari ini,” kata Isyana.

Munculnya Eks Gitaris Megadeth Marty Friedman
Penampilan bersama keluarga menjadi salah satu sesi paling emosional bagi Isyana dan juga para penonton. Sepanjang itu, terdengar penonton tak henti-hentinya bersorak dan bertepuk tangan, kadang pula diiringi celetukan yang memuji betapa beruntungnya Isyana memiliki keluarga yang selalu mendukung dan berbahagia.

Tapi Isyana tak berhenti di sesi itu, karena masih ada sederet lagu yang harus dibawakannya. Dia kembali melibatkan Jakarta Concert Orchestra untuk membawakan lagu “Anganku Anganmu”, kemudian “Il Sogno”.

Lagu “Il Sogno” menjadi salah satu momen paling mengejutkan karena Isyana ternyata juga memboyong Deadsquad serta penyanyi legendaris Anggun C. Sasmi. Bersama-sama, mereka membakar arena Istora dengan hentakan keras musik metal yang berpadu permainan piano klasik. Kehadiran Jakarta Concert Orchestra pun membuat lagu ini terdengar kian megah.

Kolaborator yang paling tak terprediksi oleh penonton adalah Marty Friedman, gitaris legendaris yang dulunya dikenal sebagai gitaris utama band Megadeth. Sosok ini tiba-tiba muncul di atas panggung ketika Isyana membawakan nomor “My Mistery”. Kolaborasi ini agaknya momen langka, mengingat betapa ikonisnya sosok Marty Friedman.

Isyana sejatinya telah memberi ‘kode’ sebelum ini soal Marty Friedman. Beberapa hari sebelum konser, dia merilis versi baru “My Mistery” yang memang melibatkan langsung sang gitaris.

Tensi tinggi musik “My Mistery” menjaga antusiasme penonton mengikuti satu demi satu lagu Isyana selanjutnya. Sang penyanyi masih memiliki dua nomor lagu, yakni “Pendekar Cahaya” dan “Under God’s Plan”, sebelum akhirnya membawakan “Lexicon” sebagai nomor pamungkas.

Penonton bersorak riuh-rendah, tak hendak cepat-cepat beranjak ketika lampu panggung dipadamkan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar