21 Oktober 2025
08:20 WIB
Kecemasan Orang Tua Bisa Memperparah Alergi Pada Anak
Kecemasan orang tua bisa berdampak pada terbatasnya asupan makanan anak karena ketakutan akan reaksi alergi pada anak
Ilustrasi anak gatal karena alergi. Freepik.
JAKARTA - Alergi yang terjadi pada anak bisa semakin parah jika orang tua terlalu panik dan cemas sehingga bisa berdampak pada tumbuh kembang anak dikemudian hari.
"Biasanya anak dengan alergi makanan itu sering banyak dipantang pada akhirnya, dan mungkin psikologis orang tua tuh jadinya terganggu juga. Jadi ketakutan kalau mau ngasih makan anak, sementara anak itu kan butuh makanan-makanan semua segala macam protein untuk bertumbuh dan berkembang," kata dokter spesialis anak dari Universitas Indonesia, dr. Tiara Nien Paramita.
Ia mengatakan, kecemasan orang tua bisa berdampak pada terbatasnya asupan makanan anak karena ketakutan akan reaksi alergi pada anak. Akhirnya, anak tidak bisa bertumbuh kembang dengan baik dan dampak jangka panjangnya adalah berat badan dan tinggi badannya terhambat dan bisa berujung stunting.
"Itu kan sudah akhir sekali ya, tubuhnya jadi pendek gara-gara malnutrisi, Jadi ada faktor kecemasan keluarga gitu," katanya, dikutip dari Antara.
Alergi makanan termasuk susu sapi yang tidak ditangani dengan segera, bisa menyebabkan permasalahan kesehatan pada anak karena BAB atau diare berulang, sehingga penyerapan kurang baik dan menjadi malnutrisi.
Anak dengan alergi berat juga menghambat stimulasi karena harus sering dirawat. Kondisi ini akan berdampak pada perkembangan yang tidak sesuai target usia, prestasi menurun dan juga pada kualitas hidup jangka panjangnya.
Karenanya dia mengingatkan orang tua untuk tidak panik jika melihat tanda-tanda seperti ruam dan gatal, eksim atau kulit bersisik, muntah dan keluhan pencernaan, seperti diare setelah anak mengonsumsi salah satu makanan pemicu alergi.
Faktor Eksternal
Lebih lanjut dia menguraikan,
rangkaian alergi atau allergic march mulai dari satu tahun pertama kehidupan bisa berkembang, dipicu oleh beragam faktor salah satunya lingkungan tempat tinggal.
“Jadi misalnya kalau sudah diatasi harusnya Allergic march-nya gak berjalan, tetapi tergantung kalau misalnya dia setiap hari dipaparkan pada asap rokok misalnya, ya di kemudian hari risiko asmanya atau rinitis alerginya akan meningkat,” katanya.
Pada satu tahun pertama kehidupan, alergi yang paling sering dialami anak adalah alergi pada makanan, dan angka kejadian paling umum adalah pada susu sapi. Seiring berjalannya usia, alergi pada makanan atau susu sapi bisa toleran dengan penanganan cepat ke dokter anak, namun akan muncul alergi-alergi lain seperti asma dengan gejala sering batuk di malam hari, rinitis alergi atau alergi atopi pada kulit jika lingkungan anak tidak terjaga.
Faktor lingkungan sangat memengaruhi perkembangan alergi anak, seperti paparan asap rokok sehari-hari, polusi atau penanganan kelembaban yang kurang pada kulit yang bisa terus memicu gatal-gatal.
Selain itu, faktor genetik juga berpengaruh terhadap perkembangan alergi anak, di mana jika kedua orang tua memiliki alergi maka kemungkinan besar anak juga memiliki alergi yang sama.
“Jadi kalau satu orang tua, mamanya aja atau papanya aja, anaknya itu berisiko sekitar 40 persen dan kalau keduanya alergi itu bisa naik sampai 60 persen, dan bila keduanya alerginya sama misalnya mama papa asma, resiko alergi asma bisa naik sampai 60-80 persen,” jelas dr. Tiara.
Rangkaian alergi yang tidak tertangani dengan baik bisa menyebabkan kualitas hidup dan prestasi anak menurun.
Dikatakan, alergi asma atau rinitis anak menjadi tidak bisa tidur, selain itu amandelnya juga bisa membesar dan menyebabkan gangguan tidur. Hal ini berpotensi anak tidak fokus di pagi hari untuk sekolah karena tidur yang tidak berkualitas, dan berdampak pada prestasi yang menurun karena kesulitan belajar.
Ia mengatakan, anak dengan alergi bisa tetap tumbuh optimal dengan tetap didampingi dengan nutrisi yang baik dan melindungi anak dari paparan lingkungan yang tidak sehat yang bisa memicu rangkaian alergi saat anak tumbuh besar.